44. Terbukti Bersalah

692 83 1
                                    

Tidak ada sidang, Dewa juga tak berniat membela diri mati-matian didepan orang-orang yang ikut hadir diruang itu. Ia hanya menjelaskan semuanya, semua yang terjadi tanpa menambahkan atau mengurangi jalan cerita.

Tertunduk, Dewa berdiri didepan para tamu termasuk Dara dan Davin yang tepat duduk tepat lurus dihadapannya. Tersenyum tipis, Dewa mengangkat kepalanya pelan dan langsung menatap Dara yang detik itu juga ternyata tengah menatap ke arahnya.

"Aku akan menceritakan kejadian kemarin pagi dengan sejujur-sejujurnya. Aku tidak peduli meski kalian tidak percaya. Tugasku didepan sini hanya memberikan penjelasan kejadian kemarin, bukan membela diri. Aku tahu sangat sulit untuk membuktikan bahwa aku tidak bersalah." Mulai Dewa tanpa mengalihkan tatapannya dari mata Dara yang juga enggan beralih rupanya. Entah apa yang ada dipikiran perempuan itu. Mata sayu dan sipit itu menunjukan betapa tersiksa ia melewati satu malam setelah kehilangan seseorang yang paling disayang.

"Maaf, kami disini ingin mendengarkan penjelasan anda soal peristiwa kemarin. Bukan tentang curhatan anda. Tentu saja kami semua tidak percaya. Aku sendiri yang menyaksikan kejadian kemarin pagi. Bahkan Dara, cucu korban pun melihatmu melakukan pembunuhan itu!"

Sedikit beralih, bukan hanya Dewa, tapi semua mata kini memandang ke arah laki-laki yang duduk disebelah Dara dengan mata menyala-nyala emosi. Davin baru saja memecah keheningan setelah Dewa menyampaikan apa yang sekarang tersimpan di hatinya.

"Maaf Pak Davin, tersangka masih memiliki waktu banyak untuk menyampaikan. Silahkan anda tanggapi setelah kami berikan waktunya." Tegur salah satu polisi yang berjaga didalam. Dewa menarik nafas pelan lalu kembali menatap ke arah Dara.

"Aku tahu semua orang diruangan ini pasti berpikir yang sama. Aku sudah membunuh korban, nenek dari perempuan yang kemarin ingin ku lamar sebagai istri secara resmi. Sebelumnya aku ingin bertanya, apa diantara kalian memiliki alasan kuat kenapa aku sampai tega melakukan itu? Kamu tahu jawabannya kan Raa..." Ucap Dewa tanpa menunggu reaksi dari orang yang hadir menimpali pertanyaanya. Kalimat itu memang ia khususkan untuk Dara. Karena perempuan itu yang tahu persis seperti apa hubungannya dengan Davina.

"Kedua, ketika seseorang menyalakan lampu di waktu senja, belum tentu orang itu lagi yang mematikannya dipagi hari. Semua orang yang memiliki tangan bisa melakukannya. Aku memang yang menarik pisau itu dari perut nenek Davina karena saat itu aku benar-benar tidak tahu harus melakukan apa ketika melihat wajahnya yang begitu kesakitan. Bahkan saat aku datang, jemari nenek Davina sudah memegangi pisau yang tertancap di perutnya, dia berusaha mencabutnya. Itulah kenapa aku nekat mencabut pisau itu karena aku pikir hal itu akan mengurangi sakit yang dirasakannya. Aku sama sekali tidak menusukan pisau itu diperutnya." Ungkap Dewa panjang apa adanya.

"Kalaupun aku melakukannya, aku rasa aku adalah penjahat paling bodoh. Bagaimana bisa aku melakukan itu secara terang-terangan. Bagaimana bisa aku melakukan itu disaat aku tahu kalau suasana dirumah kemarin pagi begitu ramai. Bagaimana mungkin aku melakukan itu pada nenek dari perempuan yang aku cintai!?" Tambah Dewa kali ini dengan suara meninggi, emosinya benar-benar tak bisa di kontrol.

"Kalau pun aku sudah merencanakan itu semua, aku bisa melakukan jauh-jauh hari saat Dara tidak ada di rumah dan kafenya sepi. Atau kemarin pagi aku langsung masuk tanpa menunggu di dapur. Aku akan menusuk nenek Davina dan langsung kabur. Tapi aku tidak melakukan itu, karena aku memang tidak pernah melakukannya." Lanjut Dewa lalu tertunduk dan menatap sayu pada Dara yang menatapnya datar tanpa ekspresi.

"Aku tahu penjelasan ini belum cukup buat kamu percaya sama aku Raa. Kamu tahu aku, kamu kenal aku kan, kamu pasti tahu aku nggak mungkin sekeji itu sama nenek." Ucap Dewa sebelum penjaga diruangan itu menyuruhnya untuk duduk dan berhenti menjelaskan.

Dewa Untuk Dara [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang