Part 49

7K 380 1
                                    

Digo mengamati Sisi yang lebih banyak melamun. Bahkan nasi hainan di hadapannya cuma diaduk-aduk tanpa sesuap pun dimakan.

Sesekali Sisi menghela nafas, seolah ada beban yang mengganggu pikirannya.

Digo masih memandangi wajah kalut di depannya. Wajah yang tak pernah bosan ia tatap apapun ekspresi yang ditampilkannya.

"Sisi, ada apa sih?" tanya Digo menyentuh punggung tangan Sisi sekilas.

Sisi tersentak kaget, lalu segera mengulas senyum ke arah Digo.

"Gak pa pa kok. Emangnya kenapa?"

"Tuh nasi kamu gak kamu makan. Kenapa sih, sayang?" Digo menatap Sisi menyelidik.

"Mmm.... Aku kenyang..." sahut Sisi menutupi kekalutannya.

"Tapi kamu belum makan lho Si,", ujar Digo melihat piring Sisi.

"Tapi aku tiba-tiba aja kenyang, honey," ucap Sisi manja.

"Kamu sakit?" tanya Digo cemas.

Sisi menggeleng pelan.

"Aku gak pa pa kok. Gak usah kuatir," sahut Sisi meyakinkan Digo.

"Bener?" Digo menatap penuh selidik.

"Bener, Honey," sahut Sisi tersenyum menenangkan.

Digo menyendok nasi yang ada di piring Sisi dan menyuapkannya ke mulut Sisi.

Sisi menghela nafas menatap Digo yang masih menunggunya membuka mulut. Dibukanya mulutnya dan mengunyah makanan itu perlahan. Digo menyuapi Sisi lagi. Dan Sisi menghentikan suapan ketiga yang membuat Digo menarik nafas panjang.

Digo membayar makanannya dan mengajak Sisi meninggalkan cafe itu.

"Kamu sebenernya kenapa sih?" tanya Digo setelah menjalankan mobilnya.

"Kenapa apanya?" tanya Sisi tanpa menoleh. Matanya fokus melihat jalan di depannya.

"Kamu bisa cerita sama aku, Si," ujar Digo dengan suara rendah.

"Cerita apa? Kamu aneh deh. Aku gak kenapa-napa."

"Kamu bohong kan?" tanya Digo menatap tepat manik mata Sisi.

"Siapa juga yang bohong?" Sisi memalingkan wajahnya.

Digo nenepikan mobilnya di depan rumah Nayla. Tangannya menahan Sisi yang hendak membuka pintu mobil.

"Aku mau kamu janji satu hal sama aku," kata Digo pelan.

"Janji apa?" tanya Sisi melihat Digo cemas menatapnya.

"Janji bahwa kita gak akan pernah berpisah, apapun yang terjadi," pinta Digo.

"Aku gak bisa janjiin apapun sama kamu, kecuali satu, aku akan selalu jaga hati aku hanya buat kamu. Hanya kamu," jawab Sisi lirih, lalu memajukan wajahnya mengecup pipi Digo sekilas sebelum beranjak keluar dari mobil.

Digo tersenyum melihat Sisi berlari kecil memasuki rumahnya. Menunggu hingga Sisi benar-benar menghilang ke balik pintu, baru ia beranjak meninggalkan rumah itu.

.........

Vivien keluar dari lift dengan nafas ngos-ngosan. Sisi dan Fanny menatapnya heran.

"Lo kenapa Vien? Kaya dikejar setan?" tanya Fanny menyuarakan keheranannya.

"Gila tuh orang.... " rutuk Vivien menghempaskan tubuhnya di sofa sambil mengatur nafasnya.

"Siapa yang gila?" tanya Fanny lagi sementara Sisi hanya menatap Vivien dengan dahi berkerut menunggu cerita Vivien.

"Siapa lagi? Tuh si Roni yang dulu ngejar-ngejar Sisi, masa sekarang jadi ngejar gue? Iiihhh..." Vivien ngomel sambil bergidik ngeri.

"Hahaha... Akhirnya lo ngerasain dikejar cowok juga...." tawa Sisi ditingkahi tawa Fanny yang keras.

"Heh... Malah ngetawain lagi... Tapi... Kok bisa Roni gak ngejar lo lagi?" tanya Vivien.

"Ya bisa dong... Udah lo pacarin aja si Roni tuh," Sisi masih tertawa-tawa.

"Ogah banget gue pacaran sama cowok yang kabelnya putus satu gitu," cibir Vivien melotot pada Fanny yang masih terpingkal-pingkal melihat wajah Vivien yang mengernyit jijik.

"Kasian lo Vien, biasa ngejar cowok, sekalinya dikejar, eh... Yang ngejar si Roni... Hahaha..." Fanny tergelak lagi, sedangkan Sisi hanya tertawa-tawa meledek Vivien yang makin manyun.

"Ledekin aja terus," sungut Vivien cemberut.

Sisi dan Fanny makin terbahak melihat muka Vivien makin ditekuk.

Tapi mereka langsung terdiam begitu mendengar pintu ruang Mr Chan terbuka.

"Miss Vivien, kamu masuk ke ruangan saya. Sekarang! Bikin ribut saja!" perintah si Boss melengking tinggi.

Sisi dan Fanny menahan tawanya melihat Vivien dengan lemas masuk ke ruang Mr Chan, bersiap mendengar suara-suara sopran bernada tinggi.

Ponsel Sisi berdenting. Ah, Mama Digo!

Sisi segera beranjak menuju ruang fitting dan menerima panggilan telfon disana.

Fanny menatap Sisi lewat pintu kaca tembus pandang dihadapannya. Dilihatnya Sisi menunduk, mengangguk-angguk lalu menggeleng kecil, kemudian mengangguk lagi sebelum menyudahi pembicaraannya.

........

Sisi masuk ke cafe, buru-buru menuju ke ruangan Nayla.

"Nay, besok sabtu temenin gue ya," kata Sisi begitu melihat Nayla.

"Sisi... Lo ngagetin gue tau gak? Kalo gue jantungan gimana?" Nayla ngomel sambil mengelus dadanya.

"Iya maaf... Ya Nay... Temenin gue ya?" bujuk Sisi duduk di depan Nayla.

"Mau ditemenin kemana sih? Gak biasanya deh. Biasanya juga ditemenin Digo," sahut Nayla mencibir.

"Itu susahnya Nay, soalnya Digo gak boleh tau. Gimana? Bisa kan?" Sisi mendesak Nayla.

"Jelasin dulu, kita mau kemana? Kapan?" tanya Nayla bingung.

"Gue diminta nemuin Mama Digo, Nay. Tapi gak boleh sampai Digo tau. Nah, tadi Mama Digo telfon gue lagi, minta supaya besok sabtu pagi ketemuan di bandara, karena Mama Digo mau langsung balik ke Singapore pakai penerbangan berikutnya. Gimana Nay? Lo mau kan temenin gue?" Sisi menyudahi ceritanya dengan panik.

"Oke... Gue temenin lo. Tapi gue ngabarin Tristan dulu. Soalnya kemaren Tristan mau ngajakin gue ke Villa," kata Nayla yang membuat Sisi sedikit lega.

Nayla segera menghubungi Tristan. Sementara itu Sisi mondar-mandir dengan senewen di ruangan Nayla.

Nayla yang melihat Sisi ikut-ikutan pusing.

"Oke, kita mau diantar Tristan, tapi dari bandara kita langsung ke Villa ya Si," kata Nayla menghentikan langkah Sisi.

"Villa? Nginep?"

"Mungkin," kata Nayla mengetuk-ngetuk keningnya dengan pulpen.

"Boleh tuh... Pusing gue... Butuh refreshing!" sambut Sisi senang.

"Huuu.... Maunya..." ledek Nayla tertawa.

Sisi mencibir. Hatinya lebih lega sekarang. Ada dua orang yang akan menemaninya menemui Mama Digo. Jadi ia gak sendirian disana nanti.

(Bersambung)

Sebuah Cerita CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang