Part 21

9K 429 1
                                        

Digo menatap wajah Sisi lekat. Menatap mata beningnya, hidung lancipnya, dan bibir tipisnya yang menggoda hasrat Digo.

Sisi masih menatap manik mata Digo. Duh, batin Sisi, semoga Digo gak dengar jantung gue yang udah kaya parade drum band.

Digo mendekatkan wajahnya ke wajah Sisi. Tanpa sadar tangan kanannya mengusap pipi Sisi lembut.

Sedangkan tangan kirinya yang masih memeluk pinggang Sisi semakin mengerat, seolah ingin meniadakan jarak antara mereka.

Sisi yang merasakan semakin eratnya pelukan Digo, merasakan hembusan nafas Digo di wajahnya  mulai terlarut. Sisi memejamkan matanya perlahan, meresapi kedekatannya dengan Digo yang kini tak berjarak.

Digo melihat Sisi memejamkan matanya, perlahan tangannya yang menyentuh pipi Sisi bergeser ke dagu Sisi, menengadahkannya. Lalu Digo menundukkan kepalanya mulai mencium bibir Sisi lembut.

Sungguh, ciuman itu sangat memabukkan Sisi. Tubuhnya terasa melayang. Sisi mencengkeram krah jas Digo. Meresapi setiap sentuhan yang Digo lakukan. Ciuman itu semakin dalam.

Tiba-tiba Sisi tersadar, ia membuka matanya dan melihat wajah Digo yang teramat sangat dekat, mata Digo yang terpejam.

Perlahan Sisi menarik diri dari kenikmatan itu dengan kebingungan yang membuatnya panik.

Digo merasakan perubahan itu, membuka matanya perlahan.

"Maaf," bisiknya lirih mencari kemarahan di pancaran mata Sisi, namun ia tak menemukannya.

"It's ok," sahut Sisi pelan tertunduk malu. Merasa begitu murah. Dua kali Digo menciumnya tanpa ada perlawanan darinya. Tapi hatinya tak bisa berbohong kalau ia sangat menikmati ciuman itu.

Digo menarik Sisi lembut keluar dari dance floor menuju keluar gedung.

Sesampainya di mobil, Digo membuka pintu dan menyuruh Sisi masuk sebelum ia menyusul melalui pintu kemudi.

Digo mengemudikan mobilnya perlahan meninggalkan pesta yang belum selesai. Tapi Digo tidak peduli. Ia hanya ingin berdua dengan Sisi.

"Si," panggil Digo pelan di sela alunan musik lembut dari cd player mobilnya.

Sisi menoleh melihat Digo yang menatap jalanan di depannya.

Digo menarik nafas panjang lalu menghembuskannya cepat.

Sisi masih menunggunya bicara. Tapi tatapannya sudah beralih ke depan.

"Si, sekali lagi maaf," ucap Digo pelan, "Gue terbawa suasana."

"It's okay... " jawab Sisi lirih tapi Digo masih mendengarnya.

"Lo..lo gak... Mmm... Lo gak marah kan?", Digo terbata mencoba meyakinkan dirinya atas jawaban Sisi.

"Nggak. Udah, lupain aja," sahut Sisi mencoba bersikap biasa.

Digo melirik Sisi. Ekspresi yang berubah-ubah dan sulit ditebak.

"Bener?" tanya Digo lagi.

"Bener."

"Si, lo keberatan gak kalo gue ngajak lo ke acara tahunan sama sahabat gue?" tanya Digo ragu-ragu setelah mereka cukup lama saling diam dan bermain dengan pikiran masing-masing.

"Kenapa ngajak gue? Itu kan acara sama sahabat lo?" Sisi mengernyitkan dahi.

"Masalahnya gue kalo dateng sendiri, pasti diledekin sama mereka kaya taun lalu. Makanya gue ngajak lo."

"Diledekin kenapa?"

"Mereka itu udah punya pacar semua. Bahkan yang dua udah tunangan dan mau nikah. Cuma gue doang yang belum punya pacar. Makanya mereka suka ngeledekin gue. Malah kalo tahun ini gue belum bisa bawa pacar gue ke hadapan mereka, gue kena denda bayarin biaya perjalanan mereka plus akomodasi mereka selama di sini. Emang lo gak kasian sama gue?" cerita Digo memasang muka memelas.

Sisi menahan senyumnya melihat wajah memelas Digo yang gak sesuai dengan apa yang dijalaninya sehari-hari.

"Okay.... Gue bantu lo... Tapi.... Berarti gue harus pura-pura jadi pacar lo lagi?" tanya Sisi membelalak.

"Ya iyalah.... Gimana?"

"Acaranya kapan sih?"

"Minggu depan."

"Di mana?

"Di villa temen gue."

"Acaranya apaan sih?"

"Yaa tergantung tuan rumah. Tahun kemarin acaranya camping. Tahun sebelumnya lagi acaranya ke Bali."

Sisi mengangguk-angguk mencoba mengerti persahabatan seperti apa yang dijalin Digo selama ini. Sahabat Digo itu siapa aja sih? Berapa orang? Trus gue harus ngapain di sana nanti? Pikir Sisi dalam hati.

"Heh.... Lo kok ngelamun sih? Gimana?" tanya Digo mengusik Sisi yang terdiam lama.

"Eh...ya.... Masalahnya tuh gue kan gak tau persahabatan lo itu seperti apa sampai punya acara rutin tiap tahun seperti yang lo bilang. Gue juga gak tau kehidupan lo itu seperti apa sebenernya," kata Sisi berargumen.

Digo tersenyum. Dipandangnya Sisi dalam-dalam. Mungkin ini jalan meraih hati Sisi.

"Okay, gue ngerti maksud lo. Mmm.... Gini aja, karena acaranya masih minggu depan, gimana kalo lo ngenal gue lebih dekat?" usul Digo dengan senyum yang susah dimengerti oleh Sisi.

"Maksud lo?"

(Bersambung)

Apa maksud Digo ya?

Sebuah Cerita CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang