"Belum, emang kenapa?" sahutnya dengan tatapan tulus yang masih sama.
Davin menghela nafas lalu tersenyum. Terlalu cepat rasanya jika mengatakan isi perasaannya pada Dara malam ini. Mereka baru saja bertemu kembali setelah sembilan bulan tak pernah saling sapa.
"Emm... Nggak papa Dar. Kirain ada pacar kamu. Entar aku pulang dari ngaterin kamu, bisa-bisa nggak selamat." jawab Davin sembarang.
Perempuan disebelah Davin itu tampak menghembuskan nafas kasar ke udara. Davin paham ada hal yang membuat teman kecilnya itu terganggu dengan pertanyaannya barusan.
"Aku berharap banget- suatu hari nanti ada cowok yang tulus suka sama aku bukan karena visualisasi." katanya pelan lalu tertawa dan menatap Davin. "Kamu sendiri? Harusnya kamu cerita dulu tau Dav. Aku paling anti kalau dilabrak..." katanya lagi.
Davin tertawa tipis. Sembilan tahun ini dia memang sudah beberapa kali pacaran. Namun perasaannya tidak setulus untuk perempuan disebelahnya.
"Udah putus kok. Aku juga gak pernah serius kalau pacaran sama mereka." aku Davin jujur. Ada perasaan tak enak saat mengatakan hal itu. Davin takut Dara akan berpikir macam-macam dan menjauhinya, ternyata itu diluar praduga.
"Dasar! Untung aja aku gak pernah ketemu cowok sejenis kamu Dav." katanya seperti itu seraya terkekeh. "Kamu itu bukan anak kecil lagi Dav, masa masih main-main dalam sebuah hubungan." komentarnya lagi, kali ini terdengar serius, menasihati.
Davin termenung sebentar sebelum tahu kalimat apa yang harus dikatakan. "Justru- karena pacarannya nggak serius gitu, aku jadi nggak ngelakuin hal-hal yang berlebihan kayak orang lain. Paling jauh, yaa pegangan tangan kayak gini." jawab Davin sambil meraih jemari Dara tiba-tiba. Perempuan itu tampak tersentak dan kaget dengan perlakuannya. Padahal dulu, hampir setiap hari Davin dan Dara berpegangan saat sedang bermain bersama.
"Eh- sorry Dav. Kita udah dewasa, bukan anak kecil lagi. Aku juga selama ini paling jauh saliman sama cowok. Jadi agak aneh aja waktu kamu tiba-tiba megang. Sorry banget yaaa..." katanya dengan wajah tak enak dan serba salah.
Mendengar itu, Davin bisa mengambil kesimpulan kalau Dara sembilan tahun ini tidak pernah berpacaran dengan laki-laki manapun.
"Kamu beneran nggak mau lebih kelihatan fresh Dar. Lagian kan, make up itu wajar aja untuk perempuan seusia kamu. Apalagi kamu kerja di kantor majalah fashion." kata Davin mencoba mengubah jalan pikiran Dara yang masih menolak merubah dirinya dengan sedikit riasan.
Jujur saja, meski perasaannya begitu kuat, sisi logika Davin terkadang gengsi dan ilfiil mengakui perasaan itu. Apalagi jika ketahuan teman-teman dan orang-orang disekitarnya. Bisa saja mereka menghina dirinya tidak laku, atau malah menganggap Dara melakukan hal-hal aneh untuk mendapatkannya.
"Enggak Dav. Selagi hal ini buat aku nyaman dan nggak ganggu siapapun. Kenapa aku mesti berubah." katanya masih keukeh dan tak tertarik sedikitpun pada perkataan Davin. "Lagian-" katanya tertahan lalu meluruskan batang lehernya menatap kendaraan yang berlalu lalang dijalan raya.
"Aku percaya Dav, semua makhluk itu ada pasangannya masing-masing. Ngapain aku dandan cantik kalau hal itu malah bikin cowok tertarik?" katanya lagi yang membuat Davin termenung. Dara benar-benar sosok dewasa dan bijak dalam menjalani hidup. Tidak perduli hal itu bertentangan dengan jaman.
Tr...tr...
Getaran ponsel membuat Davin beralih dari lamunannya. Ujung matanya melirik malas ke layar ponsel yang baru saja menyala. Notifikasi pesan nampak bermunculan dibagian atas ponselnya.
Rencananya, seperempat menit tadi Davin ingin memasang masker untuk melembabkan wajahnya. Namun teringat Dara, Davin jadi melamunkan kata-kata Dara yang malah membuat rasa kagumnya bertambah berkali-kali lipat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dewa Untuk Dara [✔]
Fiksi PenggemarDara selalu percaya pada hukum alam tentang makna pertemuan pertama, kedua, hingga ketiga dengan orang yang sama. Ia percaya, setelah itu akan ada pertemuan berlanjut hingga tidak tahu bagaimana akhirnya. Pertemuannya dengan Dewa, Pimred tampan dan...