Sisi sedang menyiapkan makan siang bersama Nayla ketika mendengar suara Tristan sedang berbicara dengan seseorang di teras depan.
Nayla dan Sisi berpandangan.
"Siapa tuh Nay? Emang Tristan ngajakin temennya?" tanya Sisi curiga.
"Nggak tuh! Siapa sih? Coba aku lihat," kata Nayla kemudian berjalan ke depan menemui Tristan.
Sisi yang selesai memasak dan menghidangkannya di meja makan bergegas keluar untuk memanggil Nayla dan Tristan.
"Nayla, Tristan, lo berdua di mana? Makan siang udah siap nih!" serunya sambil membuka pintu depan.
Nayla, Tristan dan tamu nya menoleh barengan.
"Iya tunggu bentar, Si!" ucap Tristan tersenyum lalu menoleh ke tamunya lagi.
"Lo?" mata Sisi membulat melihat tamu Tristan.
"Eh, lo?" seru tamu Tristan sama kagetnya.
"Kalian udah saling kenal?" tsnya Tristan dan Nayla hampir bersamaan.
"Digo? Ngapain lo di sini?" ternyata tamu itu Digo.
"Lah lo sendiri ngapain di sini?" tanya Digo balik nanya.
"Gue di sini liburan lah, masa jaga toko?" jawab Sisi.
"Kalian udah kenal?" ulang Tristan yang pertanyaannya tadi gak digubris keduanya.
Digo menoleh ke Tristan dan tersenyum, "Udah!" senyum Digo melebar.
"Lo belum jawab pertanyaan gue, ngapain lo di sini? Jangan-jangan lo ngikutin gue ya?" tanya Sisi curiga.
"Dia cuma nanya apa ada tanah yang mau dijual. Dia bermaksud mau cari tanah di daerah sini," jelas Tristan memotong Digo yang sudah membuka mulutnya hendak membalas pertanyaan Sisi.
"Kalo gitu, masuk dulu yuk. Kita makan siang sama-sama aja sekalian," ajak Nayla tersenyum menawarkan yang diangguki Tristan.
"Waduh... Jadi ngerepotin nih!" kata Digo tersenyum.
"Gak kok, gak ngerepotin. Yuk masuk!" ajak Tristan.
Mereka berempat masuk dan segera duduk mengelilingi meja makan.
Nayla mengambilkan satu piring lagi buat Digo.
"Lo masak apa, Si?" tanya Tristan.
"Sayur asem, tempe goreng, ayam sama sambel terasi," jawab Sisi.
"Emang lo bisa masak?" tanya Digo ingin tau.
"Wah... Jangan tanya deh... Sisi ini pinter masak!" puji Tristan.
"O ya? Hebat juga lo!" komentar Digo.
"Siapa dulu dong? Sisi!" kata Sisi sekenanya.
Nayla mengambilkan nasi dan lauk pauknya untuk Tristan, baru mengambilkan untuk Digo.
Mereka berempat makan dengan lahap sambil bercerita seru.
........
"Jadi, lo kenal sama Sisi gara-gara kejatohan buku?" tawa Nayla saat mereka duduk di ruang tamu setelah selesai makan.
"Iya, mana bukunya tebel banget," sahut Digo ketawa.
"Udah, ungkit aja terus!" cetus Sisi manyun.
Ketiganya tertawa melihat wajah Sisi yang cemberut.
"O ya... Lo nginep di mana?" tanya Tristan pada Digo.
"Gue gak nginep sih, tadi ke sini niatnya mau cari tanah. Nanti sore pulang," jawab Digo.
"Ada sih di sekitar sini, cuma gue gak tau siapa yang punya. Coba aja lo nanya ke sekitar situ. Gue bisa antar kok!" tawar Tristan.
"Boleh," Digo mengangguk setuju.
"Aku ikut ya," kata Nayla.
"Ayo ikut aja sekalian kita jalan-jalan," angguk Tristan.
"Lo ikut gak, Si?" tanya Nayla menoleh ke Sisi.
"Ikut dong! Gue kesini kan mau liburan, bukan jadi penunggu rumah!" sahut Sisi asal.
"Ya udah kita berangkat sekarang aja, keburu sore," ajak Tristan.
Mereka berempat naik ke mobil Digo menuju tempat yang ditunjukkan Tristan pada Digo.
Letak tanah dan villa yang ditunjukkan Tristan gak jauh dari villa milik Tristan. Villa dan tanah ysng dijual lumayan luas.
Digo bertanya-tanya pada penjaga villa tersebut, mencatat sesuatu di androidnya dan melihat ke sekeliling villa.
Sisi mengernyitkan keningnya. Siapa sih Digo sebenarnya? Pertemuan gak sengaja ini sudah ke tiga kalinya.
Ngapain Digo di malam peragaan busana itu? Kenapa Mr. Chan bisa mengenal Digo? Lalu sekarang Digo sedang nyari tanah disini? Dan kebetulan nanya nya bisa nyasar ke villa Tristan. Ini membingungkan!
Sisi menggeleng-gelengkan kepalanya seolah mengusir pertanyaan-pertanyaan yang berlintasan di pikirannya.
"Ngapain bengong?" tanya Digo yang tau-tau sudah berdiri di sebelah Sisi.
"Eh, lo ngagetin aja!" Sisi terlonjak kaget.
"Kenapa kok kaget gitu?" selidik Digo.
"Gak kenapa-napa. Kepo banget lo!" jawab Sisi nencibir.
"Emang gue gak boleh kepo in lo ya?" tanya Digo gemas melihat tingkah Sisi.
"Gak boleh! Melanggar hak asasi namanya!"
"Hahaha... Emang ada ya peraturan dilarang kepo gitu?" Digo tertawa geli.
"Ada! Gue yang bikin peraturannya!"
"Eh tapi kok lo disini sih? Gak masuk kerja?"
"Tuh kan kepo lagi?" tunjuk Sisi sambil meringis.
Digo tertawa lepas. Jarang banget dia bisa tertawa selepas ini. Tapi setiap ketemu Sisi, pasti ada aja yang bisa membuatnya tertawa lepas seperti ini.
"Gimana? Suka sama tempat ini?" tanya Sisi melirik Digo.
"Dilarang kepo ah!" balas Digo tertawa.
"Ih... Bisanya copas omongan gue doang!" ledek Sisi tertawa.
"Gue suka tempatnya. Strategis lagi! Cocok dipake hotel atau cottage," kata Digo memandang sekeliling.
"Lo itu kerjanya apa sih? Calo?" tanya Sisi penasaran.
"Hahaha.... Bukanlah... Masa iya gue ada tampang calo sih?" Digo ketawa lagi.
"Terus kerjaan kamu apa dong?" tanya Sisi makin penasaran.
"Hahaha.... Mau tau aja apa mau tau banget?" goda Digo. Matanya menatap Sisi jahil.
"Ih... Ditanyain kok gitu? Tau ah!" Sisi cemberut.
"Lo lucu kalo cemberut gitu! Sumpah, gemes gue ngeliatnya!" kata Digo yang tertawa geli melihat Sisi manyun.
"Huh.... Lucu ya... Seneng ya... Ngeledekin gue lagi?"
Digo tertawa menggeleng. Cewek satu ini unik banget sih? Kenapa dia selalu bisa bikin gue ketawa ya? Kenapa dia selalu bikin gue ngerasa bebas kalo deket dia? Batin Digo yang masih senyum-senyum melihat wajah manyun dihadapannya itu.
(Bersambung)

KAMU SEDANG MEMBACA
Sebuah Cerita Cinta
FanfictionKata orang cinta itu buta, tapi tidak buatku. Karena cinta itu mampu melihat apa yang orang lain tidak melihat. Kata orang cinta itu tidak harus memiliki, tapi tidak bagiku. Karena cinta itu pantang menyerah untuk menyatukan perbedaan. Dan.... Kata...