Devil in Your |58

11K 520 4
                                    

Ryan baru saja meletakkan sekotak makanan yang berisi salad buah mangga muda yang tadi sempat diminta oleh Gea. Dengan cekatan, Gea segera mengambil dan membukanya, lalu dengan sebuah tusuk gigi yang ia dapatkan dari kantong plastik makanan tersebut, tangannya menyuap mangga yang terlihat lezat itu ke mulutnya.

Reyhan yang baru saja keluar dari kamar mandi lengkap dengan seragam RIHS yang melekat di tubuhnya menatap sengit Ryan. Ia mendekat dengan langkah langkah menahan emosi ke arah sahabatnya yang satu itu.

Matanya menatap Ryan yang kini dihadapannya sengit, "ANGGAR RYAN!! Gue peringatin sama lo buat—" teguran yang keluar dari mulut Reyhan terhenti oleh nada dering yang berasal dari handphone milik Ryan.

Tanpa mempedulikan Reyhan yang saat ini sedang marah kepadanya, ia mengangkat telepon tersebut dan meletakkannya di samping telinga.

"Hm."

"Helikopter yang anda minta telah sampai di depan rumah sakit Putra's Jaya saat ini, dan bola meriam yang kemarin telah anda dinginkan telah kami amankan di pesawat."

"Saya ke sana."

Tut... Tut... Tut...

Ryan segera memasukkan kembali hanphone-nya ke saku, lalu ia mendekat menatap lekat manik mata Gea. "Aku akan pergi sekarang, jaga dirimu dan mereka untuk beberapa hari ke depan." ujarnya pamit.

Gea mengangguk, ia cukup mengerti apa saja urusan yang harus diselesaikan oleh Ryan di sana. Lagi pula, ada juga beberapa urusan yang tidak bisa ia tuntaskan sendiri karena keadaannya saat ini tidak memungkinkan.

'Mereka? Apa maksudnya si Ryan!? Ck, dia mau pergi ke mana, gue belum buat perhitungan sama dia.' Reyhan masih dengan tatapan mautnya mendekat ke arah Ryan.

"LO MAU KABUR KE MANA?! HAH!" sentaknya pada Ryan.

Ryan memejamkan matanya sejenak, lalu kembali menatap datar Reyhan. "Sorry, kita tuntasin ini lain kali aja. Gue udah ditunggu sama helikopter di depan." ujarnya kemudian segera berlari keluar ruangan.

Setelah beberapa saat kepergian Ryan, kini mata Reyhan menoleh ke arah adik bungsunya yang masih sibuk makan. 'Itu, mangga muda ya? Kok princess gak ada ngerasa keaseman?? Helikopter? Emang segitu daruratnya ya sampai harus dijemput pakai helikopter ke sini? Emangnya si Ryan ada urusan apa??'

"Eh, princess. Abang mau tanya boleh?" tanyanya pada adik bungsunya itu.

Kepala Gea mengangguk, "Iya, tanya apaan emangnya?" tanyanya balik.

Reyhan menghela napasnya sejenak, lalu bertanya, "Si Ryan itu emangnya mau pergi ke mana?"

Gea mengangkat sebelah alisnya, "Emang penting banget ya?" tanyanya dengan nada sedikit tak suka.

"Nggak juga sih, abang pengen tau aja, penasaran gitu, soalnya sampai-sampai dia harus dijemput sama helikopter ke sini." jelas Reyhan sejujurnya.

"AS, dia pergi ke AS." ujar Gea pada akhirnya.

Dahi Reyhan kini berkerut penasaran, untuk apa sahabatnya itu ke sana di saat-saat seperti ini? "Buat apa dia ke sana?" tanyanya lagi.

"Urusan penting yang udah gak bisa ditunda lagi, dengan catatan beberapa juga yang sebenarnya bagian gue di sana."

•••

Seperti biasa, Geo hari ini masuk kelas XI IPS-3 yang merupakan ruang kelasnya bersama Reyhan. Tapi, kali ini rasanya sedikit berbeda karena matanya terus-menerus menahan kantuk akibat menjalankan misi semalaman suntuk, misi untuk memastikan kematian para anggota Joker's Angel's dan meng-evakuasi-nya setelah lewat empat hari di mana leader-nya Black Diamond mengadakan serangan besar-besaran kepadanya.

Ia dengan jelas masih teringat dengan beberapa wajah korban yang melepuh sangat parah pada bagian evakuasi miliknya. Semalam, pasukan gabungan dari kedua mafia besar tersebut mengirim tiga ratus orang anggotanya untuk melakukan pemeriksaan identitas dan memakamkan kurang lebih sekitar seribu lima ratus korban yang mulai membusuk itu.

Tadi, Geo berhasil pulang ke apartemen pukul empat pagi yang seharusnya masih bisa ia gunakan untuk tidur sekitar dua jam. Namun, ia sama sekali tak bisa memejamkan matanya karena selalu mengingat bau darah yang mulai membusuk bercampur dengan bau minyak gas yang sangat pekat. Padahal, sebelum evakuasi tersebut dimulai, sudah ada tujuh helikopter yang ditugaskan untuk menyebarkan air agar baunya tak terlalu pekat di sana.

Namun, menurutnya itu adalah hal yang percuma karena ia telah diberitahukan sebelumnya. Jadi, pikirannya mulai membayangkan berkali-kali lipat bau dari para jasad di dalam tembok lapis baja itu.

"Hoamm..." mulutnya menguap, lagi. Entah sudah berapa kali terhitung sejak ia mulai mengantuk di jam dua dini hari tadi.

Sebenarnya, Geo cukup terkagum dengan perlakuan leader Black Diamond meski itu pada korbannya sendiri, dia rela mengeluarkan uang dalam jumlah yang tak sedikit untuk memakamkan mereka. Namun, ia urungkan karena kesadisan orang itu sangatlah tinggi di matanya, bahkan yang tertinggi sejauh ini.

Tiba-tiba badannya tersentak oleh tepukan di bahu kanannya, ia menoleh dan mendapati Reyhan yang saat ini duduk di sampingnya, mereka satu bangku. "Kenapa?" tanyanya heran.

Reyhan menggeleng seraya mengeluarkan bukunya dari tas, "Tidak ada, hanya sapaan kecil untuk sahabatku." balasnya terkekeh.

Geo berdecak, "Gue kaget tahu!" balasnya tak terima.

Sebelah alis Reyhan terangkat, "Lo lagi ngelamunin apaan? Dan juga, kenapa sekarang lo punya mata panda? Lo begadang??" tuduhnya curiga.

Geo mengangguk, "Gue, gak bisa tidur semalaman gara-gara si api." jawabnya seraya menelungkupkan kedua tangannya di meja lalu membenamkan wajahnya di sana, berharap bisa tidur meski sejenak.

"Si api?"

•••

"Eh, si Aura sama si Lexa ke mana?" tanya Gea penasaran. Pasalnya, ia tak melihat kedua perempuan itu di ruang rawat inapnya.

Saat ini, double Rey dan juga Geo sedang berduduk santai di sana. Sesekali mereka tertawa mendengar cerita Reynald tentang mantan pacar polosnya saat masih kelas tiga SMP.

"Mereka datang agak siangan nanti, emangnya kenapa?" tanya Reyhan penasaran.

Gea meringis malu, "Gue pengen ganti baju sekarang." ujarnya cengengesan.

"Mau abang bantu??" tawar Reyhan pada adiknya. 'Eits! Bukan muhrim kita, bang!'

Kepala Gea menggeleng cepat, "Nggak usah bang. Biar Geo yang nemenin gue...." ujarnya menolak.

Dahi Reyhan berkerut, kali ini emosinya mendidih seketika. "Kenapa gue gak boleh sedangkan Geo boleh?!" tanyanya dengan nada tak suka yang sangat kentara.

"Karena abang bukan muhrim." jawabnya enteng.

"JADI KAMU PIKIR GEO MUHRIM GITU?! EMANGNYA DIA SIAPA?! PACAR KAMU JUGA BUKAN?! JAWAB!" sentaknya tak terima.

Gea berdecak, lalu matanya menatap dalam ke arah Reyhan. "Bang Reyhan belum sadar?" tanyanya memastikan.

Reyhan masih mati-matian menahan amarah, "Sadar apa maksud kamu?!" tanyanya menahan diri untuk tidak membentak.

"Geo, itu adalah kakak kandung dari Gea."









—22 Juli 2020—
Dianashevy05🌿

Devil in Your (ANGGARANTA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang