"Lo jan ngarang! Gue gak pecaya!" Ucap Rafa setelah mendengar cerita dimana Hastu dan Ajeng bertemu.
"Serah lo aja, yang penting gue udah setat." Ucap Hastu.
"Apaan setat?"
"Mulai! Kadang lo pinter tapi kadang juga radak gak pinter. Sebenernya lo pinter apa kagak?" Tanya Hastu.
"Start! Bukan setat!"
"Ya bodo, pokoknya itu." Ucap Hastu tak ingin kalah.
"Sok pinter lu."
"Dia kelas sepuluh apa?" Tanya Hastu kembali bersemangat.
"Gue kasih info lagi deh buat lo, dia-si Ajeng ini, dia itu cucu pemilik sekolahan kita. Jadi, gak mungkin dia anak IPS, bokap-nyokapnya aja anak IPA masak iya anaknya anak IPS kek elu."
Hastu manggut-manggut.
"Dan lagi, makin panjang cerita lo kalo lo pengen sekelas sama dia." Tambah Rafa.
"Knapa?"
"Dia IPA kelas unggulan. Isi otaknya gak mungkin kek isi otak lo, dan lagi kalo otak lo penuh sama betapa cantiknya dia, otak dia isinya penuh sama matematika. Gak mungkin sempet mikirin elo!" Ejek Rafa yang sudah tahu Hastu membenci pelajaran matematika. Hastu mendengus sebal. Entahlah, semua ucapan Rafa langsung membuatnya terpuruk.
####
Sementara dikamarnya, Ajeng tengah sibuk melukis langit senja sore ini. Ia menambahkan beberapa bintang dalam lukisannya. Saat ini, Ia merasa sedikit menyukai langit setelah percakapannya dengan Hastu sore tadi.
Ajeng sempat melamun mengingat senyuman diwajah Hastu.
"Ngelamunin siapa sih?" Tanya Deva spontan. Ajeng menoleh.
"Apa sih ma, gak ngelamunin apa-apa kok."
"Boong, dari tadi mama panggil gak dijawab."
"Yaudah, namanya missed call. Panggil lagi, biar Ajeng angkat."
"Idih, malah becanda." Gerutu Akmal yang ikut nimbrung.
"Biarin, abang ngapain ikutan kesini!" Ucap Ajeng.
"Mo tidur disini."
"Gak boleh!"
"Pelit!"
"Emang!"
"Udah-udah." Lerai Deva.
"Lukisan lo bagus, pasti tadi naik keatap lagi?" Puji Akmal.
"Kayaknya, mama harus bujuk papa buat bikinin Ajeng ruangan khusus lukisan-lukisannya deh." Sahut Deva. Ajeng menggelengkan kepala.
"Gak usah ma, lagian Ajeng ngelukis juga kalo lagi bosen belajar aja, bukan hobi banget." Tolak Ajeng.
"Ma, bikinin Akmal teh dong." Pinta Akmal.
"Hmmm? Abang pengen teh? Ajeng pengen juga gak?" Tanya Deva.
"Gak usah ma, Ajeng gak haus."
Deva pun beranjak turun.
"Yang lo lukis itu siapa?" Tanya Akmal begitu Deva pergi.
"Itu cuman sketsa aja." Jawab Ajeng.
"Cowok yang tadi pagi-lo kenal?" Tanya Akmal lagi.
"Entahlah, Ajeng gak tau." Jawab Ajeng sembari melanjutkan lukisannya.
"Lo gak kenal?"
"Abang, Ajeng gak tau. Ajeng gak kenal." Jawab Ajeng penuh penekanan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit dan Senja [complete]
Teen FictionMy fifth story😍. Sequel Devano. Baca yakk. Mei, 03, 2020 Cover by: me "Langit punya semuanya. Ia tak pernah kehilangan senja, fajar, matahari, bulan dan bintang. Ia setia menunggu senja datang menghiasi hari sorenya hingga malam menggantikan warna...