Daftar isi :
1. Drama Pertama : Master of Study [FINISH]
2. Drama Ke-2 : Remember War of the Son [FINISH]
3. Drama Ke-3 : Memorist [FINISH]
4. Drama ke-4 : The Emperor [ON GOING]
Sinopsis :
Apa kamu adalah seorang penggemar Drama Korea? Nah, apa jad...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ji Eun cuma mampu menggerak-gerakan bola matanya yang terpejam, sebab kelopaknya terasa sangat berat untuk di buka. Sementara hidungnya dapat dengan jelas mencium aroma-aroma sterilisasi.
Hhh... rumah sakit lagi, rumah sakit lagi.---Batin Ji Eun.
Ia perlahan membuka mata. Ada seseorang yang samar-samar di lihatnya pertama kali. Ia berkedip beberapa kali sampai sosok itu bisa di lihat jelas. Seorang pria, entah siapa.
Tapi di lihat dari kartu tanda pengenal yang bergantung di saku kemeja pria itu, Ji Eun sudah bisa menebak profesinya.
"Jogyo, Haksaeng, kau bisa dengar aku?" Tanyanya sambil melambai-lambai tepat di depan wajah Ji Eun. "Kau bisa melihatku dengan jelas?" Ia bertanya lagi.
"Nggg..." Entah kenapa, dari semua kata yang ingin Ji Eun ucapkan, ia hanya mampu mengeluarkan suara erangan.
Rasanya sulit sekali membuka mulutnya. Menggerakan satu jari pun, ia masih kesakitan.
"Haksaeng, kau masih belum bisa meresponku?"
Haksaeng lagi? Apa aku jadi seorang murid sekarang?---Ji Eun bertanya-tanya dalam hati.
Berikutnya, dia merasa ada suatu benda dingin di dadanya. Sepertinya seorang Dokter tengah memeriksa detak jantungnya. Benda dingin tadi mungkin berasal dari stetoskop.
"Hwanjanim, Anda bisa mendengar suara saya dengan jelas? Coba berkedip satu kali jika Anda mendengar saya?" Ujar si Dokter memberi instruksi.
Ji Eun lantas berkedip sebagai tanda 'iya'.
"Bagaimana hasilnya, Dok?"
"Pengaruh obat biusnya belum sepenuhnya hilang. Tapi melihat saraf sensoriknya sudah bekerja, Pasien akan pulih lebih cepat."
"Jadi, dia belum bisa menjawab pertanyaan sekarang?"
"Anda bisa lihat sendiri. Pasien hanya bisa berkomunikasi dengan gerakan mata. Tunggulah beberapa jam lagi. Kalau begitu... saya permisi."
"Ne, terima kasih, Seonsaengnim."
Detektif tadi pun kembali melihat keadaan Ji Eun setelah berbicara dengan Dokter. Dia menghela napas panjang, kemudian memberantaki rambutnya sendiri dengan frustasi.
Kelihatan sekali betapa kacau dan stressnya dia.
"Jogyo..." Ji Eun memaksa bersuara, meski terdengar amat lemah dan parau.
"Ne. Kau bisa bicara? Ada yang kau butuhkan?" Si Detektif itupun seketika berubah semangat lagi.
"Apa..." Ji Eun benar-benar kesulitan membuka mulutnya. Dia harus berhenti tiap kata-perkata.