Hari-hari selanjutnya, Taylor kembali memulai aktivitas seperti biasa. Kerja dan kerja. Dia menuju ruangannya yang ada di gedung hotel. Sebelum membuka pintu, seorang resepsionis menghampirinya dengan terburu-buru.
“Ms.William, ada surat untuk Anda, baru sampai tadi.” kata resepsionis itu. Taylor menerima surat tersebut dan langsung membukanya.
Mata Taylor meneliti setiap tulisan di sana dengan saksama dan mencernanya dengan baik, kerutan mulai terlihat di dahinya. Sampai di kata terakhir, Taylor melipat kembali surat itu dan menatap resepsionis yang masih berdiri di depannya.
“Siapa yang mengirim surat ini?” tanya Taylor.
“Surat ini dari pusat Willy Hotel di Boston.” jawab resepsionis tersebut.
Taylor mengembuskan napas, sudah pasti ulah Scott. Dia sengaja tidak mengatakan apapun padanya, bahkan tidak menyertai nama sama sekali di surat itu, agar Taylor mau membacanya. Di dalam surat tersebut, terdapat izin cuti yang diberikan padanya, padahal Taylor tidak mengajukan surat cuti.
“Merci¹, kau boleh kembali bekerja.” kata Taylor, resepsionis tersebut membungkuk sedikit lalu pergi dari sana.
Taylor memasuki ruangannya, duduk di kursi. Dia mengeluarkan ponsel dan menghubungi Scott. Sampai deringan ketiga, panggilan tersambung. “Hello, ada apa, Taylor?” tanya Scott.
“Jangan berpura-pura, Scott. Jelaskan padaku!” pinta Taylor to the point. Dia mendengar kekehan Scott di seberang sana, sudah jelas kalau ini adalah ulahnya.
“Well, aku tidak akan melakukannya kalau tidak terdesak, aku sudah mengirim pesawat ke Paris untuk menjemputmu malam ini dan kamu harus pulang ke Boston.” kata Scott.
“Untuk apa? Pekerjaanku masih banyak,” tanya Taylor.
“Tinggalkan! Aku memberikan satu bulan cuti untukmu, pekerjaanmu akan di–handle oleh orang yang akan aku kirim ke sana. Kamu harus pulang Taylor, istirahat. Kamu sadar tidak kalau sudah empat tahun tidak kembali ke Boston? Mom terus mendesakku sejak tadi,” jawab Scott.
“Taylor, pulang hari ini. Mom merindukanmu, kamu harus pulang, tinggalkan pekerjaanmu, Scott bisa mengurusnya. Jangan menyiksa diri terus.” kali ini suara Cordelia yang terdengar. Ibunya sangat mengharapkan kepulangan Taylor.
Taylor termenung, tidak terasa sudah empat tahun dia tidak pernah menginjakkan kaki di tanah kelahirannya. Cordelia pasti merindukan dia. Sudah saatnya bangkit, persetan dengan masa lalu. Taylor juga sudah bertemu Carlos di sini dan dia butuh istirahat sekarang.
“Baiklah, aku akan pulang.” kata Taylor. Dia dapat mendengar embusan napas lega dari Cordelia.
“Syukurlah, kami akan menjemputmu ketika sampai nanti.” kata Cordelia, dia sangat senang.
Taylor mengangguk, walau tidak dapat dilihat oleh Ibunya, karena dia melakukan voice call. “Aku akan menghubungimu lagi nanti, Mom. See you in Boston.” balas Taylor, lalu sambungan telepon berakhir.
Taylor meletakkan ponselnya di atas meja dan termenung kembali. Selama beberapa hari ini dia sudah tidak melihat Carlos, pria itu sudah check–out dari hotel ini, entah sudah kembali ke Boston atau belum. Pembicaraan mereka terakhir kali di restaurant tidak berakhir baik.
Taylor tidak mengerti kenapa Carlos harus memberitahukan masalahnya pada Taylor, padahal Taylor tidak mau tahu. Kalau hanya ingin meminta maaf, Taylor sudah memaafkannya. Carlos tidak perlu menarik Taylor hanya untuk memberitahu kalau dia sudah bercerai dengan Veronica.
KAMU SEDANG MEMBACA
VOUS ATTEINDRE
Romance{COMPLETE/belum direvisi} Taylor Hazel William, semua orang mengenalnya sebagai sekretaris Billionaire paling kaya dan paling terkenal-Carlos Reynalds. Kehidupan Carlos Reynalds tidak pernah lepas dari media dan para wanita yang selalu mengincarnya...