Berulang kali ponsel Hastu berdering. Risih, Rafa pun menghampiri ponsel itu.
"Orangnya kemana hapenya dimana, kbiasaan banget ninggal ponsel sembarang tempat!" Gerutu Rafa. Ia meraih ponsel Hastu yang tertinggal di meja taman.
"Halo." Ucap Rafa. Tak ada jawaban. Tak berapa lama sambungan terputus.
"Edan. Berkali-kali telpon, diangkat malah dimatiin!" Gerutu Rafa. Kesal ia pun mencari Hastu. Rafa mengitari seluruh ruangan yang ada dirumahnya. Bahkan ia juga sudah ke gudang, ruang kerja Hastu. Namun ia tetap tak menemukan saudara tirinya itu.
"Kemana peginya coba, ponsel ditinggal gitu aja, orangnya kagak ada! Dering mulu dari tadi!" Rafa semakin menggerutu. Ia pun memilih meninggalkan ponsel Hastu dikamarnya.
"Bodo! Mo telpon serebu kali juga gue gak bakal angkat!" Ucapnya saat melihat ponsel Hastu kembali menyala dengan panggilan dari nomor yang sama.
####
Hastu ternyata pergi jogging. Langkah kakinya membawa tubuh kekar itu sampai ke taman. Tempatnya tak terlalu ramai, terlebih tak jauh dari taman kota terdapat taman bermain. Orang-orang lebih tertarik ke taman bermain dibanding lari-lari mengitari taman kota.
Hastu duduk disalah satu bangku yang ada disudut taman. Ia teringat belum melihat sosial media Ajeng pagi ini. Ia ingin tahu kegiatan minggu pagi Ajeng. Hastu meraba saku celananya. Hastu mengernyit. Lalu mendengus kesal.
"Ketinggal dimeja taman." Gumamnya.
"Mending sih kalo ditemuin bi Inah, bahaya kalo ketemu Rafa. Moga aja gak ada yang nemuin." Gerutu Hastu. Tak berapa lama, taman mulai ramai.
"Gue kira pada gak kemari," gumam Hastu lagi. Jam menunjukan pukul 08:00 pagi. Hastu ingin istirahat sejenak disana. Melihat lalu lalang pasangan yang jogging bersama. Tak sedikit juga yang membawa seluruh anggota keluarga untuk bersepeda. Dan yang pasti, dimana ada keramaian disitu ada pengamen, pengemis, juga ada penjual minuman keliling. Nampak dari tempat duduk Hastu, dua orang pengamen mulai memasuki taman. Suara yang lumayan, membuat Hastu sedikit betah berada ditaman sembari mendengar lagu-lagu yang dilantunkan dua pengamen itu. Bahkan tak perlu lebih dalam memasuki taman, dua orang pengamen dengan satu pemain gitar dan satu vokal mampu menarik perhatian pengunjung taman.
Pandangan yang terganggu oleh kerumunan penonton, membuat Hastu menoleh ke arah lain.
"Ajeng?" Ucap Hastu saat matanya menangkap siluet perawakan Ajeng berada tak jauh dari kerumunan itu. Dari arah berlawanan, seorang pesepeda melaju dengan cepat. Hastu segera beranjak dari duduknya. Berlari sekencang mungkin untuk menggapai Ajeng yang tengah sibuk merapikan kembali ikat rambutnya.
"Awas! Minggir! Minggir!" Teriak pesepeda itu. Rem sepedanya blong. Ajeng menoleh tepat saat jarak antara pesepeda dengannya tak kurang dari lima meter.
Braakkk. Pesepeda itu menabrak bangku taman sementara Ajeng jatuh terguling bersama Hastu.
####
Tangan Hastu masih memeluk erat tubuh Ajeng. Posisi Ajeng yang menimpa tubuh Hastu, membuat telinga Ajeng bisa mendengar dengan jelas degup jantung Hastu. Masih sama seperti saat mereka jatuh bersama dari sepeda dulu. Aroma tubuh yang tak asing, menggelitik hidung Ajeng, dan membuat otaknya bekerja keras untuk menginggat.
"Lo gak apa-apa?" Tanya Hastu. Suara yang tak asing bagi Ajeng, membuat gadis itu segera mengangkat kepalanya.
"Hastu?" Ucap Ajeng. Ia tak salah mengenali aroma tubuh. Mereka saling menatap cukup lama. Hastu tersenyum senang mengetahui matanya tak salah mengenali orang. Hastu menarik tangannya dari tubuh Ajeng. Ia meletakan tangannya dibelakang kepala sebagai bantal. Baru lah terlihat tangan itu lecet dan berdarah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit dan Senja [complete]
Teen FictionMy fifth story😍. Sequel Devano. Baca yakk. Mei, 03, 2020 Cover by: me "Langit punya semuanya. Ia tak pernah kehilangan senja, fajar, matahari, bulan dan bintang. Ia setia menunggu senja datang menghiasi hari sorenya hingga malam menggantikan warna...