16. Fall Down

721 93 2
                                    

Said Tere Liye "Falling leaves never hate the wind"

And I say "The wind need not feel guilty about falling leaves bevause of it"

Jatuh:

Kata Tere Liye "Daun yang gugur tidak pernah membenci angin"

Dan aku berkata "Angin tidak perlu merasa bersalah tentang daun yang berguguran karena karenanya"

--- Dara/Dewa ---

DEWA tak menyangka jika Irene akan memeluknya didepan ruangan, didepan pegawai, terlebih didepan Dara.

Tak membalas, Dewa berusaha melepaskan pelukan perempuan yang sangat ia kenali itu, mendorongnya pelan hingga Irene sadar dengan perlakuannya.

"Dewa aku kangen banget sama kamu." kata Iren lagi saat pelukannya terlepas dan mereka berdiri berhadapan dengan jarak begitu dekat. Lagi-lagi Dewa dibuat tak menyangka karena perempuan itu menangis saat memeluknya. "Aku nggak sanggup jauh dari kamu." katanya lagi ditengah heningnya ruangan. Dewa menghirup udara dalam lalu menarik lengan Irene keluar ruangan kantor, mereka tengah jadi bahan pertontonan seisi ruangan. Entah apa yang akan orang-orang pikirkan tentangnya saat ini.

"Iren kamu ngapain sih ke sini!?" tanya Dewa membentak dan menghempas lengan yang dicekalnya itu ke udara saat mereka sudah berada cukup jauh dari ruangan. "Kamu bikin aku malu tau nggak!" omel Dewa kacau sambil memejamkan mata, tanda ia sedang berusaha menahan dirinya untuk tak marah berlebihan, terlebih pada seorang perempuan.

"Aku ke sini nyusul kamu. Aku kangen kamu Wa. Aku sadar kalau laki-laki yang ada dihati aku itu cuma kamu. Bukan Al-"

"Aku nggak peduli. A-ku nggak pe-du-li lagi segala hal tentang kamu Ren." potong Dewa cepat lalu berbicara penuh penekanan. Matanya menatap tajam penuh kebencian pada lawan bicara. Semenit mereka saling diam, isak kecil Irene mulai terdengar. Dewa mengepalkan tangannya erat. Dulu saat masih di New York, jangankan menangis, mendengar perempuan yang dulu pernah mencuri hatinya itu berbicara pelan saja sudah membuat dirinya kalang kabut mencari kesalahan apa yang sudah ia lakukan.

"Aku tahu, aku salah Wa. Tapi kita pisah belum dua bulan Wa. Please kita perbaiki semuanya dari awal." katanya memohon sambil meraih jemari Dewa. "Please Wa... Aku tahu kamu masih cinta sama aku. Kamu ninggalin pekerjaan kamu, teman-teman kamu, ninggalin New York, semuanya karena aku kan? Sekarang aku nyusul kamu dan mau nebus kesalahan aku. Aku jan-"

"Sorry aku nggak bisa Ren." Dewa menarik jemarinya kasar. Membuat tubuh Irene limbung kedepan hampir jatuh, Dewa sama sekali tak bergerak membuang tenaga untuk membantu perempuan itu agar berdiri sempurna.
Dia tidak mau jatuh dilubang yang sama, toh hatinya juga sudah terobati dengan kehadiran perempuan sederhana yang jarang ia temui dibelahan bumi manapun.

"Dewa liat aku." perintahnya tanpa segan menangkup wajah Dewa dan menatap dalam. Dewa menelan liur berkali-kali, menahan diri, menahan hatinya agar tak kembali ke pintu yang sudah mengusirnya secara tidak hormat. Ditatapnya mata Irene yang memang benar-benar berair, Dewa bisa melihat perempuan itu tidak sedang bersandiwara. Iba memang ada, tapi tidak dengan cinta. Rasa itu terlalu spesial untuk diberikan pada ruang yang sudah mencampakkannya.

"Kamu ingat kan, dulu kamu pernah bilang kalau kamu nggak akan ninggalin aku. Kamu akan maafin kesalahan ku kalau aku minta ke kamu. Kamu juga bilang kalau aku perempuan pertama yang menggantikan posisi mama kamu di hati kamu. Kamu ingat kan Wa?" kata Irene dengan suara paraunya. Wajahnya yang putih bening bak kaca itu terlihat memerah.

Dewa Untuk Dara [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang