Chapter 65

702 31 11
                                    

"Tanpamu lagi."

Aqeel dan Dimas sedang duduk dipinggir lapangan berbeda dengan Gibran yang sudah dulu bermain basket karena Gibran kapten basket SMA Darma Bangsa.


"Bran istirahat dulu yaelah!" sahut Dimas namun Gibran tetap saja melambungkan bola basket ke ring.

"Biarin aja Dim gak usah dilarang nanti juga kalo udah capek pasti bakalan diam sendiri."

"Kasihan gua sama kakinya."

"Lebih kasihan lagi sama kepalanya, selalu berpikir keras mau ngerelain hatinya untuk siapa Diviana atau Davina hahaha."

"Hooh apalagi hatinya, duh sad boy banget sih Gibran anjim satu itu hahaha."

BRAKK

"Eh— bangsat suara apaan tuh anying!" celetuk Dimas terperanjat kaget segera menoleh ke arah Gibran.

"Woi Gibran untung aja gak rubuh nih tiang kalo main basket asal seradak seruduk aja!" celetuk Aqeel lalu menatap sinis ke arah Gibran yang masih santai seakan-akan tak terjadi apa-apa.

"Samperin, Qeel!" ucap Dimas membuat Aqeel lalu mengangguk kecil.

"Kalo punya masalah hidup itu bilang jangan ngelampiasinnya lewat basket!" sahut Dimas tertawa kecil.

"Kalo gua ngelampiasinnya sama manusia yang ada semua orang bakalan mati di tangan gua bangsat!" celetuk Gibran menatap sinis ke arah Dimas dan Aqeel.

"Eh— anjir iyanya juga ya, yaudah sabar aja Bran lagian lo tuh kenapa sih, kayaknya lagi kacau banget."

"Gua gapapa kok, yaudah yuk balik."

"Yuklah, lama-lama ngeri juga ada disini!" sahut Dimas muncul deh jiwa alay tingkat dewanya sobat.

Ketiga cowok itu langsung berjalan menuju parkiran sekolah mereka bertiga lalu masuk kedalam mobil mereka masing-masing dan ketiganya langsung pergi melintasi jalanan Ibu Kota pada sore hari sedangkan Gibran, dirinya memutuskan untuk kembali pulang ke apartemen miliknya.

***

Berbeda dengan Diviana yang masih duduk berdiam diri di balkon kamarnya, apa kabar dengan hatinya nanti, setelah Gibran benar-benar memilih pergi dari kehidupannya nanti. Perlahan semilir angin mulai menerpa rambutnya, tanpa ia sadari cairan kental berwarna merah mulai keluar begitu saja dari dalam hidungnya, mimisan lagi.

Yups, keadaan cewek itu semakin menurun bahkan sudah beberapa harian ini, Diviana tak pernah lagi meminum obat yang diberi oleh dokter Dhika waktu dirumah sakit lalu dan bahkan kali ini, rasa sakitnya melebihi hari kemarin Diviana dengan sekuat tenaga lalu masuk kedalam kamarnya, ia langsung merebahkan tubuhnya di kasur king size miliknya.

"Vi, Vivi bukain dong pintunya!" panggil Amira yang sedang berdiri didepan pintu teras rumahnya Diviana.

"Vivi bukain dong pintunya!" ucap Aurel masih saja mengetuk pintu rumah Diviana terus-terusan.

"Vivi kita datang nih bawain martabak keju susu kesukaan lo seperti biasanya."

Huft, baru saja Diviana ingin memejamkan kedua matanya namun suara menggelegar milik Amira dan Aurel berhasil membuat ia terperanjat kaget. Diviana sebisa mungkin bangun dari tempat tidurnya, namun tidak bisa karena pusing sudah mengusai dirinya sedangkan mereka berempat yang berada dibawah sana sangat khawatir sekali.

Crazy Couple✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang