[59] Bukan Pilihan

1.1K 218 45
                                    

HAPPY READING💚

"Mah emangnya gak bisa wakilin sekaligus?"

"Ya ga bisa lah bego, kalo bentrok gimana."

Seorang Ibu yang diberi pertanyaan itu malah terdiam. Kini kedua anaknya sedang meminta untuk datang sebagai wali di acara kelulusan nanti.

"Ya gak mungkin Ngga, lo anak IPA pasti duluan. Mama bisa temenin lo dulu, setelahnya nanti gue."

"Tetep aja Mama gak bakalan bisa."

Naya tetap tidak menyerah membujuk, kalau bukan orang tuanya siapa lagi yang akan menemaninya saat waktu kelulusan.

"Kalo gitu Papa aja."

"Gak bisa, Papa besok mau keluar kota." Sarah menjawab dengan nada ketus.

"Yaudah lah datang sendiri juga bisa kan," ujar Rangga.

"Kenapa nggak lo aja!"

Rangga tertawa sinis melihat Naya yang berani menjawab dengan kemarahannya.

"Gue anak kebanggaan, wajar aja kalo Mama lebih milih gue."

Menjadi anak yang selalu dibanding-bandingkan siapa yang tidak sakit hati. Walaupun diam bukan berarti menerima dan pasrah saja, itu sedang menyembunyikan bahwa dirinya tidak ingin terlihat sedih di hadapan orang lain.

Begitulah dengan Naya, walaupun kenyataannya benar bahwa Rangga selalu unggul dalam hal apapun, tapi tidak seharusnya kasih sayang orang tua diberikan pada cowok itu semua.

Lantas Naya langsung berdiri setelah mendengar itu, ia sangat sensitif jika sudah menjadi bahan perbandingan.

"Aku harap Mama bisa usahin."

"Kalo pun jadwalnya gak bentrok, Mama juga gak bakal mau temenin lo. Mama bakal malu liat anaknya gak ada presentasi," ucap Rangga.

Semakin Naya jauh, semakin keras juga Rangga berbicara. Dia sengaja melakukan itu agar membuat dirinya senang, dan juga membuat Naya sadar bahwa sudah jelas dialah yang bukan anak kandung.

Gadis itu menutup pintu dan menguncinya, dia bersandar di balik pintu itu berusaha menenangkan dirinya agar tidak terpengaruh karena omongan kakaknya. Naya mendongak pada langit-langit kamarnya mencegah air matanya agar tidak turun.

"Kalo tau gue bukan anak kandung, ngapain dipungut kalo gue gak ada guna di keluarga ini."

Ia menghela nafas kasar dan sedikit lebih tenang, berjalan mendekati tempat tidur lalu meraih ponsel.

Ada begitu banyak pesan dari teman-temannya untuk datang ke rumah Alendra. Karena tak kunjung ia balas, Alendra sampai meneleponnya.

"Ngapain gak dateng," ucap seseorang itu tanpa ada basa basi lebih dulu.

"Males, Le."

"Hidup lu penuh kemageran."

Setelah dipikir-pikir lebih baik Naya pergi ke rumah temannya, ia terus-terusan kepikiran ucapan Rangga tadi. Mungkin kalau ia jauh dari rumah bisa menghilangkan pikiran itu.

"Yaudah gue otw nih."

"Telat! Mereka aja baru pulang."

"Cepet amat, perasaan gak ada setengah jam gue ninggalin hp."

"Gak seru kalo gak ada lo. Tadinya mau bahas buat perpisahan." Seketika Naya enggan menjawab.

"Eh lo udah siapin apa aja. Kebaya udah ada belum? Mama tanyain nih, kalo belum mau dibantuin nyari."

THE ANJAY [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang