39. Not Believe

633 79 0
                                    

MELANGKAH dengan pikiran bingung, Dara sampai tak mendengar saat Davin menegurnya. Langkahnya terlalu cepat melangkah keluar, mencari mobil Dewa yang sudah tidak ada lagi dihalaman kafenya. Mendadak saja perasaannya menjadi tidak enak, ia juga tidak mengerti apakah yang menyerangnya kali ini adalah bentuk kekhawatiran atau cemburu yang tiba-tiba datang.

"Pak!" Panggil Dara pada salah satu tukang yang sedang bekerja. Laki-laki separuh baya itu menoleh, membuka helm plastiknya.

"Kenapa Mbak?"

"Liat Pak Dewa nggak? Tadi saya tinggal bentar, ngambil minum, terus nggak ada lagi." Tanya Dara. Tukang itu sejak tadi bekerja diluar, otomatis ia tahu Dewa kemana.

"Oh... Liat. Sekitar sepuluh menit tadi keluar terus pergi naik mobilnya ke arah sana." Tunjuk tukang itu lurus ke depan.

Dara mengernyitkan dahi sedikit bingung. Dewa kemana hingga membawa mobilnya ke arah sana, seharusnya laki-laki itu berbalik untuk menemukan jalan raya umum. Lurus memang tembus ke jalan raya juga, namun bukan jalanan yang biasa ia lalui.

"Oh... Makasih yaa Pak." Ucap Dara lalu berlalu dan masuk dengan pikiran sibuk bertanya-tanya.

Teman kencan? Rasanya ia tidak percaya mendengar pengakuan perempuan yang barusan mengangkat ponselnya Dewa. Meski baru beberapa bulan mengenal Dewa, Dara cukup yakin laki-laki itu tidak mungkin melakukan hal-hal yang biasanya dilakukan pria brengsek tak berpendidikan.
Dimatanya Dewa sosok yang dewasa, sangat malah.

"Jalan jangan bengong."

Dara menoleh saat mendengar Davin menegurnya. Meski meyakinkan diri bahwa Dewa adalah pria dewasa yang bisa ia percaya, tetap saja perkataan sedikit perempuan tadi membuat otaknya tak bisa berpikir jernih sekarang. Bahkan otot-otot diwajahnya terasa membeku tak bisa mengekspresikan apa-apa. Alhasil, ketika menatap Davin, Dara hanya bisa menatap teman kecilnya itu dengan wajah datar.

"Hah? Siapa yang bengong" Elak Dara dimenit kedua setelah otaknya mulai mencerna apa yang dikatakan Davin barusan. Bahkan ia memaksa dua sudut bibirnya tertarik, tertawa paksa.

"Kamulah. Kamu kirain aku nggak liat, dari awal kamu jalan mukamu itu udah kaya orang kebingungan." Ceplos Davin lagi.

Dara tertawa tipis sambil menggaruk pelan sisi kepalanya yang mendadak gatal. "Keliatan banget yaa." Cengir Dara sambil menghela nafas. "Ngomong-ngomong, waktu kamu datang liat Pak Dewa disini nggak Dav?" Tanya Dara akhirnya karena tak bisa menyembunyikan perasaan aneh didadanya.

"Jadi kamu itu celingak-celinguk, mondar-mandir, cari Pak Dewa. Nggak nanya dari tadi sih! Tadi waktu aku datang dia pergi terus bawa mobilnya. Nggak ngomong apa-apa sih, kayaknya habis ditelfon orang, terus buru-buru pergi." Katanya.

Dara mengangguk-angguk sambil mencoba mencerna semua informasi yang ia dapatkan. Mengolah informasi yang paling mendekati benar.

Dewa pergi terburu-buru pergi setelah mendapat telfon. Sedang yang barusan mengangkat ponsel pria itu adalah seorang perempuan yang mengaku sebagai teman kencan. Itu berarti-

"Kamu bisa anterin aku sekarang nggak Dav?" Tanya Dara setelah menyimpulkan bahwa ada yang tidak beres terjadi pada Dewa.

"Kemana?" Tanya laki-laki itu bertepatan dengan Davina yang datang dengan dua buah mangkok berisi sup udang.

"Eh, ada Davin juga." Tegur Davina ramah seraya mengulurkan jemarinya ketika Davin hendak salim. "Dari tadi? Dara nggak ngomong kalau kamu mau kesini. Nggak kerja hari ini?" Sederet pertanyaan langsung terlontar dari bibir perempuan itu. Bahkan Dara sendiri baru menyadari bahwa Davin seharusnya berada di kantor detik ini, bukan malah di kafenya.

Dewa Untuk Dara [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang