Jam sudah menunjukkan pukul 3 sore saat ini, dan sudah 1 jam lamanya juga Rachel tak henti-hentinya merubah posisi tubuhnya. Dari yang awalnya tidur terlentang menjadi duduk, berjalan mondar-mandir atau bentuk kelakuan apapun yang menandakan ia tengah memikirkan suatu hal yang serius di pikirannya.
"Apa aku keterlaluan? Apa aku terlalu ikut campur sama masalah keluarga kak Jeff? Tapi, aku cuma khawatir sama kak Jeff." Gumam Rachel saat ia tengah mondar-mandir di depan tempat tidurnya. Selepas pulang sekolah tadi, pikiran Rachel hanya terhanyut pada rasa bersalahnya kepada Jeff. Rachel takut membuat Jeff marah atau kecewa kepadanya, tapi ia juga tidak bisa mengabaikan permintaan Shown agar mereka berdua kembali berdamai.
"Ngeliat tatapan om Shown, tatapan matanya benar-benar kelihatan om Shown sangat merindukan kak Jeff. Tapi kak Jeff juga dalam posisi terluka, dia nggak tau kebenarannya tapi dia maksain apa pemikirannya sendiri kalau itu adalah hal yang benar, dan malah membuat semuanya makin rumit. Buat orang asing kaya aku, apa yang harus aku lakuin? Cara apa yang harus aku pakai?" Rachel menggigit bibir, merasa khawatir juga ragu secara bersamaan. Ia merasa khawatir karena kalau ia tidak melakukan sesuatu, maka om Shown akan semakin terpuruk, tapi ia juga merasa ragu dalam waktu yang bersamaan, ia ragu kalau ia bisa mengatakan semuanya secara gamblang pada Jeff, ia takut Jeff menyangkal semuanya dan malah membencinya karena ia mengatakan semuanya karena suruhan Shown, bukan tanpa bukti nyata yang bisa ia berikan pada Jeff.
Tapi tidak, itu tidak mungkin.
"Aku nggak mungkin berhenti di tengah jalan gitu aja, om Shown pasti merasa putus asa selama ini dan kak Jeffrey juga merasa tertekan. Ngebiarin mereka berdua ngejalanin hari-hari kayak gitu, aku nggak bisa ngebayangin sebagaimana tersiksanya mereka berdua."
"Aku harus lakuin hal lain lagi buat ngejelasin semuanya ke kak Jeff." Kata Rachel final setelah hampir beberapa jam lamanya ia menimang segala pemikirannya secara matang. Rachel rasa, memang seharusnya inilah yang ia lakukan, mencoba mendamaikan kedua orang itu dengan segala cara.
Rachel beranjak dari tempat tidurnya, ia melangkah ke arah lemari pakaian untuk mengganti pakaiannya. Setelah bersiap dengan baju santainya, Rachel mengambil tas slempang kecil untuk di letakkan di bahunya, kemudian melangkahkan kakinya kembali menuju ke arah pintu.
Cklek!
Pintu kamar Rachel terbuka, Rachel sedikit terlonjak karena ada sesosok laki-laki yang tengah berdiri di depan pintu kamarnya.
"Jovan, kamu ngapain?" Tanya Rachel sambil mengelus dada karena terkejut dengan Jovan yang tiba-tiba berada di hadapannya.
"K—kak Rachel." Jovan tiba-tiba gugup mendapati Rachel yang memergokinya tengah berdiri di depan kamar.
"Nyariin Jeno?"
"It—nggak, i—iya maksudnya iya Jo—Jovan lagi nyari Jeno kak." Jovan gelagapan, membuat Rachel mengernyit karena melihat tingkahnya.
"Jeno ada dibawah kayaknya kalau nggak di kamar. Biasanya aja kamu langsung masuk ke kamar Jeno."
"Ah, iya itu anu...emm Jovan lagi eh—keliling, tadi di kamar Jeno nggak ada, jadi Jovan kesini."
"Ah...jadi kamu mau nanya ke kakak Jeno dimana?"
"I—iya kak."
"Masuk aja kenapasi, kak Rachel aja di dalam, ngapain nunggu di luar?"
"E—takut ganggu kakak di dalam." Jawab Jovan.
"Ngapain mikirnya kaya gitu, kan udah kak Rachel bilang, anggap aja kak Rachel kaya kakak Jovan sendiri, mana mungkin kakaknya keganggu kalau adeknya cuma mau nanyain sesuatu." Kata Rachel sambil menepuk kedua bahu Jovan, membuat Jovan langsung menunduk kemudian mengangguk kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
GANGSTER ✔
Teen FictionIni tentang Jeffrey Ragaska Dewandaru, Leader Alaskar. Ia bukan hanya dikagumi karena memiliki paras tampan dan tubuh yang proporsional tetapi ia juga dihormati karena kepiawaiannya dalam memimpin pertempuran. Rachel Adhiyasta adalah seorang gadis c...