Herald memukul stir mobilnya setelah melihat Bianca pergi, ini keputusan yang terbaik. Memang seharusnya ia dan Bianca tidak bersama, karena tidak akan ada akhir yang bahagia jika mereka bersama.
Bianca hanya akan tersakiti nantinya, Herald tahu bahwa Bianca merasa berhutang budi. Merasa ingin dicintai saat ini, dan saat Bianca telah bertemu dengan cinta nya yang sesungguhnya. Herald hanya akan menjadi penghalang.
Herald tahu meski Bianca mencintai orang lain suatu saat nanti, Bianca tidak akan pernah meninggalkannya demi orang tersebut demi dirinya. Dan hal itu lah yang Herald hindari.
Tidak apa-apa sekarang Bianca merasa benci kepadanya, tapi suatu saat nanti Bianca pasti akan sadar bahwa ini jalan terbaik.
***
Bianca dan Lucius sedang berendam bersama di dalam bathtub kamar mandi hotel, awalnya hanya Bianca yang ingin berendam. Ingin melepas penatnya dengan berendam di air hangat namun Lucius justru dengan tidak tahu malunya ikut masuk ke dalam bathtub setelah menelanjangi dirinya sendiri.
"Tidak bisa kah kau biarkan aku mandi sebentar?" Bianca mendelik kesal, namun ia tidak melawan saat Lucius menarik tubuhnya agar bersandar di dada telanjang Lucius.
Lucius tidak menjawab, ia justru bermain main dengan jemari Bianca yang terendam dalam air.
"Lucius.." panggil Bianca pelan, ia memperhatikan tangan besar Lucius yang tengah memainkan jemarinya.
"Hmm.." Lucius hanya berdeham menjawab panggilan Bianca.
"Kau tidak jatuh cinta dengan ku kan?" Bianca menarik tangannya yang berada dalam genggaman Lucius, ia bangkit dari posisinya yang bersandar di dada Lucius. Berbalik menatap wajah Lucius.
Wajah Lucius terlihat datar, "Kau bisa menganggapnya begitu jika kau mau."
Bianca berdecih. "Baguslah jika kau tidak mencintai ku. Lebih baik begitu."
Bianca kembali menyandarkan tubuhnya ke dada telanjang Lucius. Ia memejamkan matanya menikmati hangatnya air yang menyentuh kulit telanjangnya.
***
Herald pulang ke rumah dan mendapati keadaan rumahnya sedang kacau, terlihat Feronica berteriak-teriak kepada Mikayla dan Mikaelo.
Herald memilih untuk mengabaikan mereka, namun saat hendak menaiki tangga menuju kamar. Herald tidak sengaja melihat belakang kepala Mikaelo yang di perban.
Sejenak hati Herald bergetar, ia ingin bertanya kenapa kepala Mikaelo bisa luka seperti itu. Namun ia mengurungkan keinginannya itu. Bersikap perduli hanya akan membuat mereka besar kepala nantinya.
Meski Herald menyayangi Mikayla dan Mikaelo, tapi sudah sewajarnya mereka berpisah. William harus bertanggung jawab atas perbuatannya, Mikayla dan Mikaelo adalah anak hasil perselingkuhan Feronica dengan William.
William lah yang harus berperan sebagai seorang Ayah, bukan Herald. Herald juga tidak yakin, jika ia tidak punya harta yang selama ini ia miliki. Apakah Mikayla dan Mikaelo akan tetap bersikeras berada disisinya seperti sekarang?
Sudah pasti tidak.
Feronica dalam diam memperhatikan Herald yang masuk ke dalam kamar, ia menggerakkan giginya kesal dan menatap Mikayla dan Mikaelo dengan tatapan tajamnya.
"Herald mengabaikan kita, sepertinya wanita sialan itu belum mengadu soal penculikan itu kepada Herald."
"Memang sudah seharusnya begitu, aku tidak akan memaafkan Bianca jika dia berani mengadu kepada Papa!" Mikayla menjawab perkataan Ibunya itu dengan pandangan berapi-api.
"Berhenti bersikap gegabah Mikayla. Seharusnya kau berusaha mengambil hati Papa mu, bukannya berkeliaran sok jagoan dan ingin membunuh orang lain. Kau hanya semakin membahayakan posisi kita." kini Feronica beralih pada Mikaelo, "Dan kau juga Mikaelo, sebagai laki-laki seharusnya kau bisa bersikap lebih dewasa dibandingkan Mikayla. Kau bahkan kalah dari seorang wanita. Kalian ini benar-benar.. kenapa tidak ada satu pun diantara kalian yang berpikiran waras?!"
Mikayla berdecak mendengar omelan Feronica itu.
"Mama bicara soal waras? Kalau Mama masih waras seharusnya Mama tidak berselingkuh dengan Om William. Kalau Mama tidak berselingkuh dengan Om William, masalah ini tidak akan pernah terjad-"
"Kau dan Mikaelo juga tidak akan ada di dunia ini tanpa William." Feronica memotong perkataan Mikayla, membuat Mikayla terdiam sejenak.
"Aku lebih baik tidak terlahir di dunia ini dari pada harus kehilangan semuanya yang sudah ku miliki selama ini. Aku sudah terbiasa hidup senang dengan Papa, lalu sekarang aku harus menerima kenyataan bahwa Om William adalah Ayah kandung ku? Dan menerima sikap dingin dari Papa. Lebih baik tidak lahir dari pada harus merasakan neraka ini." Mata Mikayla berkaca-kaca, ia mulai menangis. Hidupnya yang bahagia sekarang berbalik 180 derajat. Semuanya tak lagi sama, dan Mikayla membenci semua hal itu.
***
"Jadi bagaimana hubungan mu dengan laki-laki tua itu, sebenarnya kalian itu sepasang kekasih atau hanya hubungan antara klien saja?" Lucius yang sedang melilitkan handuk di pinggangnya itu melirik ke arah Bianca yang tengah bercermin di cermin kamar mandi.
"Hubungannya dengan ku sulit di jelaskan. Sama seperti hubungan mu dengan ku, tidak bisa di jelaskan." Bianca keluar dari kamar mandi lebih dahulu. Diikuti oleh Lucius dari belakang.
"Apa dia mengancam mu juga agar bisa bisa tidur dengan mu?"
Bianca yang hendak berbaring di ranjang menoleh kearah Lucius, ia menatap Lucius dari atas ke bawah dengan pandangan mengejek.
"Kau dan dia sangat berbeda Lucius, dia bagaikan malaikat sedangkan kau.. kau itu seperti iblis."
Lucius tertawa mendengar perkataan Bianca itu, "Sekarang aku mengerti kenapa kau datang kepada ku, karena malaikat seperti laki-laki tua itu tidak akan bisa menarik perhatian mu. iblis hanya cocok dengan iblis pula."
Lucius melangkah mendekat kearah Bianca, ia mengangkat dagu Bianca dengan telunjuknya. "Kau tahu kenapa aku sangat menyukai mu dibandingkan dengan wanita-wanita lain yang pernah ku tiduri di luar sana? Itu karena kau sama seperti ku Bianca, kita berdua tidak bedanya. Jika aku iblis, maka kau juga."
Bianca menepis tangan Lucius yang mengangkat dagunya, "Terserah kau saja mau bicara apa. Aku tidak perduli, aku ingin tidur."
Lucius hanya memperhatikan Bianca yang berbaring di ranjang, menutupi tubuhnya dengan selimut tebal.
Lucius duduk di pinggir ranjang, memperhatikan Bianca yang dengan mudahnya terlelap. Baru berbaring ia sudah jatuh ke dunia mimpinya.
Tangan Lucius bergerak mengusap bibir merah muda Bianca, memandangi Bianca yang terlelap pulas menjadi kesenangan tersendiri bagi Lucius.
"Kau terlalu bagus untuk ku lepaskan begitu saja Bianca, sejak pertama kali aku melihat mu, saat penerimaan mahasiswa baru itu. Aku sudah tahu bahwa kau pasti wanita menarik dan tidak akan pernah mengecewakan ku."
-
Sampai sini dulu ya, maaf pendek. aku lagi sakit. Jadi kaya kurang gimana gitu pas ngetik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Her Secret [END]
RandomBianca punya rahasia besar yang ia sembunyikan rapat rapat, ini mengenai pekerjaan nya sebagai wanita penghibur disalah satu rumah bordil. Sialnya salah satu pelanggan rumah bordil tersebut ternyata kakak tingkat Bianca di kampus Atau lebih tepatny...