13. Penyebrangan Pagi Hari

875 88 0
                                    

Meski masih belum tenang dengan kejadian tadi pagi, Dara memaksakan diri bersikap sewajarnya saat keluar ruangan pimred sekitar jam sebelas tadi.

Seperti tebakannya sebelum langkahnya berada satu meter didepan pintu si pimred, puluhan mata diruang kerja umum 75% memandang ke arahnya. Terutama Ibu Dewi yang berjalan menghampirinya. Dara hanya bisa nyengir saat itu, dia bingung apakah pegawai dikantor itu tidak sadar kalau semua pergerakan mereka diawasi pimred dari dalam ruangannya.

Dara sendiri, setelah kejadian diluar dugaan pimred itu berupaya melindunginya. Dara maupun laki-laki pemilik ruangan itu tak ada bersuara sedikitpun, bahkan batuk dan berdehem pun tak terdengar sama sekali. Dara sendiri mengatur sepelan mungkin pita suaranya ketika kecoak-kecoak coklat satu persatu mengagetinya keluar dari dalam kardus.

Bahkan ketika Dara selesai membersihkan lembaran berkas yang kembali memenuhi si kardus, ia langsung pamit pada pimred itu untuk keluar lantaran sudah waktunya istirahat siang.

"Kok bisa sih- tadi pagi Pak Dewa meluk-meluk kamu?"

Dara mengangkat kepala ketika manusia disebrang mejanya mengajak bicara. Davin sengaja mengajaknya makan siang ditempat yang cukup jauh dari kantor. Bukannya memberikan pertanyaan yang bisa membuat otak Dara sedikit tenang gara-gara kejadian tadi pagi, Davin jauh-jauh membawanya makan siang malah menanyakan hal yang barusan juga dilamunkannya.

"Bukan meluk kali Dav, Pak Pimred mungkin cuma mau ngelindungin aku dari kardus. Lagian-" kata Dara tertahan lalu mengisap juz melonnya sebentar. Baru berbicara sedikit soal hal yang kita dihindari memang membuat kerongkongan jadi cepat kering. "Lagian- aku yang salah kok. Berdiri nggak liat-liat." aku Dara tak ingin Davin membahas lebih jauh masalah tadi. Seandainya saja dia tidak berdiri saat mendengar suara pimred itu, tentu kardus itu masih ditahan oleh tangannya.

"Tapi kamu beneran nggak papa kan? Tuh orang benar-benar, baru datang sudah bikin masalah!" lagi-lagi Davin masih membahas soal pimred itu.

"Nggak papa kok. Udahlah Dav, nggak usah dibahas. Nggak baik gosipin atasan." celetuk Dara yang jadi kesal. Bukannya membuat dia tenang, Davin malah mengajaknya membahas hal yang sedang mengganggu pikiran Dara.

"Ma-sa-lahnya itu Dar! Pak Dewa itu udah tau tempat kardusnya tinggi, kenapa dia nyuruh kamu yang ngambil coba? Kenapa nggak ambil sendiri? Kan badannya tinggi, terus kata orang-orang kekar juga?! Masa ngambil kardus aja kamu yang disuruh!" katanya kali ini lebih panjang dan nada suara meninggi.

Dara kembali menyedot minumannya lalu menarik nafas panjang untuk menjawab ocehan Davin.

"Dav, stop nyalahin pak pimred. Please... Aku nggak mau masalah ini tambah lebar kemana-mana. Beliau nyuruh aku ngambil kardus, itu karena emang aku ditugasin Ibu Dewi buat bantuin Pak Pimred bersihin ruangannya. Dan pas beliau nyuruh aku ngambil kardus, Pak Pimred juga nggak lagi santai, dia lagi bersihin rak buku didekat mejanya." jelas Dara menatap laki-laki disebrang mejanya yang mendengarkan dengan wajah tak terima.

"Aku kayak gini- karena aku belain kamu Dar. Hari ini kamu hampir ketindis kardus gara-gara dia, besok-besok!?" sahut Davin bertambah kesal rupanya. Jika suasananya seperti ini, Dara sendiri yang serba salah. Dia memang senang ketika Davin mengkhawatirkannya, namun tidak baik juga kalau terlalu care seperti saat ini. Apalagi sampai menyalahkan Pak Pimred yang jelas-jelas tadi itu menarik Dara agar tak kejatuhan kardus.

Sedikit canggung, Dara memberanikan meraih tangan Davin agar laki-laki itu percaya kalau dirinya tidak perlu dikhawatirkan berlebihan seperti ini.

"Dav... Nggak ada yang perlu dibela dan disalahin dalam masalah tadi. Semuanya murni kecelakaan. Jadi- lupain aja masalah ini. Aku nggak papa kok, baik-baik aja." kata Dara seraya mengeratkan genggamannya pada jemari Davin sebentar, lalu melepasnya kembali. "Yuk balik ke kantor, lima menit lagi jam istirahatnya habis." ajak Dara sambil berdiri. Begitupun Davin yang melakukannya sambil terdiam. Dara tidak mau berpikir macam-macam apa yang sedang ada dipikiran sahabat kecilnya itu. Jadi ia memilih ikut diam juga.

Dewa Untuk Dara [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang