Chapter 64

496 27 0
                                    

"Dari aku yang gagal membencimu."
- Diviana Frazetta

Hari sudah berganti menjadi malam, keduanya sedang menikmati pemandangan lalu lintas dari atas rooftop rumah sakit. Aqeel menghela nafas lelah, sesulit itu menghibur Diviana.


Cowok itu lalu berjongkok dihadapan kursi roda Diviana, ia benar benar tak sanggup melihat sang adik yang masih berdiam diri tak mau membalas ucapannya sama sekali.

"Vi," lirih Aqeel namun Diviana masih enggan membalasnya.

"Jangan diam aja kalo ada masalah cerita sama gua! Bagi masalah lo sama gua biar kita berdua bisa lewatinya bareng-bareng!" ucap Aqeel namun Diviana masih bungkam.

Air mata yang sudah ia tahan sedari tadi akhirnya jatuh membasahi pipinya membuat Aqeel segera menghapusnya. Ia tau perasaan Diviana sedang hancur tetapi ia tak mau Diviana menjadi gadis yang menyedihkan.

"Vi!" lirih Aqeel menahan nangis.

"Apa Qeel."

"Nangis yuk jangan ditahan lagi air matanya."

"Dingin!" ucap Diviana tanpa mau menatap wajah Aqeel.

"Yaudah kita masuk yuk!" ucap Aqeel lalu berdiri dan segera pergi mendorong kursi roda milik Diviana kedalam ruangan.

"Lo pulang ya, Qeel."

"Kalo gua pulang nanti siapa yang jagain lo disini?" tanya Aqeel sambil menggendong tubuh Diviana ala bridal style ke brankar.

"Gua gapapa kok, sendirian disini."

"Lo yakin serius nih gapapa?" tanya Aqeel menatap lekat ke arah Diviana.

"Iya gapapa kok, lagian juga kan nanti ada nenek dan kakek yang bakalan datang kesini nemenin gua."

"Yaudah kalo gitu gua pulang dulu ya, ingat pesan gua jangan aneh-aneh oke!" celetuk Aqeel mengacak gemas rambut Diviana.

"Jangan di acakin."

"Iya maaf adikku sayang, ingat jangan sedih sedih terus gak baik tau pokoknya lo harus tetap semangat sayang."

"Iya Aqeel, abangku sayang."

"Yaudah kalo gitu gua pergi dulu ya!" ucap Aqeel lalu mencium lembut kening Diviana dan langsung pergi meninggalkan ruangan rawat ICU milik Diviana.

***

Sedangkan dilain tempat ada Gibran yang sedang duduk gelisah dibalkon kamarnya entah kenapa, sedari tadi perasaannya tak enak sekali. Gibran lalu mengambil kotak berukuran sedang ia segera memasukkan semua barang-barang yang berkaitan pada Diviana, suatu langkah agar dirinya cepat move on dari Diviana.

Gibran lalu menyimpan kotak itu dibawah lemari bajunya, ya Tuhan tolong buat hati dan dirinya yakin akan pilihannya sendiri. Bahkan terhitung satu minggu lagi ia akan melaksanakan acara pertunangannya dan Davina. Setelah itu dirinya sudah menjadi milik Davina, tak ada lagi Diviana didalam hatinya sanggupkah dirinya nyatanya bisa jadi ia dan tidak.

"Rasa yang tepat di waktu yang salah!" ujar Gibran lalu menyeruput pelan kopi hitam buatannya tadi.

"Diviana Frazetta, mungkin kita gak akan pernah bisa bersama lagi tetapi aku yakin suatu saat nanti kamu pasti akan menjadi milikku tanpa dipisahkan oleh siapa pun lagi dan lagi!" gumam Gibran tersenyum manis sambil melihat ke arah langit.

Crazy Couple✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang