5. PT. Elia Mediatama Indonesia

1.2K 131 0
                                    

Dara menatap bangunan tinggi yang disebut-sebut sebagai pusat kantor PT. Elia Mediatama Indonesia yang sudah santer terdengar. Setelah membayar lebih biaya taksinya, Dara langsung turun dan berdiri dimuka gerbang yang memagari kantor itu. Dari informasi Ibu Rita, sekarang Dara harus mendatangi Pak Sanusi ke ruangannya. Dia adalah Editor In Chief di kantor ini, lebih tepatnya pemimpin redaksi dalam penerbitan majalah Elle.

Terdiri dari dua belas lantai, Dara langsung menuju lift untuk naik ke lantai tiga. Kantor yang menangani tentang majalah ada dilantai itu. Dara hanya mengangguk dan melempar senyum ketika melalui para karyawan kantor yang berjalan bak model, pramugari, dan lainnya.

Sampai dilantai tiga, ada lobi sedikit panjang yang ditelusuri Dara. Langkahnya terhenti dimuka pintu kaca cukup besar dengan tulisan Elle Fashion. Dara meneliti ke dalamnya, sedikit ragu untuk masuk. Bagaimana bisa ruangan pimpinan redaksi bergabung dengan karyawan lain. Padahal Ibu Rita bilang, ruangan pak Sanusi itu khusus hanya untuk dirinya. Hanya orang yang berkepentingan yang bisa masuk.

Ragu antara masuk apa tidak, Dara mendekatkan dirinya ke pintu itu. Memperjelas pandangannya, kemarin Ibu Rita sempat memperlihatkan laki-laki berjas rapi yang sudah bisa dibilang kakek-kakek itu.

"Kamu ngapain ngintip-ngintip ke dalam." ucap seseorang membuat Dara berbalik kaku. Dibelakang nya sudah berdiri perempuan cantik dengan aksesori berkilauan menghiasi seluruh bagian tubuhnya. Dara sedikit takut, suara perempuan itu lebih terdengar menyelidik tidak suka, bukan bertanya.

"Maaf Bu... Saya kesini mau ketemu sama pak Sanusi." sahut Dara memelankan suara, berusaha mengimbangi rasa gugupnya. Apalagi perempuan itu memandanginya dengan tatapan aneh.

"Kamu? Mau ketemu pak Sanusi? Mau ngapain?" katanya terdengar mengejek lalu tertawa. "Oh ya, jangan pernah panggil aku Ibu." katanya garang memperingatkan lalu berlenggang meninggalkan Dara yang masih berdiri didepan pintu.

Hufh...

Dara berulang kali mengambil dan menghembuskan nafas. Mencoba mengatur tingkat ketenangan dalam jiwanya. Perlahan tangannya meraih pengait pintu, mendorongnya sekuat tenaga. Pintu kantor itu sama beratnya dengan pintu di apotek. Perlu tenaga untuk bisa masuk.

Tak disangka, layaknya seorang putri dari kerajaan ternama, kehadiran Dara yang baru satu langkah berada didalam ruangan itu ternyata menyita belasan pasang mata manusia yang tengah sibuk bekerja.

Dara menunduk hormat. Sepercaya diri apapun dia, tempat ini adalah baru dan orang-orang yang ada didalamnya adalah penghuni lama.

"Selamat pagi semuanya. Mohon maaf mengganggu waktunya sebentar. Saya disini mau tanya ruangannya pak Sanusi." kata Dara keras dan seramah mungkin. Berharap ada salah satu diantara mereka yang segera menyahut, menjawabnya. Karyawan didalam ruangan itu terdiri dari beberapa pria, namun lebih banyak perempuan. Semuanya benar-benar terlihat sangat rapi, belum lagi tata letak ruang yang membuat siapa saja betah berada didalamnya. Dara sangat tidak sabar bisa bergabung dengan karyawan dikantor itu, meski bukan karyawan tetap.

"Oh-" kata salah satu diantara mereka seraya berdiri. "Ruangan pak Sanusi ada disitu mbak..." lanjutnya sambil menunjuk sebuah ruangan berkeliling kaca putih yang ada diujung ruangan ini.

Setelah mengucap terima kasih, Dara memberanikan diri melangkah semakin masuk kedalam ruangan. Untuk sampai diruangan pak Sanusi, Dara harus melewati meja-meja karyawan yang sedang bekerja.

"Maaf mbak... Sebelumnya sudah buat janji atau belum?" tanya seorang karyawan ketika langkah Dara hampir mencapai pintu ruangan pak Sanusi.

Dara menoleh menatap si penanya. "Sudah kok Pak. Saya juga disuruh sama Ibu Rita menemui beliau." jawab Dara. Melihat laki-laki berambut ikal itu mengangguk, Dara melanjutkan langkahnya. Beberapa dari mereka terdengar ber-oh pelan.

Belum Dara mengetuk pintu kaca itu, orang didalamnya sudah bersuara berat menyuruh masuk. Dara pun langsung membuka pintu dan duduk disebrang meja pak Sanusi setelah dipersilakan.

"Adara Ulani Ah-Ci? Usia 21 tahun? Lulusan SMK Tata Busana? Pengalaman kerja macam-macam?" katanya berentet sambil memegang tablet tipis yang lebar seperti buku tulis.

Dara tersenyum sambil mengangguk ke arah bapak itu. Sedikit bingung, tujuannya kesini untuk mengantar berkas data diri. Tapi pemimpin redaksi itu sudah mengetahui beberapa hal tentang dirinya dengan benar.

"Bu Rita sudah ngirim data diri kamu lewat online." akunya sambil tertawa. "Begini nak Dara, disini sangat dianjurkan untuk disiplin." katanya sambil menatap jam tangan.

Dara tersenyum sebisanya. "Maaf pak. Saya tadi sudah lama sampainya, tapi saya nggak tahu ruangan bapak." aku Dara jujur.

"Saya tadi liat kok kamu diam didepan sana. Lain kali langsung masuk aja. Untung kamu seumuran sama cucu saya, jadi saya nggak tega marahin..." kata pak Sanusi sambil menatap jam tangannya lagi.

Dara hanya tersenyum mengangguk-angguk. Dia sangat senang dengan sambutan hangat pak Sanusi terhadapnya.

"Oh ya, berkas-berkas nya taruh aja disini. Saya sebentar lagi ada rapat penting. Mau pensiun, udah ubanan." celetuknya cepat. Dara tak bisa menahan untuk tidak menarik kedua sudut bibir. Pak Sanusi sepertinya tipe pemimpin yang humoris.

"Pak Sanusi beneran mau pensiun?" tanya Dara tanpa bisa dicegah. Baru pertama kali bertemu pak Sanusi, Dara merasa pas dan betah dengan pemimpin redaksi itu. Yang awalnya takut, Dara sekarang malah merasa pak Sanusi adalah kriteria kakek yang menyayangi cucunya. Sama seperti Davina.

"Iya Dara. Bapak sudah tua, saatnya main-main sama cucu." akunya sambil tertawa dan menarik berkas yang Dara letakan diatas meja. "Makanya saya ingatin kamu soal disiplin. Karena saya denger, pemimpin redaksi yang baru ini dari Amerika sana. Kamu tahu bagaimana orang sana dalam kedisiplinan kan?" jelas pak Sanusi serius seraya merapikan dasi dan jasnya.

Setelah tak ada hal penting yang harus dibicarakan. Pak Sanusi keluar ruangan di ikuti Dara setelahnya.

"Ehm... Mohon perhatiannya sebentar." ucap pak Sanusi keras. Semua karyawan yang ada diruangan itu otomatis menatap ke arah Dara juga yang kebetulan berdiri disebelah pemimpin redaksi. "Perkenalkan ini Dara. Dia akan melanjutkan kontrak Ibu Rita selama setahun. Meski bukan karyawan tetap, saya harap kalian bisa membimbing dan membangun kerja sama dengan nak Dara." sambung pak Sanusi lagi. Semua orang diruangan itu mengangguk.

Karena tidak ada kepentingan lagi, dan pemindahtanganan kontrak kerja masih diurus. Dara mengikuti pak Sanusi keluar dari ruangan cantik itu.

Mereka berpisah di lift. Pak Sanusi naik ke lantai dua belas, sedang Dara turun ke lantai dasar.

Keluar dari lift, Dara hampir saja tersungkur karena seseorang yang sepertinya tengah berlari menubruknya lumayan keras.

"Sorry-sorry... Aku buru-buru banget soalnya-" kata orang itu tertahan. Dara pun tak kalah terkejut, entah kenapa mata sipit laki-laki itu selalu membuat pikiran Dara berasumsi kalau mereka pernah bertemu dan tidak asing.

"Kamu yang tadi pagi nyari sesuatu dijalanan kan?" ucap Dara tanpa sadar.

"Eh-Iya. Sorry banget nabrak lagi. Aku mau naik ke lantai tiga. Ini udah telat." katanya lalu langsung masuk ke lift.

Dara hanya menoleh menatap pintu lift yang menenggelamkan laki-laki itu dari pandangan. Lantai tiga? Itu tandanya mereka akan bertemu lagi dalam satu ruangan.

Sambil berjalan, Dara kembali mengulang rekaman wajah laki-laki tadi dalam benaknya.

"Bener kan? Kalau sudah dua kali ketemu tanpa sengaja. Pasti bakal ada pertemuan kelima bahkan keseratus kalinya." batin Dara masih mencoba menggeledah ingatannya.

Sampai dirinya masuk kedalam taksi. Laki-laki bermata sipit itu berhasil membuat perjalanan pulang Dara jadi sibuk memikirkannya.

"Pernah ketemu deh kayaknya, tapi kapan, dimana?" batin Dara masih berusaha menelusuri ingatan terdahulunya.

©©©©©©©©

Jangan lupa:

Vote dan Komen

Follow juga wattpad authornya 💃

🌴 Jangan lupa senyum 🌴

Dewa Untuk Dara [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang