Selama berada di rumah sakit empat hari ini, aku merasa ada yang aneh pada diriku. Terkadang di pagi hari, aku merasa mual. Namun untungnya itu tak berlangsung lama dan hanya sesekali saja, tidak terlalu parah.
Mungkin aku masih perlu banyak istirahat. Apalagi dokter menyuruhku untuk tinggal lebih lama disini. Tentunya aku tolak dengan keras, alasannya karena aku hanya tak ingin menghabiskan uang Jaehyun lebih banyak lagi untuk pengobatan.
Padahal Jaehyun sendiri tidak masalah. Dia berkata lewat telepon, bahwa aku harus tetap disini sampai keadaannya membaik.
Masa bodoh. Aku sudah tidak sakit dan ku rasa baik-baik saja. Ini hanya mual biasa yang aku alami di akhir sakit vertigo ku.
Disini ada Winwin. Lelaki China itu memberi tahu bahwa Jaehyun tak bisa datang untuk menjemput ku di rumah sakit karena banyaknya tugas dan meeting sana-sini, jadi aku mengiyakan saja ketika dia datang dan mengajakku pulang.
Saat aku hendak mengambil jaket bulu yang Winwin bawa dari apartemen, dokter datang ke dalam ruang rawat ku dengan senyum merekah.
"Maaf nyonya. Saya lupa memberikan ini pada suami anda," dokter bername tag Lee Minhyuk itu memberikan sebuah amplop berlogo rumah sakit padaku. "Apa ini dok?"
"Anda bisa membacanya nanti nyonya. Saya ucapkan selamat untukmu dan suami." Katanya sambil sedikit merunduk dan pamit. "Terima kasih dokter." Balasku yang ikut melakukan gerakan serupa.
"Menurutmu ini apa Win?"
Oh iya. Semenjak kejadian waktu itu, kami semakin dekat. Winwin pun menjadi santai dan tak lagi kaku saat berbicara denganku.
"Diagnosa penyakitmu, mungkin?" Dia mengedikkan bahu. "Kenapa gak kamu buka aja deh?"
Aku terkekeh. "Sebenarnya aku malas banget baca hasil pemeriksaan dari dokter. Gak ada yang menarik sama sekali dan malah selalu membuatku takut. Pasti hasilnya gak baik." Tanganku membuka amplop itu dengan tak sabaran.
"Sini. Biar aku yang bacakan!" Winwin merampas kertas itu begitu saja. Dibacanya tulisan yang tercatat disana dalam diam, kemudian telapak tangannya menutup bibir seakan benar-benar merasa terkejut.
Ku rebut kembali kertas itu. "Kenapa sih? Jangan terlalu berlebihan. Kau membuatku sangat ta—"
"Selamat ya Chaey! Kau hamil!"
Tubuhku membeku di tempat dengan tatapan tak percaya. Kakiku sudah seperti jelly yang tak mampu berdiri tegap, serta mendadak gemetar.
Kertas itu menunjukkan bahwa aku positif mengandung anak dari Jung Jaehyun.
"I-ini gak mungkin. S-semuanya pasti salah! Iya kan Win?!"
"Diagnosa dokter gak pernah salah, Chaey. Aku yakin kamu benar hamil. Apalagi kemarin-kemarin sempat ngerasa mual kan?"
"T-tapi.."
"Tunggu apa lagi? Ayo telepon Jaehyun! Kasih tahu dia tentang ini. Pasti dia senang!"
Apa wajahku terlihat bahagia saat ini? Winwin mungkin merasakan demikian, namun bagaimana dengan Jaehyun? Aku tak bisa membayangkan bagaimana ekspresinya nanti saat tahu aku hamil. Apalagi lelaki itu hendak menikahi Rosé, bisa-bisa pernikahan mereka batal nanti.
Setelah ku pikir-pikir langkah apa yang akan aku ambil selepas mendengar dari Junghwan bahwa kedua orang tuanya akan menikah dalam tempo tiga bulan lagi, aku memilih untuk mengalah. Membiarkan Jaehyun menentukan kebahagiaannya.
Jangan kalian pikir aku baik-baik saja. Bahkan Winwin menjadi saksi dimana aku selalu menangis setiap malam karena rasa sesak yang terus-menerus muncul, ketika mengingat kembali luka yang Jaehyun torehkan padaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stuck Misunderstood [END]
FanfictionTerjebak dalam situasi seperti ini membuatku menyesal. Jaehyun ft. Chaeyeon