Our Baby

148 13 30
                                    

Waktu berlalu. Hastu dan Ajeng nemutuskan kembali ke kampung. Hastu senantiasa mendukung semua usaha yang dilakukan Ajeng.  Ajeng pun kerap meminta saran dari Atin. Usia kandungan Atin menginjak delapan bulan. Ia sering mengeluh kepalanya terasa berat. Namun ia dengan setia mendengar semua keluh kesah Ajeng.

Hari ini, Ajeng mengunjunginya dengan membawa beberapa buah. Ia bahkan mengupaskan buah itu untuk Atin sembari menunggu wanita hamil itu selesai dengan jemurannya.

"Kalau mau main kesini, main aja. Gak perlu bawa-bawa makanan kayak gini." Ucap Atin. Langkahnya nampak mulai memberat.

"Cuman buah aja, kemaren Hastu belinya lumayan banyak. Jadi daripada membusuk dan kebuang, mending aku bagi sama kamu." Ucap Ajeng. Atin menghela nafas.

"Aku boleh nanya sesuatu gak?" Tanya Ajeng.

"Emm, nanya aja. Pasti aku jawab."

"Dari beberapa waktu, selama aku main kesini, aku gak pernah lihat suami kamu, dia dimana?" Tanya Ajeng. Atin tercekat mendengar pertanyaan Ajeng. Iamenatap nanar wanita di depannya itu. Atin menunduk. Tak tahu harus menjawab apa.

Ajeng meraih tangan Atin. Ia menyadarkan Atin dari lamunannya. Atin menelan salivanya.

"Dia gak punya ayah." Jawab Atin tanpa menatap Ajeng. Ia membelai perut buncitnya.

"Dia hanya akan menjadi anak ku. Anaknya Atin." Tambah Atin. Ajeng mengerutkan dahi. Atin nenoleh menatap Ajeng.

"Apa kamu punya kembaran?" Tanya Atin.

"Kenapa?" Tanya Ajeng penasaran.

"Ada mitos. Salah satu dari anak kembar akan sulit mendapat keturunan." Jawab Atin. Pernyataan Atin barusan menohok hati Ajeng.

"Kalau kembaran kamu sudah memiliki keturunan, ada kemungkinan kamu gak akan punya keturunan." Tambah Atin.

"Atin!" Sentak Ajeng.

"Kalau kamu marah karna aku bertanya tentang suami kamu, bilang aja. Jangan bikin aku paranoid!" Bentak Ajeng. Atin menggeleng.

"Aku korban pemerkosaan. Ayahnya mati di keroyok warga. Bapak menyuruh ku untuk menggugurkannya." Cerita Atin.

Deg. Ajeng kembali merasa bersalah.

"Dia gak salah apa-apa. Jadi aku mempertahankannya." Ucap Atin. Ajeng terdiam. Matanya mulai berkaca-kaca. Kerongkongannya kering. Ia tak mampu memberi respon untuk pernyataan Atin.

"Kalau kamu kurang percaya atau bahkan tak percaya mitos yang aku katakan, kamu bisa bertanya kepada pak Sudarman dan pak Sadirman. Beliau berdua adalah kembar." Ucap Atin.

"Pak Sudarman tak memiliki anak hingga usia beliau renta. Anak yang diasuhnya adalah putra pak Sudirman." Lanjut Atin. Ajeng masih terdiam mematung.

"Aku butuh istirahat. Kepala ku pusing, punggung ku pun sakit." Keluh Atin lalu beranjak menuju kamarnya.

####

Kepercayaan diri yang selama ini Ajeng bangun, runtuh seketika saat mendengar pernyataan langsung dari Hastu yang membenarkan ucapan Atin tentang anak asuh pak Sudarman adalah anak kandung dari saudara kembarnya, pak Sudirman. Ajeng terdiam seketika.

"Kenapa tiba-tiba nanyain putra pak Sudarman?" Tanya Hastu. Tak mendapat jawaban, Hastu pun meraih tangan istrinya. Ajeng tersadar dari lamunannya. Ia menatap suaminya.

"Kenapa?" Tanya Hastu lagi.

"Apa hal itu juga bakal terjadi sama kita?" Tanya Ajeng menerawang. Hastu tersenyum kecil.

Langit dan Senja [complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang