Devil in Your |68

11.3K 528 22
                                    

"Mereka datang."

Gea menoleh, tak begitu mengerti apa yang baru saja didengar oleh telinganya. "Maksudnya?" tanyanya heran.

Ryan menyunggikan senyum datarnya, "Pasukan dewan mafia milik Adura12 sedang berkumpul di Palembang, sepertinya mereka memang sangat antusias untuk menemui kita." ujar lelaki itu lengkap dengan aura dinginnya yang mencekam.

Gea tersenyum senang, akhirnya setelah beberapa minggu ini ia libur, akan ada sesuatu yang akan bisa sedikit mengisi waktu luangnya yang berlebihan. Ia berdiri dan mendekat ke arah suaminya itu dengan anggun.

"Bagaimana jika kita undang bang Geo untuk menemaniku di rumah ini? Kudengar, dia sedang ada perjalanan bisnis ke Padang." usul ibu hamil itu dengan nada yang mengemaskan.

Lelaki itu tersenyum seraya mengelus sayang pipi Gea yang kini berubah menjadi chubby itu. "Tentu, dan sepertinya kakak ipar juga pasti merindukan adik manjanya ini." balasnya setuju.

Dia mendelik tajam, lalu bersiap untuk membalas. "ANGGAR! Aku nggak MANJA ya?! Tiada kata manja untuk seorang nyonya Anggaranta. Big no!" (Tidak sekali!) protesnya yang semakin membuat Ryan tak kuasa lagi menahan senyumnya, geli.

"Terserah, karena ini juga merupakan bukti bahwa kamu percaya sama aku. Bahwa kamu ibu terbaik untuk anak-anakku. You're a best mother." (Kamu adalah ibu yang hebat.) Gea seketika tersipu saat mendengar ini, jarang-jarang suaminya yang terkenal sebagai balok es di luaran sana itu mau memberikan gombalan mahalnya pada ibu hamil itu.

Gea sedikit memajukan wajahnya ke depan, "And you! The best father! I love you." (Dan kamu! Ayah hebat! Aku mencintaimu.) pujinya tulus.

"Thank you, i love you too, Ragea."

•••

"Terus? Masalah? Buat saja daging penyusup bodoh itu menjadi steak, kan lumayan buat makanan mereka." titah Ge seenaknya ke dalam telefon.

"ARE YOU SERIOUS LEADER!?" Anak buah yang menghubunginya itu memekik tak tak percaya, orang itu adalah Arka.

"Hm, tapi yang masak harus abang dan cuma boleh dibantu sama anak buah yang kurang dari sepuluh orang. Nanti kirim foto-nya ke Gea, ya?" ujarnya dengan wajah semringah seraya membayangkan bagaimana bentuknya nanti.

"Dek? Lo serius? Lagi ngidam ya? Kok aneh banget ya tapi, beneran gak sih?" tanya Arka dari seberang sana curiga.

"Berisik! Bisa diam gak bang!? Oh iya, nanti setelah difoto, kirim semuanya bahan sama steak yang udah jadi ke markas wanita licik itu. Jatuhin dari helikopter dan bungkus seperti kado selamat ulang tahun. Ngerti?" balasnya dengan kedua tangan yang mulai meremas-remas udara membayangkan sedang meremas ginjal mangsanya

"Oke deh. Bakal gue turutin semua kemauan leader besar ini. Ada lagi? Meskipun kalau ditambah mungkin gue malah jadi nggak ikhlas, sih. Hehe..." ujar Arka dengan suara yang teramat menjengkelkan.

Gea berdecak, "Hm, cepatan!"

Tut... Tut... Tut...

Gea kembali mendudukkan dirinya di ranjang. Merasa bosan di dalam rumah sendian setelah ditinggal oleh Ryan untuk melakukan sesuatu yang terdengar membosankan di balai desa.

Dengan semangat empat lima, ia segera mengambil dompet dan meletakkan Vano ke dalam sebuah kereta dorong berwarna biru tua untuk mengajaknya pergi menyusul sang ayah. Entahlah, wanita hamil itu hanya ingin melakukannya, melihat gedung balai desa.

Sesampainya di sana, ia disambut oleh sebuah bangunan tradisional nan megah yang disebut balai desa itu. Lalu, ia masuk ke sana, mendekat dan duduk di salah satu kursi panjang yang mengelilingi taman dan berada di bawah pohon.

Wanita hamil itu membantu Vano untuk ikut duduk bersamanya di kursi karena bayi berumur delapan bulan itu sedikit rewel saat melihat tempat duduk. 'Sepertinya malaikat kecil ini ingin ikut.'

"Utututu, anak bunda mau duduk yah, lucunya."

Prok... Prok....

"Hahahaha...." Vano bertepuk ria lalu tertawa senang. Tak lama kemudian, datanglah seorang pria yang dikenali oleh Gea saat ikut membaca hasil retasan data Ryan beberapa hari yang lalu, dia adalah Ilham, si anak kebanggaan dari sang kepala desa.

"Hai, boleh kenalan?" tanyanya bersikap hangat.

Gea mendongak, sepertinya orang ini tidak melihat perut buncitnya yang tertutupi oleh setelan atas panjang yang saat ini ditarik oleh tangan mungil Vano sehingga terlihat wajar.

Ia terkekeh sejenak, lalu menatap bertanya Ilham, "Hm, boleh." Gea melirik perutnya sejenak lalu terkekeh, lagi.

"Huft! Kenalin, nama gue Ilham." ujarnya seraya mengulurkan tangan kanan ke depan, seperti manusia normal.

"Panggil Gea." balas wanita itu tanpa menerima uluran tangannya.

Alis ibu hamil itu mengernyit saat melihat Ryan berlari menuju semak-semak di dekat pintu masuk dengan kecepatan tinggi. Lalu, melototkan matanya saat melihat sebuah pistol yang mengarah pada Vano.

Bugh!

Dor!

Ryan memukul-pukul orang itu secara terus-menerus, hingga menjadi tontonan di sana, Gea yang melihatnya pun tak tinggal diam, ia segera meletakkan Vano di kereta dorong dan membawanya mendekat kepada sang ayah.

Saat sudah dekat, wanita itu segera menginjak dalam tangan si pemegang pistol lalu menjauhkannya dari jangkauan. Sontak, warga desa yang melihatnya berteriak histeris karena takut.

Kretek!

Ryan mematahkan satu tangan penembak itu dengan tegas, memberi gertakan agar tidak melawan tindakannya. Ia mendekatkan bibirnya ke arah telinga penembak itu, lalu membisikkan sesuatu yang membuatnya diam membeku.

"See, leader ini tahu bahwa kau tangan kanannya Adura12, mau melawan?" bisiknya dengan nada dingin.

Tak lama kemudian, suara sirine polisi menggema di sana. Sepertinya memang ada yang sempat menelepon polisi untuk mengurus penjahat itu. Ryan segera berdiri, lalu melenggang pergi seraya mendorong kereta Vano dari sana.

"Ck, terlalu mudah."

•••

Aura bercermin, pipinya terlihat semakin chubby sekarang. Terhitung, sudah lebih dari lima minggu setelah insiden menjijikkan itu berlalu. Matanya kali ini lebih berwarna dari pada sebelumnya, meski tatapan kosongnya masih ada.

"Aura, ayo kita makan malam."

Aura berbalik, matanya menatap Vanya yang saat ini menampilkan senyuman tulusnya yang selalu berhasil menenangkan hatinya saat tak terarah dan sedang mengalami goncangan.

Ia berdiri, kemudian memeluk erat Vanya yang membuat sang empunya tersentak, namun tetap membalasnya. Satu hal yang menggambarkan perasaannya saat ini, lelah. Wanita itu lelah dengan segalanya tentang hidup, kecewa karena impiannya untuk menamatkan sekolahnya di RIHS telah sirna.

"Hiks... Gue mau ketemu sama Lexa... Hiks... Gue rindu sama dia.... Hiks....." Aura mulai menunjukkan isakannya, yang membuktikan bahwa wanita itu saat ini sedang menangis.

Tangan Vanya terulur mengelus punggung Aura yang mulai bergetar, terisak meski pelan. "Udah, nanti gue teleponin dia kok, udah. Jangan nangis ya? Nanti cantiknya Aura hilang loh?" bujuknya lembut.

"Vanya, kenapa lo selalu jadi mood boster yang baik?"









—24 Agustus 2020—
Dianashevy05🌿

Devil in Your (ANGGARANTA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang