Selama perjalanan pulang, baik Ajeng maupun Hastu sama-sama menyamarkan senyum diwajahnya. Kebahagiaan tergambar jelas diwajah keduanya. Hingga sebuah tanjakan membuat Hastu terenggah-enggah.
"Bisa turun gak? Gue gak sanggup." Keluh Hastu.
"Hmm?"
"Gue gak kuat, jalannya nanjak."
"Coba dulu kek, rumah gue diujung kok. Bentar lagi nyampai." Paksa Ajeng. Hastu pun menurut tanpa mendebat sebagai balasan Ajeng telah mentraktirnya makan.
Sekuat tenaga Hastu mengayuh pedal sepedanya. Karna takut terjatuh, Ajeng mempererat pegangannya. Hastu oleng, ia benar-benar kuwalahan. Spontan Ajeng mengaitkan tangannya pada pinggang Hastu. Serangan tak terduga itu membuat Hastu salah tingkah. Ia tak lagi mengayuh pedal sepeda, membuat sepeda itu kembali turun, oleng dan akhirnya-
Braaakkkk
Hastu dan Ajeng terjatuh dengan tubuh Hastu menindih Ajeng. Hastu memegangi kepala Ajeng agar tak terantuk aspal jalanan. Bak manekin, Ajeng mematung ditempat.
"Lo gak apa-apa?" Tanya Hastu khawatir. Ajeng terpaku menyadari posisi keduanya. Ia merasa aneh, darahnya mendesir. Jantungnya berdegup kencang. Seolah oksigen disekitarnya hilang. Ajeng tak bisa bernafas. Ia lupa cara menghirup oksigen.
"Bagaimana ini? Gue kenapa?" Ucap Ajeng dalam hati. Hastu bangkit dan membantu Ajeng namun Ajeng membeku. Matanya terus menyorot wajah lugu Hastu.
"Tangan lo- lo demam?" Tanya Hastu. Pertanyaan itu langsung membuat Ajeng tersadar. Ia menarik tangannya dari genggaman Hastu.
"Gue gak apa-apa, gue jalan kaki aja." Ucap Ajeng salah tingkah. Ia berdiri dan mulai melangkah menjauh dari Hastu.
"Lo ngambek? Maaf deh. Gue juga gak sengaja bikin lo jatoh. Gue tad-"
"Ada yang salah dari gue?" Potong Ajeng.
"Hmmm?"
"Kenapa? Kenapa lo gak tertarik sama gue? Kenapa lo gak kek cowok-cowok lain yang ngejar-ngejar gue? Bahkan mereka rela dibully demi gue! Kenapa! Kenapa lo gak sama!" Teriak Ajeng penuh emosi.
"Keknya lo perlu istirahat." Jawab Hastu takut-takut.
"Dan lo malah tanya kenapa gue kecewa?" Ajeng frustasi. Ia menghela nafas berat. Ia juga bingung dengan yang ia rasakan saat ini. Bahagia bercampur emosi dan rasa kecewa.
Hastu terdiam.
"Gue gak ngerti, kenapa seolah-olah lo permainin gue!" Ajeng mulai terisak. Hastu menatap Ajeng iba.
"Dengan lugu, sejenak lo bikin gue bahagia terus detik berikutnya lo bikin gue kecewa!" Ucap Ajeng lagi.
"Pulang." Ucap Hastu. Ajeng kembali menatap Hastu bingung.
"Rumah lo udah deket, kan? Gue liatin dari sini. Abang lo udah jemput." Tambah Hastu. Ajeng berbalik. Benar, abangnya menunggu di depan gerbang. Ajeng kembali berbalik menatap Hastu. Mata mereka bertemu. Ajeng takut, Akmal akan mulai membully Hastu dan ini semua karna dirinya. Harusnya ia sadar saat Hastu tak menyahuti semua omelannya. Bagaimana ini, Ajeng ketakutan. Tangisnya pecah.
Hastu menggeleng perlahan agar Ajeng berhenti menangis dan pulang.
####
"Masuk, abang mo bicara nanti." Ucap Akmal menyuruh Ajeng agar membersihkan diri dulu.
Sejam berlalu. Akmal menghampiri adiknya dikamar. Akmal duduk di ranjang Ajeng sementara pemilik kamar duduk membelakangi abangnya.
"Lo gak mau jelasin ke abang?" Tanya Akmal datar.
![](https://img.wattpad.com/cover/223461243-288-k449881.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit dan Senja [complete]
Teen FictionMy fifth story😍. Sequel Devano. Baca yakk. Mei, 03, 2020 Cover by: me "Langit punya semuanya. Ia tak pernah kehilangan senja, fajar, matahari, bulan dan bintang. Ia setia menunggu senja datang menghiasi hari sorenya hingga malam menggantikan warna...