Benar-benar hari keberuntungan. Pagi ini Dara bangun sesuai alarm yang dipasangnya. Begitu telinganya mengirim bunyi yang didengar, otaknya langsung singkron bahwa dia harus segera bangun, mandi, sarapan, lalu siap-siap berangkat ke kantor majalah Elle untuk mengantar berkas mengenai data dirinya.
"Nenek sangat bahagia akhirnya kamu bisa mencicipi cita-citamu nak..." ucap Davina sambil memandangi Dara yang sedang sarapan.
"Ini juga berkat doa dan dukungan dari Nenek. Semoga aja gaji yang Dara terima semenyenangkan pekerjaannya yaa nek..." sahut Dara setelah menghabiskan segelas susu.
"Sudah pasti. Intinya kamu bekerja dengan benar dan sepenuh hati. Ketika kita mengerjakan sesuatu dengan sungguh-sungguh, maka hasilnya akan memuaskan. Apapun itu." nasihat Davina.
"Pasti Nek. Dara janji, dalam waktu setahun ini, Dara akan usahain memberikan yang terbaik untuk perusahaan Dara kerja." sahut Dara seraya berdiri. Jam dipergelangannya sudah menunjukan angka tujuh, itu artinya sebelum lewat satu jam, dia harus sampai dikantor yang dituju.
Masih sama dengan gaya berpakaiannya saat melalang buana mencari pekerjaan paruh waktu. Kali ini Dara mengenakan kaos off white dilapisi long kardigan bewarna hitam dengan kancing coklat besar disepanjangnya. Dengan celana jeans dan sepatu sneakers, penampilan Dara jadi terkesan tomboy dan elegan. Tak lupa, dia mengenakan tas agak besar untuk tempat berkas-berkas yang harus dibawa.
Membalik plang dipintu kafe, Dara membuka pintu kaca itu dengan perasaan was-was bercampur bahagia. Tak lupa, kecupan dipipi Davina membuat semangatnya menjadi bertambah.
Masih dengan senyuman yang belum pudar disapu hawa dingin pagi hari, Dara menghentikan langkah pertamanya dihalaman kafe. Matanya menatap ke arah seseorang yang nampak kebingungan dijalan muka kafe. Seperti sedang mencari dan mengingat sesuatu.
Memang sedikit menarik, dihari sepagi ini jarang tetangga sekitar rumah Dara yang berkeliaran. Dan menariknya lagi, Dara sama sekali tidak pernah melihat sosok itu sebelumnya.
Tanpa memberikan kesempatan pikirannya menebak-nebak, Dara melanjutkan langkahnya sambil mengatur alarm jam tangan. Memasang peringatan di pukul 07.45 adalah hal penting. Penanda kalau waktu yang tersisa lima belas menit lagi.
"Aww..." pekik Dara tanpa ditahan. Tak sadar apa yang terjadi, intinya Dara menabrak sesuatu dan kini dirinya sudah terduduk ditepi jalan sambil berusaha berdiri. Karena Dara mengenakan kardigan panjang, saat berdiri kakinya tak merasa kalau menginjak kardigannya sendiri. Alhasil Dara jatuh yang kedua kalinya.
"Sorry. Kamu nggak papa?" sebuah suara mengiringi tangan seseorang yang sudah menjulur menawarkan bantuan untuk Dara. Tanpa menatap wajah pemilik suara dan tangan itu, Dara langsung menyambutnya dan mendirikan tubuhnya kembali.
"Makasih banyak yaa-" ucap Dara tertahan sambil melepaskan tangan yang disambutnya itu. Dari baju dan celana yang dikenakan orang dihadapannya, Dara yakin laki-laki itu yang tadi diperhatikannya dari halaman kafe beberapa menit tadi.
"Sorry yaa. Tadi aku jalannya sambil ngelamun, jadi nggak liat kalau ada kamu." katanya masih dengan wajah bingung. Dara jadi bertanya-tanya sendiri apa yang dicari orang yang terlihat asing itu hingga sampai dijalanan ini.
"Oh gak papa. Saya juga minta maaf, tadi juga gak perhatiin jalan gara-gara pasang alarm." aku Dara sambil memperhatikan lebih detail wajah bingung laki-laki dihadapannya. Kenapa rasa-rasanya Dara pernah bertemu dengan orang ini sebelumnya.
Tak juga menemukan jawaban kapan dan dimana, Dara pamit untuk berlalu dari laki-laki itu."Em... Kalau gitu saya duluan yaa..." pamit Dara masih mengamati laki-laki dihadapannya yang tengah mengedarkan pandangan kesegala arah mencari sesuatu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dewa Untuk Dara [✔]
FanficDara selalu percaya pada hukum alam tentang makna pertemuan pertama, kedua, hingga ketiga dengan orang yang sama. Ia percaya, setelah itu akan ada pertemuan berlanjut hingga tidak tahu bagaimana akhirnya. Pertemuannya dengan Dewa, Pimred tampan dan...