Accident
"Aku tau ayah bekerja keras. Ayah cukup pintar atur pekerjaan. Tapi ini ... kenapa harus sampai korupsi?"
"Kerja keras dan cerdas aja nggak cukup, Ya. Sesekali kita harus culas. Dan apa kamu pikir ada di posisi sekarang itu bisa mudah dicapai kalau nggak pakai cara pintas?"
"Tapi nggak dengan memakan hak orang lain, Yah!" Hulya merasa dadanya sesak luar biasa. Karena tak menutup kemungkinan semua keluarganya memakan hasil uang panas. Sungguh ia masih kuat menahan lapar maupun haus, ketimbang harus menahan panasnya api neraka.
Lalu bagaimana dengan ibadahnya? Apakah Allah terima di saat tak ada keberkahan dalam harta dan makanan yang masuk dalam tubuhnya?
"Ayah nggak sayang sama kami?" Tenggorokannya terasa tercekat sekarang. Karena ia sungguh khawatir dengan azab Tuhan pada pemimpin yang dzalim dan suka memakan hak orang lain.
Dharma tak langsung menjawab. Ia menarik tuas persneling, menambah kecepatan ketika menyadari kalau jauh di belakang sana diikuti. Sontak Hulya meraba saat belt yang ia lupakan sejak tadi karena terlalu fokus pada Dharma.
"Justru karena ayah sayang kalian semua. Ayah selalu coba kasih penghidupan yang layak buat kalian. Kalian pikir biaya hidup di Jakarta murah? Kalau kita kurang-kurang sedikit saja kita bakal terhempas. Dan nggak usah naif, hal begini banyak di lakuin sama orang-orang buat bertahan tau!"
Hulya menggeleng pelan, demi apapun ia tak habis pikir dengan jalan pikir ayahnya.
"Kamu sebut nama Andra tadi, apa bajingan itu yang laporin ayah?" Satu tangannya ia gunakan untuk meraih ponsel dan menggulir layar, mencari kontak yang perlu ia hubungi.
"Hallo, Pak? Wah, anda telepon saya? Perlu bantuan ata—"
"Diam! Saya nggak butuh basa-basi kamu sekarang, Ndra!" teriak ayahnya. "Kamu kan yang membuat laporan sialan itu?"
Mata Hulya menatap waspada sekaligus takut pada mobil-mobil sekitar yang disalip asal-asalan oleh ayahnya. Apalagi sekarang ia sedang menggunakan ponsel, fokusnya jelas terbagi menjadi dua ketika mengemudi begini.
"Oh, kejutannya sudah sampai ya? Gimana? Super surprise, kan?"
"Kurang ajar. Apa sih mau kamu?"
"Loh kurang jelas? Saya kan berulang kali bilang dan minta buat dikasih kesempatan mendapatkan Hulya, tapi anda selalu hempas saya."
"Kamu gila ya, Ndra? Kamu itu pernah berbuat kurang ajar sama anak saya. Masih berani kamu minta kesempatan?" Sesaat Dharma melirik spion, menyadari mobil polisi di belakang tak kalah gesit. "Susah payah saya besarkan dia. Mana mungkin saya kasih buat bajingan seperti kamu yang otaknya cuma penuh sama nafsu."
Suara tawa Andra terdengar dari seberang sana. "Kalau cuma penuh sama nafsu, bukti korupsi anda nggak mungkin bisa saya kumpulkan sampai akar-akarnya. Jadi gimana? Mumpung saya di Langham, mau antarkan Hulya ke sini?"
"Sinting!"
Pip
Hulya pikir setelah mematikan telepon dari Andra semuanya selesai. Rupanya benda persegi itu masih saja dimainkan. Alhasil pandangan ayahnya tak sepenuhnya ke depan.
KAMU SEDANG MEMBACA
HULYA
General Fiction"Home is where Mom is." Copyright © 2020 by Irlyrma [You can tag @irlyrma if you share something from this story. Thank you.]