CHAPTER 52

58.7K 4.7K 148
                                    

Mikayla dan Mikaelo berdiri terdiam di balik pintu kamar rawat Herald, mereka sebenarnya ingin masuk ke dalam untuk menjenguk Herald dan berusaha mengambil hati Herald kembali

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mikayla dan Mikaelo berdiri terdiam di balik pintu kamar rawat Herald, mereka sebenarnya ingin masuk ke dalam untuk menjenguk Herald dan berusaha mengambil hati Herald kembali. Namun mereka justru tertahan di depan pintu karena mendengarkan perdebatan Feronica dan Herald.

Hati mereka berdua tercubit karena mendengar tangisan dari Herald, dan juga mereka merasa malu karena tujuan mereka berdua kemari untuk mengambil hati Herald. Agar mereka dimaafkan dan dibiarkan tinggal bersama lagi dengan Herald. Tidak murni hanya karena rasa khawatir.

Mikaelo malu sekali, ia juga tidak sanggup mendengar tangisan Herald lagi. Ia melangkah berbalik arah, keluar dari rumah sakit ini. Mengurungkan niatnya untuk menemui Herald.

Memang sepertinya sudah sepantasnya mereka saling menjaga jarak, memaksa untuk tetap bersama-sama hanya akan melukai Herald lebih parah lagi.

***

Lucius masuk ke dalam kamarnya, ia melihat Bianca masih berbalut selimut tertidur menghadap ke jendela kamar.

Dengan pelan Lucius melangkah mendekat, berharap langkahnya tidak menimbulkan suara berisik yang sekiranya bisa membuat tidur Bianca terganggu.

Lucius ikut masuk ke dalam selimut, berbaring dibelakang Bianca. Memeluk Bianca perlahan dari belakang. Sementara wajah Lucius terbenam di leher Bianca.

Lucius agak khawatir saat merasakan suhu tubuh Bianca agak hangat. Sepertinya karena Bianca terlalu lama menangis hingga menguras energinya.

Awalnya Lucius pikir Bianca masih terlelap sehingga ia mengecup pelan tengkuk Bianca. Namun Bianca justru mengelak, dan berusaha melepaskan pelukan Lucius.

"Kau sudah bangun?" tanya Lucius masih bersikeras melingkarkan kedua tangannya di pinggang Bianca. Tak perduli meski Bianca sudah menarik narik tangannya agar melepas pelukan tersebut.

"Lepaskan Lucius.." Bianca bicara dengan suara serak.

"Istirahat lah lagi, aku akan membangunkan mu saat makan malam nanti." Bukannya melepaskan pelukannya Lucius justru semakin kuat memeluk Bianca, nafasnya berhembus tepat di tengkuk Bianca.

"Lepaskan Lucius, aku tidak bisa tidur jika kau memelukku seperti ini." ujar Bianca sekali lagi, masih dengan suara seraknya. Berharap Lucius segera melepaskan pelukannya, namun Lucius masih saja keras kepala.

"Kau hanya perlu memejamkan mata mu, istirahat lah.." Lucius kembali mengecup tengkuk Bianca.

"Lepaskan Lucius.." Bianca masih saja ingin lepas dari Lucius, membuat emosi Lucius mulai terpancing.

"Kenapa kau mendadak tidak suka ku peluk, hari-hari sebelumnya setelah percintaan panas kita. Kau tidak perduli setiap ku peluk, meski tubuh ku penuh dengan keringat. Kau tidak menolaknya. Lalu kenapa sekarang kau menolak? Apa kau ingin memusuhi ku juga hanya karena aku anak dari orang yang terlibat dalam kematian Ayah mu?" ucap Lucius dengan suara beratnya tepat di telinga Bianca, seolah dengan sengaja ingin menunjukan bahwa dirinya tidak senang dengan penolakan Bianca terhadap dirinya.

"Bukan begitu.." elak Bianca dengan suara seraknya, Lucius mulai merasa curiga. Ia melepaskan pelukannya namun Lucius menarik tubuh Bianca hingga tidak lagi berbaring membelakanginya. Melainkan terlentang.

Hal yang pertama kali Lucius lihat adalah air mata Bianca, ternyata Bianca tidak ingin dipeluk karena tidak ingin Lucius tahu bahwa dirinya masih saja menangis?

"Aku tidak pernah tahu kalau kau secengeng ini." Lucius mengusap pipi Bianca yang basah karena air mata.

"Kau tidak tahu rasanya Lucius. Aku juga tidak ingin menangis, ini seperti bukan diriku. Tapi setiap kali aku teringat bagaimana hidup ku dulu di panti asuhan, melarikan diri hingga menjadi anak jalanan. Di culik dan di lelang hingga bertemu Herald yang ku anggap malaikat. Hal tersebut sangat menyakitkan Lucius, Herald lah yang menjadi penyebab hancurnya masa kecil dan masa remaja ku. Tapi dia dengan tidak tahu malunya justru mengambil posisi sebagai pahlawan, bahkan dulu aku sempat menggodanya Lucius. Jika saat itu kami benar-benar tidur bersama maka aku pasti akan lebih hancur lagi."

Lucius terdiam, memperhatikan mata Bianca yang berkaca-kaca. Hidung Bianca bahkan bengkak dan memerah. Sepertinya sejak Bianca masuk ke kamar ini Bianca terus menangis tanpa henti.

"Menangis tidak akan merubah apapun Bianca, tapi jika dengan menangis perasaan mu bisa lega maka menangis lah. Aku tidak akan melarang mu, kau bisa menangis sepuas mu."

Bianca kembali menitikkan air matanya, "Buat aku lupa Lucius, buat aku lupa dengan semua rasa sakit ini."

Lucius tidak tahu harus bagaimana, bahkan mendengarkan tangisan wanita saja ini yang pertama kalinya bagi Lucius. Carolina tidak pernah terlihat menangis, wanita-wanita yang Lucius kencani pun setiap kali mereka menangis Lucius akan meninggalkan mereka. Malas mendengarkan suara tangisan mereka yang mengganggu.

Lucius tidak pernah tahu bagaimana cara menghibur seorang wanita dari perasaan sedih mereka.

Yang bisa Lucius lakukan sekarang hanya mengusap jejak air mata di pipi Bianca, mengecup kedua kelopak mata Bianca yang membengkak dan basah karena air mata.

Mereka saling pandang sejenak, Bianca pikir Lucius akan melakukan hal yang lebih jauh. Seperti apa yang mereka lakukan biasanya untuk melarikan diri dari kenyataan. Namun yang Lucius lakukan justru hanya memeluk Bianca.

Membawa Bianca terbenam dalam dekapannya, memeluk Bianca erat-erat sembari mengusap puncak kepala Bianca. "Jika kau ingin menangis lagi, menangis lah. Aku tidak akan melarang jika itu membuat mu lega. Tapi satu hal yang harus kau ketahui Bianca, menangis tidak akan merubah apapun. Kau mungkin kehilangan satu orang yang selama ini kau percayai tapi kau juga menemukan dua orang yang akan terus berada disisimu."

"Sekarang terserah mu mau menangis atau tidak, yang pasti aku akan menemani mu disini."

Bianca terkejut dengan perlakuan Lucius itu, tidak pernah terlintas sedikitpun dipikiran Bianca kalau Lucius itu bisa sebijak dan seperhatian ini.

Bianca balik memeluk Lucius, ia membenamkan wajahnya di dada bidang Lucius. Menikmati tiap usapan tangan Lucius dipunggung dan puncak kepalanya.

***

Carolina duduk terdiam melihat foto ditangannya, foto yang telah terkoyak sebagian. Dimana hanya menyisakan foto dirinya, Asher dan juga Melanie. Bagian yang tersobek tersebut adalah foto bagian wajah Reinhard.

Tangan Carolina yang satunya terkepal, ia telah bertekad. Jika Reinhard kembali melakukan hal keji lainnya yang akan menyakiti orang yang Carolina sayangi maka Carolina tidak akan tinggal diam.

Jika dahulu Carolina meleset menembak jantung Reinhard, Carolina berjanji yang kedua kalinya Carolina tidak akan meleset.

-

Her Secret [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang