[7] Salah Tuduhan

2.7K 460 25
                                    

HAPPY READING💚

Hampir satu jam setengah mereka belum juga menemukan rumah yang tertulis di telapak tangan Naya. Padahal mobil yang mereka tumpangi sudah memasuki gang kecil, jalan kecil yang hanya muat satu mobil.

Tapi alamat yang dituju belum ketemu. Mencari alamat di perumahan kampung yang padat seperti ini memang agak susah.

"Tuh ada ibu-ibu di depan. Kalian tanya aja sama dia," ucap Alendra ketika melihat seorang wanita sedang menyapu halamannya.

"Yaudah Nay sama gue yuk."

Alwan dan Naya segera turun dari mobil. Sebenarnya dari awal mereka masuk daerah itu belum melihat satu manusia pun yang bisa ditanyai.

"Assalamualaikum, Bu. Permisi mau tanya, di sini rumah pak ustad di mana?" tanya Naya.

"Nama ustadnya siapa?" tanya wanita itu membuat keduanya diam. Reza tidak memberi tahu namanya siapa.

"Di sini lumayan banyak ustad. Kalian cari yang mana?"

"Wan, gimana? Kita nggak tau namanya," bisik Naya.

"Lo kasih aja alamatnya. Mungkin si ibu-ibu ini tau," balas Alwan ikut berbisik.

Naya mendekati wanita itu dan memperlihatkan telapak tangannya.

"Kita cari ustad yang alamatnya ini."

"Oh ustad Sholeh, ini deket, neng. Dari sini kalian tinggal belok, nanti ada rumah yang warnanya ungu. Tapi kalian gak bisa bawa mobil, jalannya cuma muat jalan motor aja."

"Kalo kita nitip mobil di sini aman gak, Bu? Soalnya mobil ini bukan punya kita," ucap Alwan.

"Kalian tenang aja di sini aman."

"Makasih, Bu. Kalo gitu kami pergi dulu."

Dua remaja itu kembali menghampiri teman-temannya.

"Gimana?" tanya Yovie.

"Deket kok, tapi kita harus jalan. Soalnya mobil gak bisa masuk," jelas Naya.

"Tapi ini mobil aman gak?" tanya Alendra was-was.

Kalau terjadi sesuatu pasti ia yang dimintai pertanggung jawaban. Kan dirinya yang punya ide ini sampai meminta izin meminjam.

"Aman. Cepat turun, waktu kita gak banyak."

Tiga yang lainnya segera turun. Mereka memberikan senyuman pada Ibu tadi yang masih menyapu. Tak sampai lima menit mereka sudah menemukan rumah yang dikatakan warga tadi. Yang pertama kali berani mengetuk pintu itu ialah Johan.

"Permisi. Pak..." teriak Johan.

"Woy ini rumah ustad, mana bisa lo gini," omel Yovie.

"Salah lo sih gak mau ketuk pintu. Lo aja sana deh yang ketuk."

"Punya temen kok bego. Lo tinggal ketuk ntar gue yang nyahut."

Dengan kesal Johan mengetuk pintunya sekali lagi. Saat Yovie sudah membuka mulutnya, pintu itu sudah terbuka.

"Waalaikumsalam. Kalian siapa, ya?" Mendadak mereka jadi kikuk.

"Assalamualaikum, Pak," ucap mereka. Dengan senyuman ramah pria itu kembali menjawab.

"Begini pak, kami kesini atas suruhan pak Reza, guru kami di sekolah," jelas Yovie.

"Oh, Reza Adhitama?"

"Betul, Pak. Beliau menyuruh kami mencari Bapak untuk membantu sekolah kami yang lagi diserang sama hantu pak," ujar Alendra membuat pria itu mengernyit bingung.

THE ANJAY [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang