PART 32

75.8K 4.8K 228
                                    

“Sudah sampai mana pembicaraannya?” tanya Alastair, sambil melipat kedua tangan di depan dada.

Cordelia memutar bola mata. “Kenapa kelakuan putramu selalu seperti itu?” tanya Cordelia pada Victor sambil berbisik, dia kesal bukan main.

Victor terkekeh. “Dia juga putramu.” balasnya. Sifat Alastair yang seperti itu didapatkan dari Cordelia. Victor adalah pria yang kalem, selalu bersikap netral dan pembawaannya juga santai. Berbanding balik dengan Cordelia.

“Kami sudah mendapatkannya. Tidak perlu jawabanmu lagi.” balas Taylor, tersenyum manis. Alastair menatap adiknya tajam.

“Aku tidak akan membiarkannya semudah itu, setelah apa yang sudah diperbuatnya.” kata Alastair, menatap Carlos seakan sudah siap untuk berperang.

“Alastair!” tegur Cordelia.

“Aku juga penasaran dengan apa yang akan dia tunjukkan padaku.” kata Alastair, mengabaikan teguran Ibunya. Dia tidak membiarkan jalan Carlos semulus itu.

Carlos tersenyum, lalu bangkit dari duduknya. “Bolehkah kami keluar sebentar? Ada hal yang harus aku bicarakan dengannya,” tanya Carlos pada kedua orangtua Taylor.

“Tentu saja.” jawab Victor, mengangguk kecil.

Carlos tersenyum, Alastair masih tetap menatap Carlos tajam. Mereka berdua keluar, menuju teras. Taylor hendak menyusul tapi suara Victor menghentikannya. “Kamu di sini saja Taylor, biarkan mereka menyelesaikan masalahnya.” kata Victor.

Taylor dan Cordelia menghela napas. “Kamu tahu sifat putramu yang itu, sudah kelewat batas. Scott saja sudah berubah dan memaafkan Carlos, Taylor juga—dia yang menjalani hubungan ini.” kata Cordelia, kesal.

“Alastair memang seperti itu.” timpal Taylor, lalu menyandarkan punggungnya di sofa.

“Biarkan saja! Aku tebak, ketika masuk nanti, Alastair akan langsung memberikan jawaban. Kamu tenang saja Taylor, lagipula bukan dia yang menentukan.” balas Victor sambil terkekeh, kali ini Taylor dan Cordelia setuju dengan perkataannya.

Di teras, Carlos memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana, menatap Alastair serius. “Apa yang ingin kau katakan?” tanya Alastair.

“Harus berapa kali aku mengatakannya?” tanya Carlos balik, Alastair tahu yang dimaksud Carlos adalah permintaan maafnya.

“Seribu, sejuta, bahkan sampai tak terhitung pun, tidak akan cukup dan tidak mengubah apapun. Aku heran dengan apa kau meracuni Taylor, sampai dia semudah itu memaafkanmu?” tanya Alastair, tajam.

Carlos tersenyum. “Karena aku mengerti diri Taylor, begitu juga sebaliknya. Buktinya aku berhasil mengembalikan kepercayaannya. Aku tahu semua tentang Taylor.” jawab Carlos, Alastair tersenyum sinis.

“Percaya diri sekali, kau beruntung dia memaafkanmu, tapi tanpa izin dariku, kau tidak akan bisa bersama Taylor. Jadi aku akan melihat bagaimana kamu bisa mengubah pikiranku.” kata Alastair, kembali melipat tangannya di depan dada.

“Kau akan menerimaku, aku jamin.” kata Carlos, dia lalu merogoh sesuatu dari saku mantelnya, mengeluarkan beberapa kunci yang tergabung menjadi satu. “Aku pikir kamu menginginkan ini.” kata Carlos.

“Apa itu?” tanya Alastair, mengangkat sebelah alisnya.

“Rumahku yang ada di California, aku yakin selama ini kamu belum berhasil menemukan yang sama persis seperti rumah itu.” jawab Carlos, membuat Alastair terkejut. Sialan, dia sudah lama mengincar rumah itu, tapi tidak berhasil dia dapatkan.

Alastair dulu sempat berebut rumah itu dengan Carlos, tapi akhirnya Carlos yang menang. Yang membuat Alastair semakin kesal adalah rumah itu hanya pernah ditinggali satu kali oleh Carlos, setelah itu dia membiarkannya begitu saja. Alastair sempat mencari rumah yang sama dengan suasana yang nyaman di sekitarnya, tapi dia tidak dapat menemukannya lagi.

VOUS ATTEINDRETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang