53 - Ingatan masa lalu

311 25 7
                                    

Jovan memasuki rumahnya dengan perasaan takut yang mengintai, seakan segala jenis pandangan yang ada membuat dirinya terkucil dan sedikit was-was. Walau ia kembali ke rumah, tetapi perasaan yang Jovan rasakan di dalam bangunan rumah sederhana bercat coklat itu bukanlah rasa senang kembali ke rumah yang dirasakan tiap orang biasanya, tetapi Jovan merasakan ia tengah memasuki sebuah tempat asing yang penuh penderitaan di dalamnya. Dan jujur, Jovan takut jika harus kembali ke sana.

Dengan langkah mengendap-endap, Jovan perlahan memasuki rumah yang kelihatan lenggang itu. Matanya tak berhenti memandang sekitar, seolah Jovan akan melakukan kejahatan di rumahnya sendiri.

Menyadari tak ada hal yang mencurigakan, Jovan memperdalam langkah, kini ia mulai menaiki tangga kecil penghubung lantai atas, menuju ke kamarnya sendiri.

Ketika ia akan membuka pintu kamarnya, mata Jovan tak sengaja melihat sebuah ruangan berpintu merah yang berada dua ruangan dari kamarnya. Jovan mengernyit bingung, ketika melihat sedikit celah antara pintu yang terbuka kecil. Seingat Jovan, dari awal ia pindah, Jovan tak pernah melihat ruangan itu terbuka. Dan Jovan juga tak berani untuk melangkahkan kakinya ke sana.

Tapi, rasa penasaran Jovan seakan memuncak, ketika ia melihat cahaya remang-remang yang berasal dari dalam ruangan, seakan mencoba merayu Jovan untuk masuk ke dalam ruangannya.

Dengan perlahan, Jovan menggeser arah tubuh, menyipit kecil saat ia tahu bahwa hari ini ia sendirian. Rasa penasaran Jovan, tak bisa kembali ia bendung. Apa yang menjadi tanda tanya Jovan ketika melihat ruangan itu, rasa penasaran yang Jovan rasakan, ia ingin mengetahuinya sekarang.

Decitan sepatu Jovan berbunyi seiring dengan tubuhnya yang melangkah mengarah ke ruangan berpintu merah itu. Saat berada di hadapannya, Jovan meneguk ludah merasakan seluruh tubuhnya yang bergemetar hanya untuk menarik kenop pintu di hadapannya.

Setelah menstabilkan diri, Jovan berniat meneruskan apa yang akan ia lakukan tadi, menjulurkan tangannya ke depan untuk meraih kenop pintu, membuka pelan pintu itu dengan tarikan yang lirih, bahkan nyaris tak berbunyi sama sekali.

Awalnya hanya ada sebuah ruangan dengan pencahayaan yang minim di dalamnya, tetapi semakin lama Jovan masuk ke dalamnya, ia merasakan sebuah kejanggalan aneh ketika ia melihat sebuah papan dan tembok-tembok yang berada di sana terhias dengan bermacam benda tipis berwarna berbeda-beda.

Sekeliling Jovan, bukan, seluruh hal yang berada di ruangan yang Jovan pijak berisikan foto-foto dengan angle berbeda yang kelihatan di potret secara diam-diam. Foto yang kecil, foto yang sedang hingga sebuah poster yang berukuran TV besar juga terpampang jelas di hadapannya.

Foto yang terpampang membuat Jovan gemetar ketika melihatnya, tubuhnya meremang takut dengan remasan kecil di kedua tangan Jovan merasakan perasaan bergejolak yang tak mampu Jovan suarakan dengan kata-kata. Foto-foto yang berada di hadapannya, Jovan benar-benar mengenal siapa dirinya. Foto yang berada di hadapannya, semuanya adalah foto Rachel, dan ternyata selama ini dugaannya benar.

BRAK!

Suara pintu yang di buka kasar langsung membuat Jovan mengerjap terkejut, dia berbalik badan dengan gesture yang was-was. Keringat di pelipisnya bercucuran, tubuhnya gemetar ketakutan, bahkan mulutnya terasa terkunci tanpa bisa mengeluarkan suara sekecil apapun.

"Apa yang kamu lakukan di sini?" Pertanyaan yang di dengar Jovan langsung membuat kerongkongannya tercekat. Bibirnya bergetar tanpa mampu membukanya sama sekali. Dada Jovan bergemuruh, dengan langkah kakinya yang perlahan memundur karena seseorang di hadapannya perlahan mulai mendekat ke arahnya.

"Apa yang kamu lakukan di sini?" Beo orang itu, membuat wajah Jovan pucat pasi. Sekujur tubuhnya gemetar, ia benar-benar ketakukan ketika melihat ekspresi nyalang seseorang yang ada di hadapannya kini.

GANGSTER ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang