Bel

97 13 1
                                    

Mila tak menghiraukan penolakan Hastu perihal perayaan ulang tahunnya. Beliau tetap menyiapkan pesta untuk anak angkatnya itu tanpa sepengetahuan Hastu.

Hastu gelisah dikamarnya. Tubuhnya yang kini terbiasa dengan dinginnya Ac, tak mampu mendinginkan gemuruh dihatinya. Haruskah ia berkunjung kerumah Ajeng? Hastu sangat ingin. Namun alasannya mengembalikan jepit itu, justru akan membuat Ajeng dalam masalah. Ia tak ingin Akmal memarahi Ajeng karna masih dekat dengan Hastu.

Hastu berdiri dari duduknya. Berjalan mondar mandir dengan sesekali menggaruk kepalanya yang tak gatal. Hastu keluar dan berdiri dibalkon kamarnya. Menatap bintang-bintang yang berkedip mesra untuknya.

"Hastu bingung, mak." Gumamnya lalu mendengus.

"Hastu rindu, Hastu cinta, Hastu sayang. Tapi bingung ngungkapinnya." Tambah Hastu.

Akhirnya Hastu memilih keluar dari kamarnya. Langkahnya membawa tubuh itu ke dapur. Namun terhenti saat ia melihat Mila tengah sibuk di meja kerjanya. Hastu melanjutkan langkahnya ke dapur. Mengambil dua gelas air putih untuknya dan mama tirinya itu.

"Ma," panggil Hastu. Mila mendongak lalu meletakan katalog yang ia baca.

"Lagi ngapain? Sibuk banget kayaknya." Tanya Hastu sembari mengulurkan minuman pada Mila.

"Liat-liat katalog, knapa belum tidur?" Tanya Mila setelah menoleh melihat jam dinding yang menunjukan pukul 22:32. Hastu meneguk minumannya sebelum menjawab.

"Ada yang ganggu pikiran Hastu?" Tebak Mila. Meski hanya seorang ibu sambung, bagi Hastu Mila adalah sosok ibu yang sempurna. Ibu yang sangat pengertian.

"Sedikit." Jawab Hastu. Mila meletakan gelasnya.

"Mau cerita?" Ucap Mila. Hastu terdiam.

"Kalo gak siap, besok-besok temuin mama. Mama bakal dengerin semua keluh Hastu." Ucap Mila.

"Soal jepit itu-" ucap Hastu menggantung. Mila menunggu kelanjutan kalimat Hastu.

"Hastu belum kembaliin."

"Knapa?" Tanya Mila lembut.

"Mama deket kah dengan tante Deva?" Tanya Hastu balik. Mila mengangguk.

"Lumayan, papa kamu pernah jadi partner kerja om Vano. Jadi mama juga sering ketemu tante Deva."

"Mama juga lumayan deket sama Ajeng." Tambah Mila. Hastu terdiam.

"Tapi mama gak mau ya, punya anak manja." Ucap Mila memperingatkan.

"Nggak kok ma, Hastu pergi ke atas dulu." Pamit Hastu.

"Iya, tidur yang nyenyak ya,"

Hastu mengangguk.

####

Hastu sudah memikirkannya semalaman. Ia pun melupakan niatnya meminta bantuan Mila untuk mengembalikan jepit itu. Hari ini, Ia pun melangkah dengan pasti menuju kelas Ajeng dengan jepit rambut digenggaman tangannya.

"Hastu?" Ucap Rafa yang sedang berada di depan kelas. Hastu dengan tersenyum menyapa saudara tirinya itu. Rafa segera menghampiri Hastu.

"Ada apaan?" Tanya Rafa.

"Gue-" Hastu kesulitan menjelaskan pada Rafa. Seolah tahu maksud kedatangan Hastu kekelasnya, Rafa menarik Hastu menjauh.

"Lo mo nemuin dia?" Tebak Rafa. Hastu terdiam. Ia yakin Rafa tengah memarahinya.

"Hastu, kapan sih lo bakal ngelupain dia? Ngelupain perasaan lo ke dia? Dia aja udah gak peduli sama lo!" Ucap Rafa penuh penekanan. Tangan Hastu terkepal kuat. Lukanya kembali terbuka dan berdarah akibat jepit rambut Ajeng yang ada dalam genggaman tangan Hastu.

Langit dan Senja [complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang