Deep accidental stares sometimes keep a lot of secrets to be conveyed
Tatapan yang tidak disengaja terkadang menyimpan banyak rahasia yang ingin disampaikan
--- Dara ---
SUDAH tiga hari Dara menunggu-nunggu pemberitahuan kapan dirinya bisa mulai masuk bekerja dikantor PT. Elia Mediatama Indonesia itu.Sambil menunggu, Dara menghabiskan waktunya membantu Davina di kafe. Sebagai waitress, pencuci cangkir, melap meja, serta pengingat apa saja yang dipesan pengunjung. Terkadang Dara tidak bisa menahan tawa ketika ada pengunjung yang protes kalau neneknya sering lupa apa yang mereka pesan. Atau ingat, namun setelah membuat malah lupa meja sebelah mana yang pesan.
"Silahkan dinikmati mbak... " kata Dara ramah sambil meletakan cangkir coklat hangat pada pengunjung kafenya. Perempuan itu balas tersenyum, meski terlihat aneh dengan penampilan polos Dara.
Dijaman sekarang, menggunakan make up itu sudah seperti kebutuhan bagi seorang perempuan diatas 20 tahun. Perempuan mana yang tidak ingin tampil menarik didepan orang, khususnya pria. Dan Dara tidak pernah mengakui argumen itu, menurutnya cantik itu bukan hanya tentang wajah dan penampilan, namun lebih dari itu.
"Ka-mu cucunya Nenek Vina yang punya kafe ini?" tanya perempuan itu saat Dara hampir melangkah meninggalkannya.
"Iya- mbak" sahut Dara segera berbalik dan menatap perempuan yang mengajaknya berbicara itu.
"Ini kartu nama aku. Em... Sorry yaa sebelumnya. Kalau kamu mau, aku bisa ngajarin kamu pakai make up. Kebetulan aku kerja di salon dekat sini..." katanya menawarkan. Dara meraih kartu nama perempuan itu sambil tersenyum. Dara paham niat baik perempuan itu sebagai sesama perempuan.
Tak hanya pengunjung itu, kemarin-kemarin saat Dara bekerja paruh waktu juga banyak yang menawarkan hal yang sama. Bahkan Dara pernah dimintai tolong oleh seorang bapak-bapak yang ternyata pemilik salon terkenal di kota ini. Ditawari bekerja, namun dengan syarat Dara mau berpenampilan seperti pegawai yang lain.
Bapak itu bilang, jika Dara bekerja dengan penampilan dirinya yang biasa saja, maka pengunjung tidak akan tertarik untuk datang. Dan Dara menolak tawaran itu. Baginya kenyamanan untuk diri sendiri jauh lebih penting daripada kesenangan terpaksa karena menuai pujian.
Lagipula, Dara sudah sangat bersyukur dengan kulit putih dan mulus yang menurun dari almarhum ayahnya. Dengan begitu, dia tidak perlu lagi mengenakan berbagai macam bahan untuk menutupi jerawat atau bruntusan. Dengan tidak berdandan macam-macam, Dara jauh merasa lebih percaya diri ketika berhadapan dengan orang lain. Dia tidak perlu sibuk becermin, atau sibuk memperbaiki bedak, lipstik, dan lainnya. Dia tidak takut ketika orang lain mengatakan dirinya jelek dan tidak menarik.
"Sorry banget yaa... Bukannya aku ngehina kamu..." kata perempuan itu lagi dengan wajah tak enaknya. Dara hanya tersenyum, dia sama sekali tidak merasa tersinggung. Justru Dara senang, perempuan cantik dihadapannya itu tidak mengejek atau mengatakan hal-hal buruk mengenai penampilannya.
"Nggak papa mbak. Saya malah sangat berterima kasih atas kebaikan mbak." kata Dara masih tersenyum. "Kalau gitu saya lanjut bantu nenek saya yaa mbak..." lanjut Dara pamit. Perempuan itu mengangguk seraya tersenyum hangat.
Usai bolak-balik mengantarkan pesanan, Dara menatap pengunjung dikafenya yang beragam macam kelakuan. Ada yang sibuk bermain ponsel, ada yang asyik bercerita, ada yang melamun sambil memasang haedset, dan masih banyak lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dewa Untuk Dara [✔]
FanfictionDara selalu percaya pada hukum alam tentang makna pertemuan pertama, kedua, hingga ketiga dengan orang yang sama. Ia percaya, setelah itu akan ada pertemuan berlanjut hingga tidak tahu bagaimana akhirnya. Pertemuannya dengan Dewa, Pimred tampan dan...