Even though we've only met a few times, I feel familiar with this kind of atmosphere. Your eyes and gaze remind me of someone.
Kata Nenek: Meskipun kita baru beberapa kali bertemu, aku merasa tidak asing dengan suasana seperti ini. Mata dan tatapanmu mengingatkanku pada seseorang.
--- Davina ---
PERNAH tidak mendapati diri kalian yang tanpa sadar berpikir keras, hal yang menurut kalian tidak penting? Namun semakin menolak untuk memikirkannya, hal tersebut malah menjadi wacana apik yang selalu muncul dan minta untuk dibahas. Itulah yang terjadi pada Dewa saat ini. Fokusnya yang sejak pagi tadi hanya ingin menyelesaikan masalah dengan Davin, kini timbul fokus lain yang membuatnya jauh lebih penasaran.Setelah berpamitan pada Davina, Dewa langsung menuju kawasan kantor ia bekerja untuk menemui Dara. Sebenarnya bisa saja ia ke kantor sejak pagi tadi, namun mengingat wajahnya sedang dalam masalah ia mengurungkan niatnya. Alhasil, jadilah ia mengobrol dengan Davina berjam-jam, hingga tak terasa seperempat waktu hari ini ia habiskan dengan perempuan itu.
Kalau saja pagi tadi ia langsung pergi dari kafe, mungkin hal ini tidak akan terjadi, atau mungkin ia tidak akan tahu sama sekali tentang Dara, orang tua Dara.
Seperti mimpi, tak percaya, terkejut, itulah kesan pertama Dewa setiap mengingat kembali pembicaraannya dengan Davina.
"Meski kita baru beberapa kali bertemu, aku merasa tidak asing dengan suasana seperti ini. Mata dan tatapanmu mengingatkan ku pada seseorang." Ucap Davina saat memulai obrolan pagi tadi.
Satu kalimat yang membuat Dewa hampir tersedak. Pasalnya, pagi tadi Pak Dan juga mengatakan hal yang sama, soal mata dan tatapannya yang mirip dengan Dara. Namun kalimat lanjutan perempuan itu mampu membuat seorang Dewa rela menahan nyeri diwajah untuk banyak bertanya.
"Kamu sangat mirip dengan almarhumah menantuku. Mamanya Dara." Lanjut Davina pendek, namun berbuntut panjang karena pertanyaannya. Soal orang tua Dara, ia memang tidak tahu menahu. Sering ingin bertanya langsung, namun takut Dara tidak menyukainya.
"Mata Dara itu sipit dan sayu seperti mata anakku, namun tatapannya tulus seperti menantuku." Katanya lagi bercerita. Setelah meneguk tehnya, perempuan berumur itu menatapnya. "Ini kali pertama setelah sembilan tahun lalu aku menceritakan hal ini pada orang lain. Pasti Dara tidak pernah membahas tentang orang tuanya kan?" Tanya Davina.
Dewa mengangguk ragu sambil mengingat.
"Aku bersyukur dia sudah sebesar ini sekarang. Aku nenek yang buruk, aku tidak bisa membantu mewujudkan cita-citanya. Dara harus terpaksa dewasa dengan keadaan kami. Tak ada kenangan indah masa remajanya." Katanya lagi bercerita. Tak banyak bertanya, dan tak ada niatan memotong. Dewa membiarkan Davina bercerita seperti aliran air, mengeluarkan semua hal yang menurutnya perlu untuk dibagi. Pasti sangat sulit menyimpan masalah sendirian diusianya yang terlampau tua.
Tapi di detik berikutnya, ia benar-benar tak sadar saat bibirnya terbuka, bertanya.
"Kalau boleh tahu, orang tuanya Dara kemana Nek?" Ucap Dewa.
"Anak dan menantuku menjadi korban kecelakaan sembilan tahun lalu. Pesawat Indonesia-Singapura itu mengakhiri nyawa orang tuanya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dewa Untuk Dara [✔]
FanfictionDara selalu percaya pada hukum alam tentang makna pertemuan pertama, kedua, hingga ketiga dengan orang yang sama. Ia percaya, setelah itu akan ada pertemuan berlanjut hingga tidak tahu bagaimana akhirnya. Pertemuannya dengan Dewa, Pimred tampan dan...