17. Hukuman

473 78 9
                                    

Setiap luka punya cerita.
Setiap cerita berlatar makna.
Di setiap makna pasti tersirat duka dan bahagia.
Bagaikan ulat yang bermetamorfosis menjadi kupu-kupu, semua akan indah pada waktunya meskipun harus mengalami masa-masa sulit terlebih dahulu.

***

Kelas Jefan kini sedang berolahraga. Dan mata pelajarannya yaitu sepak bola.

"Ya baik anak-anak tadi sudah dicontohkan ya cara menendang bola oleh Bryan. Gimana yang perempuan paham gak?" Pak Joko selaku guru olahraga menanyakan kepada siswi yang masih ketara benci jika berada di lapangan.

"Paham pak!"

"Oke. Selanjutnya silahkan buat perempuan bisa main bola terlebih dahulu ya, yang laki-laki yang mau jadi wasit silahkan nanti bapak kasih nilai."

Seperti biasanya anak IPS dua tidak mementingkan nilai, mereka mau maju jika ditunjuk saja baru mau.

"Ini yakin gak ada yang mau nilai tambahan?" Pak Joko menatap seluruh kelas IPS dua yang masih saja tidak ada yang secara suka rela menjadi wasit. "Yaudah bapak tunjuk aja ya. Yang perempuannya ayok silahkan memasuki lapangan."

Mata pak Joko mulai menelisik ke arah rombongan cowok untuk menjadikannya wasit. Matanya langsung tertuju pada segerombolan tujuh enam cowok yang kini asik saling pukul memukul.

"Heii! Kalian yang paling belakang sini maju!" Semua mata langsung melirik kearah rombongan pembuat onar sedangkan yang ditatap malah masih cekikikan satu sama lain.

"Ada apa, pak?" tanya Yoga sambil berjalan mendekati pak Joko.

"Kalian ini bapak lagi bicara di depan harusnya menghargai dong!" Melihat keenam cowok itu sudah di depannya dan kini Bryan juga ikut maju dengan mereka hal itu membuat pak Joko langsung menatapnya. "Kamu Bryan duduk aja gak usah ikut maju."

Bryan menggeleng. "Gak, pak. Kita kan best friend forever! Yakan genggg!" Bryan berseru penuh semangat dan disambut juga oleh mereka.

"Terserah kalian bapak capek ngurusin tipe murid kaya kalian. Kamu jadi wasit ya." Pak Joko menunjuk ke arah Yoga.

"Jangan saya pak, nanti kalau saya jadi wasit yang ada mereka bukannya lari ngejar bola tapi malah ngerumunin saya." Yoga kali ini bernada memelas yang langsung dihadiahi banyak pukulan masal dari teman-temannya.

"Yog, sumpah jijik gue denger lo bicara pake bahasa formal," celetuk Jefan.

"Kaya ada lebay-lebay nya gitu," saut Alan juga.

"Yasudah Alex kamu aja yang jadi wasit."

"Jangan pak," saut Galuh. "Nanti yang ada cewek banyak yang alesan ke WC padahal aslinya mau liat Alex, tadi aja banyak loh pak yang goda Alex."

"Iya pak jangan Alex, kalau Alex keringetan pasti cewek yang main bolanya pun gak serius." Hasbi berkata.

"Yaudah-yaudah Alan aja yang jadi wasit!" Pak Joko kini mulai kehabisan kesabarannya. "GAK ADA PENOLAKAN!"

"Wadawww bapaknya maksa ihh," sindir Alan.

"HAHAHAHAHAHAHAHAH."

"YANG KETAWA BAPAK TENDANG KALIAN KE LUAR ANGKASA NIH!"

Bukannya berhenti tertawa mereka malah lebih kencang lagi tertawanya sampai ada beberapa murid yang melihat ke arah lapangan akibat tawanya yang begitu keras.

A Lies || EunkookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang