Sisi masih melihat pantulannya di cermin. Mematut diri sekali lagi. Rambutnya yang dijepit ke atas dengan menyisakan sedikit di kiri dan kanan yang dibiarkan menjuntai. Polesan lipstik berwarna baby pink yang membuatnya semakin terlihat cantik natural.
Dipakainya heels berwarna perak yang membuatnya terlihat semakin elegan.
"Sisi.... Digo udah datang tuh," terdengar teriakan Nayla dari ruang tamu.
Sisi meraih tas tangannya yang kebetulan juga berwarna perak dan keluar menemui Digo.
Digo yang melihat Sisi menemuinya, terpaku dengan tatapan takjub. Bagaimana Sisi yang imut kini berubah menjadi Sisi yang terlihat cantik, dewasa dan elegan.
"Ehm...ehm..." Nayla berdehem melihat Digo dan Sisi saling tatap tanpa bersuara.
Digo yang tersadar segera tersenyum meraih tangan Sisi, menariknya untuk lebih dekat dengannya.
"Kita berangkat sekarang!" ajak Digo yang diangguki oleh Sisi.
"Nay, kita berangkat dulu ya," pamit Sisi dibarengi senyuman Digo.
"Hati-hati ya... Digo jagain Sisi ya... Jangan lecet!" kata Nayla menggoda Sisi.
"Pasti!" jawab Digo tertawa gemas melihat Sisi manyun mendengar godaan Nayla.
Digo dan Sisi segera berangkat ke alamat galery yang dituju. Dalam perjalanan, sesekali Digo melirik ke arah Sisi.
"Ngapain lo lirik-lirik gitu? Emang gue ada yang aneh ya? Dandanan gue terlalu norak? Atau gue gak pantes ya pake baju ini?" tanya Sisi gugup.
"Enggak kok... Lo cantik!"
"Bo'ong!"
"Kok bo'ong sih? Beneran! Serius gue! Lo cantik banget, sumpah!" Digo memasang wajah seriusnya meyakinkan Sisi.
Sisi memalingkan wajahnya, pipinya merona karena tersipu.
Dadanya mulai berdebar lagi.
"Kok diem? Masih gak percaya?" usik Digo yang tidak mendengar sahutan Sisi.
"Bodo ah," sahut Sisi masih menatap keluar jendela.
Tak terasa mereka sudah sampai. Galery itu tampak megah. Hamparan karpet merah digelar sepanjang jalan masuk.
Digo membuka pintu dan mengulurkan tangannya membantu Sisi turun dari mobil.
Digo memeluk pinggang Sisi dengan sebelah tangannya, berjalan beriringan di atas karpet merah menuju pintu galery.
"Mr. Digo," sambut seseorang setengah baya menjabat tangan Digo dengan erat.
"Pak Dani," Digo menjabat tangannya dengan setengah membungkuk menghormat.
"Hmmm... Siapa gadis cantik ini?" tanya Pak Dani melirik Sisi yang menggamit lengan Digo.
"Oh iya... Perkenalkan ini Sisi, Pak. Sisi, ini Pak Dani, pemilik Biro perjalanan terbesar di Indonesia,' Digo memperkenalkan keduanya.
Sisi menjabat tangan Pak Dani dengan sopan, sementara lelaki setengah baya itu menggenggam erat tangan Sisi. Bahkan agak sedikit meremas tangan Sisi.
Digo yang menyadari hal itu segera mengajak Sisi menjauh.
"Maaf Pak, kami mau ke dalam dulu," ucap Digo sopan.
Sisi menarik tangannya yang masih digenggam oleh lelaki itu hingga dengan terpaksa lelaki itu melepaskan genggamannya.
Digo merangkul pinggang Sisi dengan sikap protektif seolah gadis itu miliknya.
"Tangan lo gak pa pa kan?" tanya Digo yang melihat Sisi memijat tangan yang tadi digenggam dengan erat.
Sisi menggeleng tersenyum menatap Digo.
"Kurang ajar banget itu orang!" desis Digo marah.
"Udah ah.... Ngapain lo marah-marah? Gue gak pa pa kok," Sisi buru-buru menenangkan.
"Sorry ya Si, sekalinya ngajak kamu ke acara, eh ketemu sama bandot itu!" kata Digo masih geram.
"Hei... Sisi? Kok lo bisa di sini?" tiba-tiba seseorang menghampiri dan menyapa Sisi.
"Lho Kak Gio? Kok kakak bisa di sini?" tanya Sisi tidak menyangka ketemu Gio.
"Ya mau gak mau gue harus di sini, Si. Galery ini kan punya bokapnya Rafika," jelas Gio.
Digo memperhatikan keduanya saling sapa. Ada rasa tidak suka karena Sisi akrab dengan Gio.
"Kak Rafika mana?" tanya Sisi celingukan mencari calon istri Gio.
"Ada tuh sama mama," tunjuk Gio ke arah Rafika berdiri.
"Si, kita ke sana yuk," ajak Digo sambil menunjuk ke sekumpulan orang di dekat pintu samping galery.
"Okey, Kak Gio kita duluan ya... Digo mau ketemu temennya nih," pamit Sisi.
"O iya... Sorry... Mmm Digo ya? Sorry Bro... Gak nyadar kalo Sisi sama lo," kata Gio seolah yang terlihat olehnya hanya Sisi.
Digo hanya mengangguk sambil tersenyum seadanya. Lalu kembali merangkul pinggang Sisi dan mengajaknya berlalu, memperkenalkannya pada teman-teman dan relasinya.
Malam makin larut, acara demi acara berlalu. Sang tuan rumah sudah mengajak istri dan anaknya untuk turun ke lantai dansa dan diikuti oleh para tamu.
Sisi dan Digo masih berdiri bersama beberapa teman Digo di pinggir ruangan.
"Digo, ajak dong Sisi turun. Atau kalo lo gak mau, biar sama gue aja," kata salah satu teman Digo
"Enak di elo dong Wen?" sahut Digo spontan pada Wendi.
"Makanya ajak Sisi turun, punya cewek kok disuruh berdiri doang. Gak romantis lo!" ledek Wendi yang disambut ketawa teman yang lain.
"Kenapa gak kalian aja dulu?" tantang Digo.
"Oke, yuk say kita turun," ajak Wendi pada Fiona, pacarnya.
Setelah Wendy dan Fiona turun ke dance floor, giliran Jerry dan Ditta.
"Ayo dong, tuh temen-temen udah pada turun, lo nya kapan? Atau.... Si, lo turun sama gue aja mau gak?" tanya Gilang mendekati Sisi.
"Heh, mau ngapain lo?" Digo mendelik ke Gilang yang sudah disamping Sisi sambil nyengir menggoda Digo.
Sisi yang melihat Digo mendelik pada Gilang jadi tertawa.
"Eh gak lucu ya, kenapa ketawa?" tanya Digo pada Sisi yang masih tertawa.
"Yee... Orang ketawa kok gak boleh?" jawab Sisi masih tertawa.
Gilang yang berada di sampingnya ikut tertawa melihat Digo sewot.
"Lo tau gak Si, Digo itu gak pernah dekat sama cewek, sekalinya punya pacar, protektif banget ya?" celetuk Gilang disela tawanya.
Wajah Digo terlihat merah karena salah tingkah.
"Yuk Si, kita turun. Daripada di sini sama trouble maker," kata Digo menarik tangan Sisi ke dance floor.
Sisi menatap Digo ragu.
"Kenapa?" tanya Digo melihat Sisi terdiam.
"Gue gak bisa dansa," bisik Sisi menunduk.
"Gak pa pa... Gue ajarin. Lo ikutin gue aja," Digo meraih pinggang Sisi lebih mendekat dan kedua tangan Sisi diletakkannya di bahunya. Keduanya bergerak perlahan mengikuti irama romantis dengan cahaya yang redup.
(Bersambung)

KAMU SEDANG MEMBACA
Sebuah Cerita Cinta
FanfictionKata orang cinta itu buta, tapi tidak buatku. Karena cinta itu mampu melihat apa yang orang lain tidak melihat. Kata orang cinta itu tidak harus memiliki, tapi tidak bagiku. Karena cinta itu pantang menyerah untuk menyatukan perbedaan. Dan.... Kata...