43 - That feel

299 28 3
                                    

Duduk di taman belakang menjadi pilihan Theo kali ini, ia membawa Rachel ke arah sana untuk membahas beberapa hal tentang Osis, tentu saja karena mereka berdua sebagai Seksos dan Ketos, ada beberapa hal yang akan mereka bahas tentang laporan sewaktu pensi beberapa hari yang lalu karena perintah dari pak kepsek yang tentu saja harus dilaksanakan.

Dengan lembaran kertas yang sudah berada di genggaman Theo, ia kemudian menyodorkannya pada Rachel, juga memberitahunya tentang beberapa hal yang akan mereka bahas saat ini.

Sebenarnya ia bisa saja memberitahukannya nanti selepas pulang sekolah, tetapi ada hal yang harus ia lakukan setelah jam pulang. Dan waktu yang ada hanya tersisa jam istirahat, juga dia sudah meminta izin pada pak Andar, wali kelas Rachel untuk membawanya dengan alasan membahas urusan organisasi yang tentu saja langsung dibolehkan oleh pak Andar.

"File yang waktu itu kamu buat masih disimpan kan? Aku udah nyuruh Javier buat print nanti. Pak kepsek juga udah bilang ke aku, buat laporan seterusnya biar aku sama kamu yang menghadap ke pak kepsek, nggak tau kenapa."

Jawaban tak Theo peroleh ketika ia telah mengucapkan beberapa kata, ntah Rachel mendengarnya atau tidak, saat ini ia hanya diam dengan tatapan kosong.

"Chel?" Panggil Theo ketika ia menyadari, sedaritadi hanya dia yang berbicara.

"Rachel?" Theo sedikit mengeraskan suaranya, dengan Rachel yang tiba-tiba terperanjat, ia langsung menegakkan tubuh, kemudian kembali berfokus pada Theo.

Theo hanya tersenyum kecil, melihat Rachel yang sedikit gelagapan, Theo tau mungkin saja ada beberapa hal yang sedang ia pikirkan.

"Kamu tadi dengar?" Tanya Theo membuat Rachel agak kikuk. Tadi, Theo bahas apa ya?

"M—maaf kak, aku tadi kurang konsen." Kata Rachel lirih, membuat Theo menghela nafasnya.

"Ada yang kamu pikirin?" Tanya Theo merubah pembicaraan. Membuat Rachel menoleh ke arahnya dengan raut ragu.

"Ekspresi kamu kebaca, kelihatan banget gelisah. Ada hal berat yang lagi kamu rasain?"

"N—–nggak ada."

"Kalau kamu bohong jelas banget malah, aku rasa kamu bahkan nggak bisa bohong." Rachel terdiam.

"Kalau kamu percaya sama aku, bilang aja. Anggep aja aku jadi tempat kamu berbagi keluh kesah, walaupun kalau kamu ngutarain hal yang kamu rasain, dan aku nggak bisa ngasih saran apapun, yang penting kamu udah ngerasa lebih lega ketika ngebagi hal yang lagi kamu rasain ke orang lain, bisa ngeluarin emosi yang kamu coba pendam. Ya, itu juga kalau kamu mau si."

Memang benar kata Theo, Rachel banyak menyimpan perasaan emosionalnya yang selalu ia pendam sendiri. Berbagi pada Indiz dan Mettha bukan pilihan Rachel, Rachel takut membuat Indiz dan Mettha khawatir kepadanya.

Baikkah kalau Rachel sedikit mencurahkan perasaan yang tengah ia rasa pada Theo saat ini?

Helaan nafas Rachel terdengar, dengan diiringi kedua alis Theo yang terangkat ke atas. Theo banyak melihat ekspresi Rachel selama ini, ekspresi ceria dan senyuman Rachel yang membuatnya senang ketika melihatnya. Ketika melihat ekspresi gelisah Rachel seperti ini, entah kenapa Theo juga jadi merasakan hal yang sama.

"Kak Theo mau dengerin curhatan aku?" Tanya Rachel hati-hati, tak ayal membuat senyuman Theo mengembang di kedua sudut bibirnya.

"Bukan masalah besar sebenarnya, tapi hati aku selalu gelisah kalau ngerasain hal itu."

"Maksudnya? Ada orang lain yang kamu pikirin? Abang kamu? Atau adik kamu?" Balas Theo membuat Rachel menggeleng.

"Bukan."

GANGSTER ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang