[10] Tawuran

2.6K 441 23
                                    

HAPPY READING💚

Seluruh siswa dari semua sudut bersiap untuk melaksanakan upacara hari senin. Ada yang sudah berkumpul di lapangan, ada juga yang masih di kelas.

Memang ini baru pukul 6.45 dan biasanya mereka menunggu anak OSIS datang ke kelas satu persatu untuk segera kelapangan.

Sedangkan Naya, beberapa kali melewati depan kelas merasa kesal. Bukannya segera ke lapangan malah mengumpul dan menghalangi jalan. Untungnya tinggal dua kelas lagi ia sampai di kelasnya.

"Aih neng Naya..," sapa Johan yang baru saja keluar dari kelas.

"Apaan?"

"Nggak. Mas cuma mau bilang, eneng cantik banget hari ini."

Naya memutar bola matanya. Hari ini Naya mencoba gaya rambut yang berbeda. Seperti ucapan Rere kemarin, Naya mengepang rambutnya ke pinggir.

Semalam dia mencari tutorialnya, sampai akhirnya Naya bisa mengepang rambutnya sendiri. Benar sih, lebih enak seperti itu. Tidak ribet dan tidak bikin gerah.

Saat masuk kelas, Naya berpas-pasan dengan Dika. Ada yang aneh dengan cowok itu, Dika terus menatap Naya tanpa bicara. Naya mengernyit, ada yang salah dengan dirinya?

"Kenapa, Dik?" Naya memberanikan bertanya.

"Nggak. Gue duluan, ya."

Gadis itu mengangguk. Tak mau ambil pusing Naya segera menyimpan tasnya. Kelas sudah sepi, semuanya telah berada di luar. Sama seperti kelas yang lainnya, teman sekelasnya juga malah asik berkumpul di depan kelas.

"Kenapa belum ke bawah?" tanya Naya ketika teman-teman cowoknya masih mengobrol di depan pintu.

"Nungguin lo lah. Kuy!" ajak Alendra.

Kelima remaja itu ikut yang lainnya saat anggota OSIS sudah berteriak menyuruh ke lapang. Tahu siapa orangnya? Teman dari wakil OSIS yang kelakuannya sebelas duabelas. Sok ngatur, sok paling inginkan dihargai, sok berkuasa.

"Kira-kira bakal ada yang kesurupan lagi gak, ya?"

Yovie terkekeh mengingat kejadian minggu lalu yang baru pertama kali berurusan dengan guru. Bukan hanya guru BK saja, ini semua guru sekaligus.

"Kalo nggak ada biar si Jojo sama si Alwan yang pura-pura kesurupan," sahut Naya.

"Boleh tuh. Ntar pas ditanya sama guru, jawabnya bikin konten bu." Alwan tertawa mengingat ucapan Alendra waktu itu.

"Ya terus mau jawab apa lagi. Mending gue jujur dong," ujar Alendra.

"Gue emang bego, Le. Tapi ucapan lo waktu itu bener-bener polos. Untung aja gue gak keceplosan ngakak. Ntar diskak sama guru amnesia itu," ucap Johan.

Alwan kembali terbahak. "Anjir, waktu itu aing juga bingung. Badrun siape gitu."

"Nah ini yang harus diluruskan. Nama kita ini tertulis, tapi gak ada yang tau keberadaan kita. Makanya gue pengen hits biar pada tau kalo kita ini ada," jelas Alendra.

"Ntar lagi aja bahasnya. Udah mau baris tuh," ucap Naya.

Kelas 11 IPS 3  paling tidak bisa diam saat dibariskan. Dika saja kewalahan mengurusi rakyatnya yang tidak bisa diam. Apalagi geng Amora.

Aneh, mereka setiap hari senin ikutan upacara tapi masih saja bilang panas lah, gak mau terkena sinar matahari, gak mau barisan paling dapan. Pokoknya mereka paling rempong.

Untungnya selama 45 menit tidak banyak yang bicara lagi, apalagi yang mengalami kerasukan. Upacara pagi ini terasa khidmat, walau masih ada saja dari kelas lain membuat keributan.

THE ANJAY [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang