Sebulan berlalu. Selama sebulan, Hastu mengisi waktunya dengan mencari olahraga yang ia gemari. Basket, renang, sepakbola, hingga tenis meja. Hastu bahkan mencoba menyanyi meski suaranya jauh dari kata merdu.
Kian hari pesonanya pun berubah. Dari seorang yang ingin membahagiakan semua orang, Hastu menjadi seorang yang ingin membahagiakan diri sendiri. Ia bahkan tak ingin berpusing ria dengan hubungan percintaan. Meski gadis silih berganti menghampirinya, tak sedikitpun ia goyah akan pendiriannya. Didalam hatinya, hanya ada Ajeng. Pemilik hatinya hanyalah Ajeng.
Hastu selalu tersenyum saat melihat Ajeng tertawa meski bukan lagi penyebab tawa itu. Hastu bahagia melihat Ajeng kembali seperti dulu. Meski Hastu sendiri tak lagi Hastu yang dulu, bukan lagi Hastu yang belum mengenal cinta. Baginya, mencintai Ajeng dalam diam lebih baik dari pada menyakitinya dan membuat Ajeng kecewa. Lebih parahnya, Hastu tak ingin Ajeng menangis untuknya.
Hastu bahkan setuju untuk memiliki ponsel. Tujuannya hanya satu, ia ingin setiap saat bisa melihat postingan Ajeng tentang hari-harinya.
Hastu membuka sosial medianya. Ada chat dari Rafa.
"Tanding buat ngisi pemain. Biar cadangan juga mendingan kan daripada kagak, mau ye? Udah gue daftarin nama lu." Tulis Rafa.
"Seenaknya mulu." Balas Hastu.
"Supporter lu lebih banyak dibanding supporternya Angga. Keknya lu dah jadi salah satu most wanted dah. Gue aja lewat."
"Gue gak butuh tenar kek gitu kali. Unfaedah."
"Jan gitu, kali aja dengan gini lo bisa dapet pengganti Ajeng."
"Jan nyinggung kesana."
"Knapa? Lo juga berhak bahagia kali. Yakali lo mo jomblo selamanya."
"Gak masalah gue mahh, yang penting keren. Hehehe."
"Hilih. Bilang gak mao, bilang unfaedah, ehhh jebul unbaeklah."
"Yodah, kapan tanding?"
"Tar sore ama besok. Besok penentuan. Gue doain moga masok tim."
"Gaosah, gue lebih suka duduk bae."
"Hilih. Dapet treakan dari ciwi-ciwi paling juga ngintil."
"Lo kata gue Angga ngintilin ciwi-ciwi."
"Bukan yak?"
"Bukan laaahhh. Nak aja."
"Oke, gue tunggu dilapangan indoor."
"Wokee."
####
Pertandingan putaran pertama selesai. Hastu duduk di pinggir lapangan dengan nafas terengah-enggah.
"Lo disini?" Sebuah suara membuat Hastu menoleh. Ia mencoba mengingat wajah itu.
"Berkat saran dari lo, gue jadi paham apa yang orang tua gue pengin. Gue tau ini telat, tapi makasih." Ucapnya lagi. Hastu masih terdiam dengan dahi berkerut.
"Lo lupa sama gue?" Tanya gadis itu. Hastu mengangguk.
"Nih." Gadis itu mengulurkan minuman ditangannya. Detik berikutnya, Hastu baru teringat nama gadis didepannya itu.
"Gue udah minum tadi." Tolak Hastu. Marsha menggerutu.
"Cewe lo yang galak itu gak ikut kesini kan?" Tanya Marsha.
"Lo nyariin Mahira? Dia anak Tunas Bangsa."
"Gue nyariin lo." Ucap Marsha lalu duduk disamping Hastu.
"Lantainya kotor."
"Biarin." Ucap Marsha. Hastu pun membiarkannya.
"Jadi, dia pacar lo?" Tanya Marsha. Hastu menggeleng.
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit dan Senja [complete]
Teen FictionMy fifth story😍. Sequel Devano. Baca yakk. Mei, 03, 2020 Cover by: me "Langit punya semuanya. Ia tak pernah kehilangan senja, fajar, matahari, bulan dan bintang. Ia setia menunggu senja datang menghiasi hari sorenya hingga malam menggantikan warna...