HAPPY READING💚
Jarum jam terdengar nyaring di ruangan kelas 11 IPS 3 yang sedang mengikuti ujian akhir semester. Hari pertama, dijam pertama, mereka sudah disuguhkan oleh pelajaran Ekonomi.
Okey, banyak yang bilang Ekonomi sekarang lebih gampang dipahami. Tapi itu bagi orang yang memiliki otak. Umm ... maksudnya mereka yang mau berpikir dan selalu mendapat nilai besar di semua pelajaran. Singkatnya, murid pintar.
Tapi bagaimana dengan para ANJAY? Jangankan pelajaran Ekonomi, pelajaran bahasa Indonesia saja nilai mereka masih 6. Padahal hanya membaca dan memahami, tidak perlu hitung-menghitung.
Pengawas kali ini cukup kalem, hanya duduk di depan sambil memperhatikan, terkadang beliau memainkan ponselnya.
Suka ada istilah 'nilai ujianku tergantung pengawas'. Apa kalian juga sependapat, atau biasa saja?
Bagi para ANJAY begitu. Hanya bermodal bismillah saja mana bisa dapet nilai 8. Harus ada tawakal dan ikhtiar. Doanya sudah, tinggal usaha yang belum.
Yovie benar-benar duduk paling ujung, cowok itu kalem-kalem aja karena sejak tadi sibuk searching, begitu juga dengan Alwan. Ternyata cowok itu juga duduk paling ujung.
Mari jelaskan sedikit tata letak mereka. Murid berjumlah 30 siswa dan duduknya perorangan. Terbagi menjadi 5 baris ke samping dan 6 baris ke belakang. Urutan pertama di mulai dari kiri, berdekatan dengan meja guru.
Alendra menempati barisan paling depan dan paling tengah. Di belakang cowok itu ada Dika, lalu Naya. Sedangkan Johan masih satu jajaran dengan Naya tapi terhalang satu meja yang ditempati Juan. Lalu Yovie berada di belakang sisi kanan, dan Alwan bagian sisi kiri. Kebayang?
Naya sebisa mungkin mengisi soal dengan kemampuannya, 20 menit berlalu dia hanya bisa mengisi 7 soal.
Ini kesempatan dirinya untuk bertanya pada sahabat-sahabatnya, tapi Naya bingung memilih siapa. Jika Alendra, ia kurang yakin karena duduk di depan. Kalau Johan, di sebelahnya ada Juan, mana bisa dia bertanya.
Akhrinya memilih Alwan. Kebetulan cowok itu sedang lirik sana-sini, gadis itu langsung memberi kode.
"Nomer lima," ucapnya tanpa suara.
Alwan melihat jawaban miliknya, lalu menjawab. "B."
"Apa? D?" tanya Naya. Dia tidak melihat dengan jelas gerakan bibir cowok itu mengucap apa.
"B!" Alwan kembali menggerakan bibirnya, tetapi Naya masih tidak mengerti. "Bicak-bicak di dinding, diam-diam merayap."
Saat Alwan menyanyikan lagu cicak-cicak itu Naya masih berfikir, sampe akhirnya dia paham. Dan keributan Alwan mengundang curiga dari pengawas.
"Hei yang belakang! Ada apa?"
"Oh, itu Bu! Saya pusing, makanya nyanyi dulu."
"Sejak kapan cicak-cicak jadi bicak-bicak?"
"Hehe, cari rasa baru Bu."
Selagi guru itu menegur Alwan, Alendra menoleh ke belakang. "Nomer berapa tuh?" Naya menunjukan kelima jarinya.
Suasana kembali tenang lagi. Sebenarnya orang-orang yang duduknya tersembunyi, diam itu karena sedang menyontek. Dan guru mengira kalau mereka sedang fokus mengisi dengan jujur.
"Woy!" bisik Johan.
Dengan malas Naya menoleh. Bukan malas pada sahabatnya, tapi pada orang yang berada di tengah-tengah mereka.
"Nomer berapa yang belum?"
Naya menyebutkan nomer yang masih kosong, dan dengan lancarnya Johan memberitahu. Tapi kemudian Juan merasa risih dengan tingkah mereka langsung menoleh pada Naya. Dan gadis itu pun sontak menegakan tubuhnya dengan wajah datar.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE ANJAY [END]
Teen FictionAwalnya mereka mengajak Naya bergabung masuk ke dalam pertemanan mereka karena merasa kasihan dengan gadis itu dan juga butuh orang orang waras di antara mereka. Hingga terbuatlah nama ANJAY. The Anjay adalah sebuah nama yang diambil dari nama depan...