Digo menatap Sisi dengan tegang. Perasaannya bercampur aduk. Antara lega karena ia sudah mengungkapkan seluruh perasaannya dan gelisah, takut Sisi akan menolaknya, membencinya dan bahkan menjauhi dan meninggalkannya.
Sisi terpekur menunduk. Kedua tangannya masih digenggam erat oleh Digo yang menunggu jawabannya.
Sisi menengadah, berusaha menahan airmatanya agar tidak jatuh begitu saja. Ia tau, ia tidak perlu menyembunyikan lagi rasa yang dipendamnya selama ini. Tapi ia masih merasakan ada yang mengganjal di sudut hatinya.
Ia menghela nafas panjang, mencoba mengumpulkan kekuatan dan menghembuskannya perlahan.
"Digo, gue...aku...ah...aku gak tau mesti ngomong apa. Aku merasa...... takut.... Mmm.... Kita... Kita ini berbeda. Kamu dengan segala fasilitas hidup yang kamu miliki dan aku.... Aku masih harus berjuang mewujudkan mimpi aku," Sisi menarik nafas menatap Digo sekilas sebelum menunduk lagi.
"Berbeda apanya sih? Kita bicara perasaan kita loh... Aku cuma mau tau perasaan kamu terhadapku. Apa kamu punya perasaan yang sama denganku? Hanya itu," bisik Digo meminta jawaban.
"Perasaanku.... Apa itu penting?" tanya Sisi seolah pada dirinya sendiri.
"Tentu saja. Apa kamu juga mempunyai perasaan yang sama seperti yang aku rasa terhadap kamu?" tanya Digo memandang Sisi yang masih menunduk dihadapannya. Dan Digo merasa seperti terbang ketika melihat kepala mungil dihadapannya itu mengangguk.
"Jadi?" tanya Digo ingin meyakinkan dirinya.
Sisi mendongak menatap Digo, mengembangkan senyumnya dan mengangguk.
"Iya, aku juga...." airmata Sisi meluncur turun di pipinya yang halus.
Digo tersenyum lebar. Kebahagiaan itu meluap membanjiri seluruh lorong hatinya. Dipeluknya tubuh mungil itu erat. Dikecupnya kepala Sisi dengan rasa sayang yang tiba-tiba saja makin membesar dan makin melimpah.
Tiba-tiba mereka tersadar. Ini sudah dini hari, dan mereka belum tidur sekejap pun. Digo menjentik hidung Sisi sambil tersenyum lebar.
"Cinta itu bikin orang lupa ya," kata Digo tertawa kecil mengacak rambutnya hingga berantakan.
Sisi menaikkan kedua alisnya. Lalu tertawa.
"Aku belum mandi dari kemarin, belum ganti baju karena udah keburu diculik dan dibawa kemari," Sisi menutup mulutnya sambil tertawa lucu.
"Gak pa pa... Tetep wangi kok," jawab Digo ikut tertawa sambil meraih Sisi, membawanya dalam pelukan hangatnya.
"Kamu juga belum mandi kan?" tebak Sisi mengerlingkan matanya.
"Hahaha.... Siapa yang peduli?" tawa Digo gemas mencubit pipi Sisi.
......
Digo dan Sisi pulang setelah matahari terbit dan langit terang.
"Mmm.... Si, boleh nanya gak?" tanya Digo ragu-ragu.
"Nanya aja," sahut Sisi santai.
"Cowok yang nganterin kamu kemarin siapa sih?" tanya Digo penasaran.
"Kenapa? Hmm.... Cemburu?" tanya Sisi jahil.
"Ya iyalah.... Masa dia peluk-peluk kamu gitu?" Digo mengernyitkan dahinya.
"Masa sih?" Sisi tersenyum tertahan.
"Ih masa gak berasa sih dipeluk? Malah aku pernah liat kamu juga gandeng gandeng dia?"
"Oya? Hehehe.... Udah ah... Ngapain coba cemburu gak jelas gitu. Dia itu Ferro. Senior aku pas kuliah dulu."
"Trus kok kamu bisa dianterin sama dia?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebuah Cerita Cinta
FanfictionKata orang cinta itu buta, tapi tidak buatku. Karena cinta itu mampu melihat apa yang orang lain tidak melihat. Kata orang cinta itu tidak harus memiliki, tapi tidak bagiku. Karena cinta itu pantang menyerah untuk menyatukan perbedaan. Dan.... Kata...