29. Jujur Lebih Baik

657 82 4
                                    

That is True, in certain situations, lying can save a relationship; and honestly destroy it. But still, choose honesty. Then let the rest flow like water, you may still be happy even though you are not together.

Kejujuran: Itu benar, dalam situasi tertentu, dusta bisa menyelamatkan hubungan, dan jujur malah menghancurkannya. Tapi tetap saja, pilihlah kejujuran. Maka biarkan sisanya mengalir seperti air, bisa jadi akhirnya tetap bahagia meski tak bersama.

--- Tere Liye ---

SEMUANYA sedang tidak baik-baik saja. Meski malam tadi ia bisa terbilang dalam keadaan setengah sadar, Dara masih bisa mengingat dengan jelas pertikaian antara Dewa dan Davin.

Sekarang semuanya benar-benar kacau, ia tak pernah menduga kalau hal seperti ini harus dilaluinya. Memilih diantara dua orang yang masing-masing memiliki posisi dalam hidup kita bukanlah hal mudah. Dara ingin mereka berdua baik-baik saja, meski harus merelakan dirinya yang kelak terluka.

"Dia hanya perlu beristirahat. Demamnya sudah turun, mungkin akan mengalami flu beberapa hari. Obat penambah darahnya jangan lupa rutin diminum" Jelas dokter yang dihubungi Davina untuk memeriksa keadaannya.

Sepeninggal dokter dan Davina yang sudah berlalu dari kamarnya, Dara mengangkat tubuhnya, duduk bersandar dikepala ranjang, menekuk kedua kakinya. Saat ini yang bisa ia lakukan hanyalah menenangkan dirinya, memeluk dirinya sendiri untuk menguatkannya.

"Ini belum terlambat. Terkadang jujur memang menjadi kalimat yang menyakitkan. Tapi manusia tidak punya pilihan. Hanya kejujuran lah yang membuat masalah cepat diselesaikan."

Dara mengangkat kepalanya saat mendengar suara Davina. Salahnya tidak mendengarkan ucapan perempuan itu untuk tidak pacaran dan tegas terhadap segala gejala perasaan yang sifatnya ragu-ragu.

"Maaf sudah bohongin nenek juga." Ucap Dara lalu memeluk Davina erat, terisak. "Seharusnya Dara dengerin omongan nenek buat nggak pacaran. Sekarang Dara nggak tahu gimana ngembaliin hubungan ini sama Davin kayak sebelumnya." Adu Dara terisak. Bisa dibilang, dibalik kejadian tadi malam, Davin adalah korban. Korban kebohongannya sebulan ini, bahkan sejak awal hatinya sudah menyangkal.

"Kamu sama Dewa?" Tanya Davina yang tak langsung dijawab Dara. Bohong jika ia hanya memikirkan bagaimana menjelaskan semuanya pada Davin. Justru hatinya sekarang sedang khawatir ingin tahu bagaimana keadaan pria itu. Babak belur dibawah guyuran hujan tentu sekarang sangat menyiksanya.

"Apa kamu mencintainya?" Tanyanya lagi meski Dara tak kunjung bersuara. Otaknya samasekali tak berniat menyusun kalimat untuk diucapkan. Pikirannya yang tak berhenti berpikir sudah cukup menyita sebagian besar energi.

"Nenek akan tenang kalau kamu menjawab iya. Dia tak hanya tampan dan dewasa, tapi juga baik. Entah kenapa, setiap dia berkunjung ke sini menemui ku, nenek merasa ada sesuatu yang sudah lama hilang, lalu tiba-tiba datang."

Dara menggigit bibirnya untuk meredakan isak. Ya, apa yang dirasakan Davina juga ia rasakan saat pertama tak sengaja bersitatap dengan Dewa. Bahkan saat laki-laki itu melakukan hal-hal yang tidak pernah Dara pikirkan, ia tidak mampu menolaknya, seolah kuasanya sudah diambil alih.

"Ya sudah, kamu istirahat. Nenek mau buka kafe dulu. Kamu sudah ngasih kabar ke kantor kan kalau hari ini nggak masuk?" Katanya lagi lalu melonggarkan pelukannya. Dara hanya mengangguk lalu menggenggam ponsel yang diberikan Davina.

Dewa Untuk Dara [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang