Delapan Belas

2.3K 389 149
                                    

H U L Y A
━━━━━━━⊰✿🌹✿⊱•━━━━━━━
Sejauh apapun pergi, setinggi apapun pencapaiannya dan sebanyak apapun kerabat dan harta. Terminal kehidupan manusia adalah kembali ke pangkuan-Nya.

"Yey, dapat!" Bocah berambut panjang itu mengatupkan kedua tangannya saat berhasil menangkap kupu-kupu. Melalui celah jari, ia mengintip hasil tangakapannya lalu makin bersorak senang.

"Mama mama! Kupu-kupu kuning!" Kedua kakinya dengan lincah menghampiri ibunya yang sedang duduk di bangku taman.

"Jangan lari-lari, Ya." kata sosok berbaju putih itu. "Nanti lutut kamu makin banyak stikernya kalau jatuh lagi."

Peringatan itu tak dihiraukan. Bocah itu bergegas mendekat dan mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi di depan ibunya.

"Mama, Ya dapat kupu-kupu! Ini!" Serunya, memaksa agar ibunya melihat.

"Dalam sini?"

Anaknya mengangguk penuh semangat hingga poninya bergerak acak.

Wanita itu segera meletakkan kotak makan yang sedang di pegang lalu menarik tangan anaknya lebih dekat.

"Mana, Ya?" tanya ibunya.

"Ada, Mama. Liat ini!" Pelan-pelan ia membuka kedua tangannya.

Tap

Namun selang dua detik ia menutupnya dengan cepat.

"Mana? Mama belum liat."

Sontak bibir anaknya mengerucut kesal.

"Mama nggak liat. Jangan cepat banget dong," kata ibunya sambil terkekeh pelan.

"Jangan. Nanti dia terbang lagi gimana?"

"Enggak, mana coba mama liat lagi."

Mau tak mau ia merenggangkan celah lebih besar. Dan apa yang sempat ia takutkan benar-benar terjadi pada detik berikutnya.

Secepat kilat kupu-kupu itu berhasil melarikan diri.

"Yah, mama!" rengeknya sambil menghentakkan kaki dengan kesal.

Ibunya hanya tertawa. "Kasian tau, dia juga mau terbang sama temen-temennya. Udah sini, duduk dulu." Wanita itu menepuk tempat kosong di sampingnya.

"Ayo, mau mama suapin nggak?"

"Mauuu!!!"

Ya, semudah itu hilangnya rasa kesal pada jiwa polos anak-anak.

_____________

Kedua kelopak mata itu perlahan terbuka, beberapa kali memicing untuk menyesuaikan cahaya lampu yang benderang. Samar-samar bau alkohol terasa di indra penciumannya, membuatnya linglung ketika menanyakan dirinya terbaring dimana dan sudah berapa lama.

Ketika menoleh dan melihat gorden yang menyekat di antara bed, barulah ia menyadari jika ada di rumah sakit.

Sejenak ia terdiam karena seluruh kesadarannya belum tersinkronasi dengan baik. Meski kepalanya terasa berat, tapi ia ingat ada sekelibat kejadian. Entah mimpi atau bukan, ia lihat seseorang tengah meregang nyawa di depannya.

Genggaman erat tangan wanita yang sedang meregang nyawa itu bagai keputus asaan karena kesulitan mengais oksigen. Matanya yang bergerak gelisah mengisyaratkan kesakitan yang luar biasa. Dan disaat kerongkongannya sulit mengeluarkan kata, ia memanggil nama Hulya. Semuanya terasa begitu jelas.

HULYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang