Taylor duduk di salah satu kursi yang tersedia di Boston Common, rasanya sangat canggung setelah apa yang terjadi barusan. Carlos sedang memijit kakinya, Taylor sempat menolak, tapi Carlos langsung menatapnya tajam dan menyuruh dia untuk duduk diam saja.
Wajah Taylor masih memerah setelah menangis. Carlos berhasil menenangkan Taylor setelah lima belas menit lamanya. Memalukan sekali, Taylor bahkan tidak mau menatap wajah Carlos sekarang, dia mengalihkan pandangan ke arah lain.
“Sudah tahu tidak kuat berlari, masih saja,” kata Carlos, masih sambil memijit pergelangan kaki Taylor. “Sudah. Sampai di rumah, kamu bisa memulihkannya lagi.” kata Carlos, lalu duduk di sebelah Taylor.
“Thank you.” kata Taylor, sangat pelan.
“Aku hanya pernah melihatmu menangis dua kali selama ini. Dulu, kamu tidak pernah menampakkannya. Walau kamu sedih, kamu masih kuat menahannya.” kata Carlos, sambil meminum air putih yang dia bawa.
Taylor hanya diam, tidak membalas. Taylor yang Carlos kenal tidak pernah seperti ini, kalau dia sampai menangis itu artinya Taylor sudah berada di fase yang berat. Mungkin saja beban pekerjaan atau pikiran, stres. Carlos tidak berani mengambil kesimpulan.
“Kamu tidak baik-baik saja kan selama empat tahun ini, Taylor?” tanya Carlos, membuat Taylor menatap pria itu tidak mengerti.
“Apa maksudmu?” tanya Taylor.
Carlos tersenyum kecil. “Kamu menyibukkan diri dengan bekerja seharian, istirahat hanya sebentar, tidak pernah kembali ke Boston. Parahnya kamu tidak pernah cuti. Kamu sedang menyiksa diri?” tanya Carlos, Taylor mengangkat bahu.
“Aku tahu selama ini kamu mencoba melupakanku, menghindariku dengan tidak pernah pulang ke Boston. Semuanya terbukti, karena kamu tidak tahu kabar tentang diriku empat tahun yang lalu. Kamu juga terlihat membenciku.” kata Carlos, menipiskan bibirnya.
“Bukannya kamu yang membenciku?” tanya Taylor balik, menatap Carlos datar.
“Itu hanya emosi sementara Taylor. Bagaimana bisa aku membencimu? Aku tahu waktu itu aku lost control dan nyaris menyakitimu kalau saja Richard tidak menahanku, itu hanya emosi sesaat. Aku tidak membencimu, kita sudah berteman lama. I’m sorry.” balas Carlos, Taylor mengembuskan napas pelan.
“Berteman sejak lama tidak menentukan kamu membenciku atau tidak, bukan? Bisa saja kamu benar-benar membenciku waktu itu dan setelah menyadari fakta bahwa pilihanmu sangat salah, barulah kamu bilang hanya emosi, nyatanya tidak.” Carlos hendak menyela perkataan Taylor, tapi wanita itu tidak membiarkannya.
“Kamu tahu Carlos? Perkataanmu berhasil menyakitiku. Kamu menyakitiku empat tahun yang lalu, itu sebabnya aku memutuskan untuk pergi melupakanmu.” kata Taylor lagi, menatap Carlos dengan mata berkaca-kaca. “Luka itu masih membekas sampai saat ini.” lanjutnya.
Carlos menundukkan kepala, dia sadar kalau perkataan yang dia lontarkan pada Taylor empat tahun yang lalu sangat keterlaluan. Dia tahu perasaan Taylor terhadapnya dan dia menyakiti perasaan wanita itu untuk membela orang yang salah. Benar, cinta kadang-kadang sangat mengerikan. Carlos terlalu buta saat itu dan dia menyesal sekarang.
“Aku tidak akan mengatakan kata ‘maaf’ lagi karena kamu tidak menyukainya. Tapi, bolehkah aku bertanya satu hal?” tanya Carlos.
“Sejak tadi kamu terus berbicara, langsung saja!” suruh Taylor, sambil melihat jam tangannya. Sebentar lagi dia harus pulang, Cordelia masih belum bertemu dengan dia.
“Bisakah kita bersama lagi, seperti dulu. As friend?” tanya Carlos.
Taylor terdiam cukup lama, dia terus berpikir. Hanya sebagai teman? Tentu saja Taylor, hanya sebagai teman. Memangnya apa? Sampai kapanpun Taylor tidak akan bisa mendapatkan lebih dari hubungan teman. Taylor sendiri selalu menanamkan pemikiran dan tekad bahwa dirinya tidak pantas untuk pria manapun.
KAMU SEDANG MEMBACA
VOUS ATTEINDRE
Romance{COMPLETE/belum direvisi} Taylor Hazel William, semua orang mengenalnya sebagai sekretaris Billionaire paling kaya dan paling terkenal-Carlos Reynalds. Kehidupan Carlos Reynalds tidak pernah lepas dari media dan para wanita yang selalu mengincarnya...