Maaf

91 9 9
                                    

Wajah Hastu memerah menahan emosi usai mendengar cerita dari Riska tentang kebenarnya yang Ajeng lalui selama ini.

"Mama juga bilang waktu itu, kalo PT. Asri Jaya yang ngejebak om Vano. Tapi gak gue paham knapa Ira ikut andil dalam kejahatan mereka. Dia baik-"

"Dia baik sama lo karna dia terobsesi sama lo. Bukan lagi cinta yang dia pengen dari lo. Tapi dia pengen milikin lo dan bikin Ajeng menderita." Potong Riska.

"Lo temennya dari kecil. Tapi knapa lo malah belain Ajeng biar bisa bareng gue? Bukannya lo gak suka sama Ajeng?" Ucap Hastu.

"Itu juga yang diucapin Ajeng kemaren. Gue minta tolong ke Ajeng, gue gak pengen Ira bertindak terlalu jauh." Ucap Ira.

"Ada yang harus lo tau, kemana perginya Marsha dan cewek-cewek lain yang pernah deket sama lo." Tambah Riska. Hastu antusias. Tubuhnya berhadapan lurus dengan Riska.

"Ira, dia yang bikin mereka jauhin lo. Dia gak pengen mereka deketin lo, jadi Ira meneror mereka." Ucap Riska.

"Ira bukan lagi cinta sama lo, dia terobsesi sama lo!" Tambah Riska penuh penekanan. Hastu terdiam dengan dahi mengerut.

"Temuin Ajeng, maafin dia. Itu semua bukan dia yang pengen. Dia terpaksa karna tante Deva disandera Nathan." Ucap Riska. Hastu tak menyahuti.

####

Masih dirumah Riska. Hujan diluar pun belum mereda. Jam menunjukan pukul 23:31. Sudah larut malam. Hastu masih merenung di ruang tamu. Sementara Riska sudah tidur setengah jam yang lalu. Sebelum pergi ke kamarnya, Riska berpesan untuk menemui Ajeng. Gadis itu sedang berkutat dengan berkas peninggalan kakeknya di kamar selama Hastu dan Riska berdiskusi di luar.

Setelah cukup lama berfikir, Hastu pun menyetujui saran Riska. Ia mencari Ajeng di kamarnya. Berkali-kali mengetuk pintu, tak ada sahutan. Hastu pun membuka perlahan pintu yang tak terkunci itu.

Ajeng terlelap diatas meja belajar Riska dengan tangan masih memegangi berkas yang ia peroleh dari ruang kerja Nathan.

Hastu menghampiri Ajeng. Beberapa helai rambutnya menutupi wajah Ajeng. Hastu berlutut disamping Ajeng. Menatap wajah penuh derita dihadapannya. Baru lah Hastu menyadari ada lebam di beberapa titik diwajah Ajeng.

Hastu mengulurkan tangannya lalu membelai lembut bekas gamparan dipipi Ajeng.

"Maafin gue," ucap Hastu lirih.

"Gue gak tau penderitaan lo selama ini."

"Gue bahkan ngebenci lo karna hal yang sepele(pacaran sama Nathan waktu SMA)."

"Gue benci lo sampai selama itu. Lo pasti kecewa, kan?"

Hastu menghela nafas berat. Seolah oksigen disekitarnya menipis. Rasa sakit yang ia rasakan untuk Ajeng membuatnya kesulitan bernafas.

"Kenapa lo gak dateng ke gue?" Air mata Hasti berhasil mengalir tanpa diminta. Merasa ada yang berbicara, Ajeng menggeliat pelan. Matanya mulai mengerjap. Hastu segera menghapus air matanya dan bangkit.

"Lo ngapain disini?" Tanya Ajeng setengah sadar.

"Gak ada." Jawab Hastu datar. Ia beranjak akan keluar namun Ajeng menahannya.

"Lo gak bunuh gue?" Tanya Ajeng. Langkah Hastu terhenti seketika. Ia terdiam sejenak.

"Gue bakal bunuh lo setelah balas dendam." Jawab Hastu.

"Lo mo balas dendam sama siapa?" Tanya Ajeng. Hastu menghampiri Ajeng. Cowok itu memegang sandaran kursi belajar yang digunakan Ajeng. Tubuhnya condong hingga membuat ruang gerak Ajeng berkurang.

Langit dan Senja [complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang