46. Siapa Pembunuh Sebenarnya?

843 91 0
                                    

DARA kira hanya Davin yang mengganggu masa tenangnya, ternyata beberapa orang yang mendengar berita mengenai penusukan neneknya juga membuatnya harus tertahan di supermarket hingga hampir dua jam karena harus menjawab pertanyaan-pertanyaan seputar itu.

Dan kekesalannya itu semakin menjadi-jadi saat melihat Davin sudah memarkirkan motornya dihalaman kafe. Padahal Dara sudah bilang untuk tak usah menghubunginya saat pertengkaran didepan kantor polisi beberapa hari lalu.

Mempercepat langkah untuk segera masuk ke rumahnya, rupanya Dara kalah cepat dengan Davin yang sudah menahan lengannya duluan. Segera ia berbalik dan menarik lengannya kasar.

"Berapa kali sih aku harus kasih tahu kamu Dav, aku butuh sendiri. Aku nggak mau ngobrol atau ketemu siapapun!" Ucap Dara dengan nada tinggi. Dia juga tidak mengerti mengapa secepat itu mengalami perubahan, dari anemia ke hipertensi seperti ini.

"Kamu kenapa sih Dar? Aku ke sini karena aku khawatir sama keadaan kamu! Aku sayang sama kamu, kamu ngerti dong!"

Dara menatap mata Davin dalam, entah sejak kapan ia tak merasakan apa-apa lagi. Bahkan kalimat yang diucapkan teman kecilnya itu sama sekali tak menyentuh perasaannya. Biasanya Dara paling tak bisa mendengar ucapan seperti itu, terlebih dari orang yang memiliki hubungan dekat dengannya.

"Kalau kamu emang sayang dan peduli sama aku, harusnya kamu nggak ke sini Dav! Harusnya kamu ngerti kalau aku nggak mau diganggu sama siapapun sekarang. Termasuk kamu!" Balas Dara mengungkapkan apa yang diperintahkan otak dan perasannya.

Beberapa detik mereka sama-sama diam. Dara sendiri tak merasa menyesal sudah mengatakan kalimat dengan kata dan nada yang tak seharusnya itu.

"Kamu kayak gini karena Dewa kan?" Ucap laki-laki itu pelan sambil tertawa miris. Dara yang tak mengerti hanya menatap tak mengerti dengan yang dikatakan Davin barusan.

"Kamu bersikap gini ke aku karena kamu masih cinta sama Dewa dan kamu belum bisa gantiin posisi dia dihati kamu untuk laki-laki lain." Katanya lagi cepat dan pelan.

Kini gantian Dara yang tersenyum tipis sambil menggelengkan kepala pelan. "Kamu kenapa sih? Setiap kita kaya gini, kamu pasti bawa-bawa Dewa?! Kamu bilang aku masih cinta sama dia! Kamu bilang aku masih berharap sama dia! Kamu kenapa sih Dav!? Bisa nggak- nggak usah bahas Dewa! Lagian nggak ada kaitannya juga kan sama kamu!" Sahut Dara yang tak mengerti kenapa Davin selalu seperti ini jika mereka sedang beradu mulut.

"Kamu bohong Dar! Jelas banget kamu masih mikirin Dewa!"

"Kalau iya emang kenapa?!" Pekik Dara tak kalah kesal. "Masalah buat kamu kalau aku masih mikirin Dewa! Bahkan sampai sekarang aku masih nggak bisa percaya Dewa yang udah bunuh nenek aku! Dan apa kamu pikir aku seneng sama semua ini! Kalau aku bisa milih, aku juga nggak mau mikirin Dewa, Dav!" Ungkap Dara apa yang ada dipikiran dan perasaannya.

Beberapa menit mereka sama-sama diam. Dara sendiri sedikit lega sudah mengatakan hal yang beberapa hari ini memang bercongkol dalam dirinya.

"Karena itu aku ke sini Dar. Aku akan bantu kamu lupain Dewa." Kata Davin pelan dan lebih bersahabat.

Dara tersenyum tipis lalu menatap Davin sambil menggeleng. "Kamu nggak perlu bantuin aku apa-apa Dav. Mulai sekarang aku pingin sendiri dan aku nggak bisa percaya sama siapapun. Please kamu ngerti..."

Lagi-lagi suasana hening tercipta. Hingga semenit mereka tak saling angkat bicara. Hingga satu kalimat Davin berhasil membuat Dara cukup terkejut.

"Apa aku nggak bisa gantiin Dewa dihati kamu Dar? Apa selamanya kamu kaya gini hanya karena Dewa? Kamu bisa rubah perasaan dan hidup kamu mulai hari ini. Kita lewatin semuanya sama-sama."

Dewa Untuk Dara [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang