'Lidahmu,
Jangan kau biarkan menyebut kekurangan orang lain.
Sebab,
Kau punya kekurangan dan orang lain pun punya lidah.'
-
Imam Syafi'i."Eh!" Teriak gadis itu emosi. Cowok itu pun menoleh.
Dera menghampirinya. Emosinya naik turun seiring nafasnya yang memburu.
"Lo! Sebenernya ada apaan sih sama lo! Lo tuh cuman anak kampung!" Hujat Dera. Namun cowok dihadapannya itu hanya diam mematung dengan mata lurus menatap gadis di depannya.
Deru angin menerbangkan helaian rambut Suryadi, cowok jakung dengan tubuh kekar yang membuat Dera kerap emosi. Meski begitu, melihat pahatan indah yang di kirim Tuhan untuknya didepan matanya saat ini, membuat emosi Dera luntur. Hilang seketika saat matanya di manjakan wajah dengan rahang tegas berhiaskan helaian rambut.
Suryadi menyibak rambut panjangnya kembali ke belakang. Memperlihatkan dengan jelas setiap lekuk wajahnya. Dera mematung, ia menggigit bibir bawahnya. Meneguk salivanya dengan susah payah. Dera merasakan tubuhnya melemas seketika. Oksigen disekitarnya terasa tipis. Dera tersadar dari lamunannya saat mata Suryadi kembali menatapnya. Dera gelagapan.
"Jangan sok keren deh lo!" Ujar Dera.
"Vanilla suka sama lo, tapi bukan berarti lo bisa nyakitin dia sesuka lo!" Tambah Dera.
Suryadi hanya diam ditempatnya semula. Hanya tangannya yang berpindah masuk ke dalam saku celananya.
"Mentang-mentang dia ngejar-ngejar lo, jangan berfikir lo bisa seenaknya!"
"Dia sahabat gue! Gue gak bakal terima kalo dia nangis cuman gara-gara cowok udik kek lo!"
"Lo denger gue ngomong gak sih!"
"Lo budek?"
"Temuin dia! Minta maaf, dan gue peringatin ke elo, jangan bikin dia kecewa!"
Hening. Hanya deru angin yang mengisi keheningan di halaman sekolah yang sudah sepi dari penghuninya. Dera tak berani menatap wajah Suryadi usai mengeluarkan umpatan-umpatannya. Sementara cowok itu, menatap tenang gadis di depannya tanpa sedikitpun takut.
"Udah?" Tanya Suryadi datar.
"Hmm?"
Suryadi berbalik. Ia kembali melanjutkan langkahnya.
"Gue lagi ngomong sama lo! Gue belom kelar ngomongnya!" Teriak Dera lagi. Suryadi pun kembali menghentikan langkahnya.
"Dua menit lagi." Ucap Suryadi.
"A-a-apanya?" Tanya Dera tergagap.
"Lo mau pulang jalan kaki atau naik bis?" Tanya Suryadi datar.
"Lo nawarin gue?" Tanya Dera kepedean. Ia tersenyum malu-malu. Suryadi hanya menghela nafas. Ia kembali melanjutkan langkahnya.
"Eh, lo belom jawab pertanyaan gue!" Teriak Dera lagi.
####
Mereka berada di halte, menunggu bis yang akan mengantar mereka pulang.
Yadi duduk dengan wajah datarnya, menatap tenang jalanan di depannya. Sementara Dera yang masih tersulut emosi karna peringatan dan pertanyaannya yang tak terjawab, hanya mendengus kesal sembari menatap Yadi dari samping. Tak lama, bis yang mereka tunggu pun datang dan berhenti tepat di depan Yadi. Tanpa menunggu Dera atau mengajaknya, Yadi naik begitu saja. Dera yang melihatnya jadi bertambah kesal. Ia mengumpat dalam hati.
"Ish! Ga punya etika banget sih!" Gerutu Dera.
Yadi duduk di salah satu bangku bis yang memang ada dua bangku kosong. Jika Dera cepat, maka ia bisa duduk disamping Yadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit dan Senja [complete]
Novela JuvenilMy fifth story😍. Sequel Devano. Baca yakk. Mei, 03, 2020 Cover by: me "Langit punya semuanya. Ia tak pernah kehilangan senja, fajar, matahari, bulan dan bintang. Ia setia menunggu senja datang menghiasi hari sorenya hingga malam menggantikan warna...