PART 59

63.5K 3.9K 174
                                    

Hari ini Taylor sudah diperbolehkan pulang dari rumah sakit, Carlos pastikan Taylor akan bed rest selama dua bulan ke depan. Dia tidak akan membiarkan wanitanya keluar mansion lagi sendirian. Carlos cukup trauma karena kejadian kemarin, dia hampir saja kehilangan orang-orang yang dia sayangi.

“Carl....” panggil Taylor, Carlos menoleh dan tersenyum.

Taylor sudah mengganti baju rumah sakitnya dengan baju sehari-hari dia. Carlos mendekati Taylor, dia baru selesai membereskan barang-barang Taylor, memasukkan ke dalam tas. Taylor menatap suaminya lembut.

“Kenapa?” tanya Carlos.

Tatapan Taylor terpaku pada tangan kanan Carlos yang masih diperban. Carlos tidak mau menceritakan darimana dia mendapatkan luka itu sejak kemarin. Carlos mengikuti tatapan Taylor yang terfokus pada tangannya. Baru saja Carlos mau menyembunyikan tangan itu di belakang tubuh, Taylor sudah lebih dulu meraih tangan dia.

“Masih sakit?” tanya Taylor.

“Sedikit,” jawab Carlos, sebenarnya luka itu semakin parah. Apalagi sehabis dia menghajar Dominic, makin parah lagi dan dia yang mengobati luka itu sendiri, tanpa meminta bantuan Dokter.

“Kamu masih belum memberitahuku. Dari mana luka ini?” tanya Taylor.

“Bukan apa-apa. Tanganku baik-baik saja sekarang.” jawab Carlos bohong, dia tidak mau Taylor khawatir dengan lukanya, lagipula hanya luka kecil—bagi dia.

“Carl....” bujuk Taylor, menatap Carlos cemberut. “Tell me!” pinta Taylor.

Carlos menghela napas, dia lalu duduk di sebelah Taylor. Dia paling tidak bisa menolak permintaan wanitanya walaupun kemarin-kemarin dia sudah bersikeras, tapi Taylor terus memaksa.

“Aku panik waktu kamu mengalami pendarahan. Otakku tidak jernih, aku marah pada diriku sendiri karena kamu terluka. Aku menyalahkan diriku. Ditambah Alastair yang mengingatkan semua kesalahan-kesalahanku terhadapmu selama ini, aku semakin kecewa dan marah. Jadi aku memukul tembok sebagai pelampiasan dengan keras hingga sedikit retak dan aku mendapatkan luka ini. Konyol, kan?” tanya Carlos, sambil terkekeh.

Taylor menatap Carlos tajam dan memukul pundak pria itu keras. “Dasar bodoh! Wajahmu sudah babak belur, kenapa harus menambah luka lagi?” Taylor kesal sendiri mendengar penjelasan Carlos. Dia tidak suka melihat ada luka di tubuh Carlos.

“Tidak apa-apa, nanti juga sembuh. Aku pantas mendapatkannya karena sudah lalai menjagamu.” jawab Carlos, sambil mengelus rambut Taylor lembut.

Taylor menghambur ke dalam pelukan Carlos dan menyandarkan kepalanya di dada bidang itu. “Banyak hal yang sudah kita lalui, masalah pasti tidak akan berhenti sampai di sini, kan? Tidak selamanya jalan hidup ini mulus,” kata Taylor, Carlos mengangguk.

“Ya, masih banyak tantangan di depan kita. Apalagi setelah anak kita lahir, tanggung jawab kita sebagai orangtua sangat besar.” balas Carlos, sebelah tangannya mengelus perut Taylor lembut.

Taylor tersenyum menenangkan. Dia suka sekali ketika Carlos mengelus perutnya, sangat nyaman dan membuat dia mengantuk. “Aku suka elusanmu di perutku.” kata Taylor, Carlos terkekeh.

“Kamu sudah mengatakannya entah berapa kali.” balas Carlos, Taylor memejamkan mata, beralih menyandarkan kepala di pundak Carlos.

Carlos merangkul bahu Taylor, tangannya menepuk-nepuk punggung Taylor lembut. Carlos terus mengucapkan rasa terima kasih dan syukurnya pada Tuhan hingga detik ini. Taylor dan calon bayi mereka baik-baik saja. Melihat Taylor sekarat waktu itu adalah yang terakhir kalinya bagi Carlos, dia tidak mau melihat hal itu lagi. Mulai detik ini dia harus selalu memantau Taylor dan menjaga dia di manapun itu.

VOUS ATTEINDRETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang