Wounded soul
Here we are, starting a new page, a new adventure.
Begitulah isi caption pada story Tasya yang berisikan gambar jari manisnya yang dilingkari cincin bergaya minimalis dari brand Tiffany and co.
Arka resmi melamar kakaknya.
Hulya menghela napas panjang sambil mematikan ponselnya. Ada perasaan yang tiba-tiba muncul saat melihat potret momen hari ini. Bukan cemburu, jelas tidak. Entahlah, ia sendiri tak mengerti. Sepertinya ia marah karena Sania punya urusan besar, tapi bisa-bisanya ia masih tersenyum lebar sampai hari ini.
"Hulya. Sorry, udah nunggu lama ya?" Sapa seorang gadis yang memakai khimar biru yang baru datang.
"Enggak kok. Kelas kamu baru selesai ya?"
Salwa mengangguk dengan wajah lelahnya. "Intensitas stress aku makin nambah kayaknya tiap semester," katanya agak melas. Sedangkan Hulya hanya menanggapinya dengan tertawa kecil.
"Jadi gimana nih?"
"Iya, aku mau lanjutin pembahasan kita yang semalam."
Tentu saja semuanya sudah disiapkan dengan baik dalam map biru yang ia bawa. Tangannya menyodorkan beberapa lembar kertas ke hadapan kawan kampusnya ini.
Bukan tanpa alasan Hulya mengajak Salwa bertemu sore ini untuk berdiskusi. Selain karena ia seorang freelancer photoshoot brand yang cukup mengerti soal fashion, Salwa juga memang berniat bergabung dengannya untuk mengembangkan Tanisha daily, brand clothing milik ibunya.
Walau awam soal berbisnis dan masih meraba-raba, ia sudah bertekad mau meneruskan semuanya. Life goes on, right?
"Hm, model tangannya udah biasa nggak sih?" komentarnya pertama setelah beberapa menit melihat hasil design di kertas. "Gimana kalau satu sisinya dikasih resleting sampai sini," Ia menunjuk siku. "Jadi kan gampang kalau mau wudhu."
"Gitu ya?" gumam Hulya. "Terus kalau over all kira-kira ada yang perlu ditambahin nggak? Aku bikinnya terlalu simpel kayaknya."
"Minimalis begini udah cakep kok, dan kalau aku pribadi emang suka yang flowy gini sih. Keliatannya buat hangout juga cocok, buat acara semi formal juga masuk aja."
"Tiga earth tone yang kamu pilih juga lucu," tambahnya lagi.
"Oh ya, kira-kira kamu ada niatan buat launching kerudung gitu? Well, kayak pashmina, etc? Era branding nya juga kuat banget kan sekarang?''
Mendengar masukan tersebut langsung membuat kepalanya manggut-manggut setuju. Lagipula selama hampir setahun berjalan, hanya dress yang ia jajal. Belum ada koleksi produk lain dari Tanisha daily.
"Boleh juga sih. Tapi kayaknya aku butuh research dulu. Ya walaupun nggak beda jauh sama pembuatan baju, tapi aku perlu tahu beberapa seluk beluknya supaya nggak asal bikin terus jual aja."
Salwa menjentikkan jarinya dengan wajah sumringah. "Nah ini setuju! Jadi kita tau sekarang yang lagi hype di kalangan kita tuh yang kayak mana. Nyamannya pakai bahan apa yang cocok buat di kepala seharian."
All important matters resulting from the day's meeting were recorded. Hulya hanya perlu memilah mana yang harus dibedah lebih dulu. Sewajarnya manusia, ia mengaku lelah dan keteteran menjalankan dua hal sekaligus antara kuliah dan merintis usaha ibunya. Dua-duanya terasa hectic. Tapi ya sudah lah, Nayla bilang kalau pusing dibawa enjoy saja, toh pabrik obat sakit kepala belum gulung tikar.
KAMU SEDANG MEMBACA
HULYA
Ficción General"Home is where Mom is." Copyright © 2020 by Irlyrma [You can tag @irlyrma if you share something from this story. Thank you.]