26. Urusan Belum Selesai

635 92 4
                                    

TAK berbicara banyak, perempuan itu membelakanginya sejak sadar lima menit tadi. Dewa menarik nafas sepelan mungkin, maju selangkah untuk menggapainya. Baru tangannya terangkat untuk memastikan kalau Dara tidak tidur lagi, perempuan itu bersuara menegurnya.

"Kamu bisa pulang ke rumah sekarang. Davin sama pegawai lain bentar lagi datang." katanya datar tanpa berbalik.


Dewa menarik tangannya yang hampir menyentuh bahu perempuan itu cepat. Tampak sekali Dara mengambil nafas panjang berkali-kali, bahunya terlihat bergerak naik turun. Suasana kembali senyap, ia tidak tahu harus menyahuti apa.

Hanya menatap wajah Dara sedikit, Dewa tertunduk memandangi lantai putih yang diinjaknya. Dia ingin menceritakan banyak hal, tentang perjanjian Irene dengan Andara, juga perkelahian dan segala kalimat yang diutarakan Irene pagi tadi. Karena kondisi Dara yang sepertinya belum benar-benar pulih, ia mengurungkannya.

"Aku mau ini terakhir kalinya kamu bantuin aku."

Kepala Dewa terangkat, menatap heran tak mengerti dengan yang barusan dikatakan Dara padanya.

"Maksud kamu?" tanya Dewa.

"Hubungan kita cuma sebatas atasan sama bawahan. Kamu nggak perlu bersikap lebih." sahutnya pelan tanpa bergerak.

Sama, Dewa juga mendadak kaku mendengar kalimat itu. Seribu kali menerka apa maksudnya, sudah jelas Dara kali ini terang-terangan ingin dirinya segera pergi.

"Ada baiknya kamu lupain semua hal yang aku pernah lakuin dan omongin ke kamu Wa'. Anggap aja yang kemarin-kemarin itu nggak pernah ada." katanya lagi masih dengan nada suara yang sama.

Menelan liur mencoba tidak menyahutinya, Dewa melangkah mengelilingi ranjang itu dan berhenti tepat didepan wajah Dara.

"Kenapa Ra'? Kenapa kamu ngomong kaya gitu setelah kita sama-sama jatuh dan saling menangkap. Aku nggak pernah main-main sama perasaan aku Ra', kalau memang kamu jatuh karena aku, aku siap tanggung jawab." ucap Dewa sambil mengatur nafasnya yang mendadak tidak teratur. Ia tidak berbicara banyak, tapi rasanya kalimat yang keluar itu begitu banyak mengeluarkan energi.

"Aku emang suka sama kamu, tapi dari awal aku nggak pernah berharap kamu punya perasaan yang sama Wa'!" katanya kali ini dengan nada agak meninggi.

"Kamu ngomong apa sih Ra'? Atau ini karena ucapan Irene yang macam-macam tadi pagi?" tanya Dewa membungkuk, menatap mata berkaca-kaca yang terbaring dihadapannya.

Tak ada jawaban, Dewa cepat menahan bahu Dara saat perempuan itu ingin berbalik, menghindari tatapan matanya.

"Kamu lebih percaya sama Irene daripada aku?" tanya Dewa lagi. Dara tak memandangnya sama sekali.

"Aku nggak tahu. Aku mau kamu fokus aja sama Irene. Masalah kalian belum selesai kan? Aku juga perempuan, nggak mungkin Irene mau datang jauh-jauh dari New York cuma karena minta balikan sama kamu."

"Jadi kamu percaya apa kata Irene?" tanya Dewa tak habis pikir. Ia sudah bisa menebak apa yang akan dipikirkan orang-orang jika mendengar pengakuan mantan tunangannya pagi tadi.

Tak menjawab, perempuan itu hanya diam tak bergeming, sesekali jarinya mengusap air mata yang turun tanpa suara. Dewa melepaskan tangannya dari pundak Dara, menghela nafas berat, merangkai kata untuk menjelaskan hal yang sebenarnya pada perempuan itu. Memasukan kedua jarinya ke saku celana, Dewa memejamkan mata lalu menatap penuh ke arah Dara.

Dewa Untuk Dara [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang