19. Pertanyaan-Pertanyaan

733 79 2
                                    

Jika biasanya Dara akan cengengesan saat merasa bersalah pada Davin. Kini dia hanya bisa mengatup bibir rapat dengan perasaan luar biasa tidak nyaman ketika menghampiri laki-laki itu.

Merasa bersalah? Tentu saja. Dara pikir dia siapa? Seenaknya diantar jemput Davin lalu seenaknya juga tanpa kabar. Tidak memberitahu kalau dirinya berangkat duluan.

Sampai didekat mejanya, belum menyampaikan permintaan maaf atau sekedar menyapa konyol, Davin langsung berlalu ke mejanya tanpa berkata apa-apa. Dara ingin mengejar, mengingat dimana dia sekarang, rasanya itu akan seperti drama korea tidak laku yang akan ditertawakan seisi pegawai kantor. Dara hanya bisa duduk cepat dikursinya dan menoleh sekilas menatap punggung Davin yang sudah tenggelam terhalang meja kerja pegawai lain.

"Kamu nggak lagi dapat masalah kan sama Pak Dewa?" tegur seseorang.

Dara terkejut ketika menoleh dan mendapati Pak Sugi sudah berlabuh didekatnya dengan kursi pegawai yang memang dilengkapi roda. Kebetulan, letak meja kerja Dara ada dipinggir, tempat yang menjadi lalu lalang pimred saat keluar masuk. Itulah kenapa, Pak Sugi bisa dengan leluasa mendorong kursi yang didudukinya dengan lincah.

"Enggak kok Pak. Aman." dusta Dara sambil tersenyum lebar dan mengangkat jari. Pasti karena dirinya cukup lama ditahan pimred aneh itu, Pak Sugi mengira Dara terkena masalah serius.

"Oh... Saya kira kamu berurusan sama pimred. Soalnya dari tadi dia ngeliatin kamu." kata Pak Sugi tanpa ekspresi menggoda lalu pamit berlalu ke meja kerjanya. Terdorong rasa penasaran yang merong-rong ingin membuktikan, Dara memberanikan memutar leher ke arah dinding kaca yang memang langsung berhadapan dengan posisi kerjanya.

Tidak. Laki-laki itu sibuk dengan laptopnya.

Dara mencebikkan bibir sambil menatap layar komputer yang belum menyala dihadapannya. Bayangannya terlihat jelas disana. Dara menatap dalam, semakin dalam, semakin masuk, semakin rusak pupil matanya. Dara mendelik tiba-tiba lalu menutup wajahnya sendiri. Kenapa semakin lama, malah wajah pimred aneh itu yang ada dilayar komputernya?

Dengan gerakan kasar Dara menekan tombol on untuk menyalakan komputer itu. Tak lama, Katrina datang dengan sebuah flashdisk ditanganya.

"Ini di dalam ada beberapa model baju. Kamu pas sin aja sesuai temanya. Nanti kita cocokin sama punya aku." kata Katrina ramah. Berbincang sebentar tentang apa yang Pimred lakukan padanya tadi pagi. Katrina kembali ke mejanya.

Dara sengaja memutar sedikit komputernya agar kepalanya tak menoleh kemana-mana, khususnya ruangan si pimred.

Dengan begitu, dirinya jadi sedikit lebih tenang dan nyaman. Baru beberapa menit merasa tak terganggu, suara ketukan cukup keras membuat Dara menoleh. Tak hanya dia, semua pegawai diruangan itu juga tengah menatap ke arah yang sama. Tampak Fara berjalan anggun dengan high heelsnya yang Dara perkirakan sekecil pulpen dimejanya dan setinggi pensilnya yang baru diraut seperempat.

"Dewa ada didalam?!" tanyanya pada kami semua. Ibu Dewi sebagai pegawai tertua pun berdiri dan mengatakan kalau pimred ada di ruangannya. Tanpa berucap terima kasih, Fara berlalu dari hadapan kami dan berjalan cukup terburu-buru menuju ruangan pimred. Karena perempuan cantik itu lewat didekatnya, tentu saja Dara melayangkan senyuman. Bagaimanapun, mereka bekerja sama kan dalam hal pemotretan?

Melirik sedikit tanpa membalasnya. Dara hanya bisa tertunduk lalu mensenyumi dirinya sendiri. Terlalu tinggi berharap model cantik itu bersikap ramah padanya adalah kesalahan yang tidak pernah Dara sadari. Prinsipnya, berbaik pada orang lain itu harus, orang lain tidak baik padanya itu bukan urusan Dara.

Tidak tahu matanya sudah mulai hobi mengintip atau tidak sengaja, Dara menghela nafas melihat bagaimana Fara bergelanyut dipundak pimred yang masih fokus pada layar laptopnya. Saat bibir merah Fara mencium pipi atasannya itu, Dara cepat mengalihkan mata dengan nafas memburu.

Ya ampun...

Meski Fara adalah publik figur yang sudah dikenal banyak orang, bukankah akan lebih baik melakukan hal-hal yang mengarah konten dewasa itu ke tempat tidak terbuka seperti ini. Apa mata Fara tidak bisa membedakan mata kaca tembus pandang dengan dinding yang tidak terlihat? Atau, memang seperti itu orang-orang jenis mereka. Bermesraan dengan pasangan dihadapan khalayak adalah suatu kebanggaan.

Dara lagi-lagi mencebik kesal dan sekarang memutar komputer dan kursinya 90 derajat membelakangi dinding kaca itu. Dengan begitu, otak Dara tidak akan terkontaminasi dengan hal-hal yang masih abu-abu untuk dirinya. Sebagai mantan pekerja paruh waktu yang rajin, dia memang tidak pernah melakukan hal-hal yang menurut Dara hanya bisa dilakukan setelah berstatus suami istri. Salah, jangankan melakukan, berniat pun Dara tidak pernah terpikir.

Untuk lebih fokus pada layar komputer, tidak ingin mendengar gosip kanan kiri yang tengah membicarakan pimred dan Fara yang katanya baru kali ini melakukan hal seromantis itu. Dara memasang headset yang selalu ia bawa ditasnya. Minimal menjadi penguat sabar saat ada sesuatu yang membuatnya harus menunggu tanpa kerjaan.

Cukup lama, Dara menggerakan batang lehernya dengan gerakan mematah ke kiri dan kanan. Menggerakan pundaknya yang lumayan pegal. Pekerjaannya baru saja selesai.

Dara mengucek mata sambil menatap sekitar. Terlalu fokus ternyata tidak baik juga, sekarang lihatlah bagaimana ruangan itu tidak seramai tadi, hanya tersisa beberapa orang manusia yang masih berkutat dengan komputer sama seperti dirinya.

"Udah selesai?"

Dara langsung memutar kursinya ke tempat yang benar. Davin duduk menungguinya.

"Makan yuk." ajaknya pendek.

Dara tersenyum lalu mengangguk cepat. "Kamu nggak marah kan? Tadi pagi aku beneran lupa ngasih tahu Dav. Soalnya Pak Pimred malam banget ngirim pesannya-" oceh Dara lalu tiba-tiba terhenti. Soal chatt, ngomong-ngomong dia juga lupa membalas laki-laki dihadapannya ini. "Ya udah yuk..." ajak Dara lalu tergesa-gesa berdiri, tidak membiarkan Davin bertanya macam-macam, misalnya-

Emang pimred itu ng-chatt kamu?

Kapan kalian tukeran nomor wa?

"Itu... Dibiarin nyala aja?" tunjuk Davin pada komputer yang arahnya masih belum Dara betulkan. Dara hanya cengengesan mendapat teguran dari orang yang baru saja ia gosipkan dalam otaknya.

"Ini mau dimatiin." sahut Dara lalu bergegas men-shutdown komputer dan mencabut beberapa kabel yang tidak perlu dialiri listrik.

Sebelum berlalu dari mejanya, Dara menyempatkan matanya menatap, sedikit menelusup ke ruangan pimred. Mendapati pemiliknya menatap keluar ruangan juga, Dara langsung membuang pandang.

"Yuk." kata Dara lalu berjalan menuju pintu utama kantor. Sedikit terkejut saat tangannya yang terayun digenggam Davin yang juga berjalan disebelahnya.

Dara menoleh kiri kanan. Tak ada yang melihat mereka bergandengan tangan kan? Lagipula, sepertinya yang Davin lakukan tidak semenjijikan yang dilakukan oleh Fara dan Pimred tadi pagi.

Sambil berjalan, Dara malah merutuki otak dan ingatannya sendiri.

Aih...

Kenapa yang dilakukan dua manusia kelas atas itu seperti film dewasa yang berputar ulang diingatan Dara. Dan anehnya lagi, itu membuatnya mencebik kesal hingga beberapa kali.

"He is crazy boss!" teriak Dara yang tak bisa juga menghindarkan wajah pimred aneh itu dari ruang ingatannya. Untungnya dia sedang berada didalam lift.

"Siapa?"

Dara tersenyum konyol mendapati Davin ada bersamanya saat ini.

"Pak Dewa?"

Bodohnya Dara menggeleng, membela.

"Terus?"

"Lirik lagu. Lupa lirik lagu. Jadi kesel aja." sahut Dara asal dan langsung keluar dari pintu lift yang kebetulan terbuka.

©©©©©©©©©©

Jangan lupa:

Vote dan Komen

Follow juga wattpad authornya 💃

🌴 Jangan lupa tersenyum 🌴

Dewa Untuk Dara [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang