35. The Truth

646 93 1
                                    

As smart as a squirrel jumps, there will be times when it will fall

Kebenarannya: Sepandai-pandai tupai melompat, akan ada saatnya ia jatuh juga

-- Dewa --

MENATAP gundukan tanah merah itu sekali lagi, Dewa memegang kepala nisan yang terpasang diatasnya. Ada perasaan bersalah yang teramat besar kini direlung hatinya. Meski kematian adalah bagian dari takdir yang tidak bisa dihindari, Dewa merasa pak Dan masih berada di rumahnya sekarang jika saja malam itu ia tak meminta laki-laki itu mengantarnya.

"Ini salah aku Raa. Coba aja aku nggak minta Pak Dan nyupir malam itu, mungkin-" Ungkap Dewa terputus karena Dara menyelanya.

"Mungkin Pak Dan masih ada maksud kamu? Wa', orang meninggal itu nggak cuma karena dia tabrakan, tapi karena udah waktunya beliau pulang. Sekarang kita cuma bisa do'ain beliau yang terbaik."

Dewa mengangguk pelan mendengar nasihat Dara. Disaat seperti ini, ia memang butuh sosok sepertinya.

"Dan mungkin aku nggak akan tahu hal yang sebenarnya. Aku nggak akan tahu kelakuan Fara sama Papa yang sebetulnya. Raa? "

Perempuan itu menatapnya sambil membantunya berdiri.

"Kamu tahu kan dimana rumah sakit tempat mamanya Fara?"

"Emm... Dirumah sakit umum yang biasanya kamu bawa aku." Jawabnya lalu membantu Dewa berjalan. Subuh tadi, pagi-pagi sekali ia mengajak Dara ke rumahnya untuk mengambil mobil. Dengan begitu, mereka mudah jika ingin bepergian kemana-mana.

"Kamu mau bantuin aku bongkar semuanya kan?"

"Maksud kamu?"

"Kalau semuanya terbukti, jantung dan mataku sekarang bukan dari mamanya Fara, itu berarti Pak Andara sudah nipu aku dan orang-orang Raa. Papa bilang ke semua orang kalau istrinya meninggal dalam kecelakaan itu. Padahal enggak." Ucap Dewa tak habis pikir.

Perempuan itu hanya mengangguk pelan, lalu meraih lengannya, dan membantunya berjalan untuk keluar dari area pemakaman. Dewa tahu Dara masih ragu dengan rencananya ini, perempuan itu bilang tadi malam, bisa saja perempuan dirumah sakit adalah tante atau perempuan yang dipanggil Fara dengan sebutan mama.

"Sorry yaa Ra, aku jadi ngerepotin kamu terus sekarang." Ungkap Dewa tak enak karena Dara harus membimbing bahkan menyetirkan mobil untuknya.

"Nggak papa. Santai aja." Sahutnya masih sedikit datar. Namun itu sudah cukup bagi Dewa daripada Dara tak mau bersuara.

Baru beberapa meter mobil itu berlalu dari parkiran, Dara menghentikannya ke pinggir jalan karena ponselnya berdering.

"Aku angkat telfon bentar yaa..." Katanya memberikan penjelasan lalu menatap layar ponselnya sedikit lama. Dewa menatap Dara yang seperti tengah berpikir, membuatnya jadi penasaran siapa yang menghubungi perempuan itu.

"Siapa Raa? Kok nggak langsung diangkat?" Tanya Dewa membuat Dara menoleh cepat dan tersenyum tipis.

"Ini mau ngangkat." Sahutnya lalu menempelkan ponsel itu ke telinga tanpa menyalakan loudspeaker. Padahal Dewa benar-benar penasaran siapa yang menelfon dan apa yang dibicarakan.

Dewa Untuk Dara [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang